Friday, 27 March 2015

Pemain Pelengkap

Pengalaman ini terjadi ketika saya masih sebagai seorang anak sekolah dasar kelas tiga. Pada waktu itu, sekolahku mengadakan sebuah turnamen sepak bola antar SD. Ada beberapa sekolah yang turut mengambil bagian dalam ajang tersebut. Sebagai Arry kecil tentu saya sangat senang karena selain ramai dan dapat mengenal teman-teman dari sekolah lain, kegiatan itu menjadi ajang bergengsi untuk mencari pengakuan, sekolah mana yang memiliki pesepak bola yang lebih berbakat dan berkualitas.
Sebagai anak kecil yang sangat menggemari olahraga ini, saya ingin menjadi salah seorang pemain dalam team sekolahku. Namun keinginanku itu tidak terpenuhi karena pada saat itu secara fisik saya masih sangat kecil dan para pemain rata-rata diambil dari anak kelas 4 sampai kelas 6, sedangkan saya masih kelas 3. Saya tidak kecewa tetapi justru saya bangga menyaksikan kepiawaian teman-temanku beraksi di lapangan hijau.
Ada kisah menarik terjadi pada saat akan dimulainya sebuah pertandingan antara dua team dari dua sekolah yang berbeda. Ketika wasit hendak meniup peluit tanda pertandingan dimulai, salah satu kesebelasan yang akan bertanding pemainnya hanya berjumlah 10 orang. Mereka mengalami kekurangan 1 orang pemain. Entah karena pertimbangan apa, akhirnya wasit memanggil seorang penonton untuk melengkapi kekurangan itu.
Saya adalah penonton yang menjadi pemain pelengkap itu. Walaupun hanya sebagai pemain pelengkap tetapi saya sangat menikmati permainanku. Saya merasa bangga pada diriku sendiri karena saya turut memberi andil bagi teamku dalam pertandingan itu terutama dalam memberi assist untuk menciptakan salah satu goal. Arry kecil yang adalah salah seorang penonton yang dipilih sebagai pemain pengganti telah sukses menjalani tugasnya.
Comments
0 Comments