Pengalaman ini terjadi ketika saya masih sebagai seorang
anak sekolah dasar kelas tiga. Pada waktu itu, sekolahku mengadakan sebuah
turnamen sepak bola antar SD. Ada beberapa sekolah yang turut mengambil bagian
dalam ajang tersebut. Sebagai Arry kecil tentu saya sangat senang karena selain
ramai dan dapat mengenal teman-teman dari sekolah lain, kegiatan itu menjadi
ajang bergengsi untuk mencari pengakuan, sekolah mana yang memiliki pesepak bola
yang lebih berbakat dan berkualitas.
Sebagai anak kecil yang sangat menggemari olahraga ini, saya
ingin menjadi salah seorang pemain dalam team sekolahku. Namun keinginanku itu
tidak terpenuhi karena pada saat itu secara fisik saya masih sangat kecil dan
para pemain rata-rata diambil dari anak kelas 4 sampai kelas 6, sedangkan saya
masih kelas 3. Saya tidak kecewa tetapi justru saya bangga menyaksikan
kepiawaian teman-temanku beraksi di lapangan hijau.
Ada kisah menarik terjadi pada saat akan dimulainya
sebuah pertandingan antara dua team dari dua sekolah yang berbeda. Ketika wasit
hendak meniup peluit tanda pertandingan dimulai, salah satu kesebelasan yang
akan bertanding pemainnya hanya berjumlah 10 orang. Mereka mengalami kekurangan
1 orang pemain. Entah karena pertimbangan apa, akhirnya wasit memanggil seorang
penonton untuk melengkapi kekurangan itu.
Saya adalah penonton yang menjadi pemain pelengkap itu.
Walaupun hanya sebagai pemain pelengkap tetapi saya sangat menikmati
permainanku. Saya merasa bangga pada diriku sendiri karena saya turut memberi
andil bagi teamku dalam pertandingan itu terutama dalam memberi assist untuk
menciptakan salah satu goal. Arry kecil yang adalah salah seorang penonton yang
dipilih sebagai pemain pengganti telah sukses menjalani tugasnya.