1. Yang saya
hormati Romo Seferinus Meno, Pr yang
mempersembahkan kurban misa pada perayaan syukur ini beserta para romo
konselebran.
2. Yang saya
hormati provinsial Dewan Propinsi Indonesia kongregasi frater Bunda Hati Kudus:
frater M. Dominikus BHK
3.
Yang saya hormati
para frater yang sempat hadir dalam perayaan syukur ini: fr. Christoforus, fr.
Petrus, fr. Oswald.
4.
Yang saya
kasihi keluarga besar Pemo dan keluarga besar Kekadori beserta Dewan Pastoral dan
umat paroki Santa Maria Bunda Karmel Rajawawo
5.
Panitia
penyelenggara perayaan syukur ini, bapak, ibu, saudara, saudari, (para biarawan
dan biarawati), sahabat kenalan dan seluruh undangan yang saya kasihi pula.
Pada pekan terakhir bulan Mei
yang lalu, tepatnya pada Sabtu, 28 Mei 2016, pada hari raya Bunda Hati Kudus,
saya bersama kedua frater yang seangkatan dengan saya, mengucapkan kaul kekal.
Pengikraran serah setia kekal itu dilaksanakan di gereja Katedral Santo Yosef
Maumere dalam sebuah Perayaan Ekaristi yang kusuk dan meriah. Pengucapan janji
setia seumur hidup itu dilakukan di hadapan pemimpin umum sebagai wakil
kongregasi bersama pemimpin gereja lokal yang diwakili oleh seorang imam yang
memimpin misa dan disaksikan oleh para imam konselebran dan seluruh umat yang
hadir. Maksudnya adalah kaul yang kami ungkapkan itu adalah kaul publik, yang harus
diucapkan di hadapan umat bersama perwakilan gereja dan diterima oleh pemimpin
umum atas nama kongregasi.
Pada hari ini, kita merayakan
Ekaristi dalam rangka mensyukuri pengikraran serah setia kekal itu. Perayaan
ini terselenggara atas inisiatif keluarga. Ini perayaan keluarga. Saya mengindahkan
keluarga melakukan perayaan syukur ini, bukan karena saya suka pesta, atau saya
suka show, pamer. Bukan untuk itu.
Saya setuju diselenggarakan perayaan ini berangkat dari refleksi saya bahwa
syukur atas karya agung Tahun itu perlu dirayakan. Atas dasar ini, saya
mengajak kita semua untuk menggarisbawahi penekanan perayaan ini bukan tentang
pesta, kemeriahan, makan enak atau joget. Itu hanya komponen-komponen yang
melengkapi. Jadi esensi dari perayaan syukur serah setia kekal yang telah kita
awali dengan Perayaan Ekaristi ini adalah kita merayakan syukur, sekali lagi
kita meyarakan syukur. Kata kuncinya adalah syukur.
Pertama-tama sebagai umat
beriman, kita merayakan syukur atas karya agung cinta kasih Tuhan yang telah mengganjari hidup saya dengan anugerah panggilan hidup membiara. Syukur
atas kasih Tuhan yang tetap setia memelihara panggilan saya sampai saya berani
menghadap ke altar-Nya untuk mengucapkan kaul kekal, serah setia seumur hidup
saya untuk mengikuti Dia. Sebagai bagian dari keluarga besar Pemo dan Kekadori
dan keluarga besar paroki Rajawawo, saya mengajak semuanya, mari kita merayakan
syukur bahwa salah seorang putera dari keluarga besar ini, dipilih Tuhan untuk menjadi
abdi-Nya dengan cara hidup khusus sebagai seorang religius, frater Bunda Hati
Kudus. Bersamaan dengan perayaan syukur ini, saya juga berharap, dan hal ini
merupakan doa dan pergulatan saya dalam kapasitasnya sebagai anak dari keluarga
besar ini, saya selalu berharap semoga perayaan ini juga menjadi momen untuk
merayakan damai bagi keluarga saya.
Umat beriman yang
terkasih,
Saya pernah
membaca sebuah kutipan yang berkata demikian, “bukan seberapa lama kita bisa
bertahan hidup sebagai ukuran kebahagiaan, tetapi seberapa besar kemampuan kita
memeluk erat-erat semua hal menyakitkan yang kita alami”. Hemat saya, hal ini
berarti bahwa orang yang berbahagia bukanlah orang yang mampu melupakan setiap
pergulatan dan pengalaman menyakitkan dalam hidupnya. Tetapi orang yang berbahagia
adalah orang yang bisa menerimanya. Pada momen ini saya ingin memberi kesaksian
bahwa saya adalah orang yang berbahagia. Hal ini terjadi karena saya sudah bisa
menerima semua pergulatan dan pengalaman sedih dan menyakitkan dalam hidup
saya.
Semua orang tahu,
bagaimana perjalanan hidup kami semenjak mama meninggal dunia. Kami seakan
kehilangan semuanya bahkan secercah harapan untuk bisa menjalani hidup. Apalagi
tak berapa lama kemudian setelah kepergian mama, bapak memutuskan untuk pergi
merantau. Sakitnya kehilangan dan sedihnya ditinggalkan, itulah yang kami
rasakan. Kakak Oni hadir, mengambil alih peran orang tua. Jatuh bangun, kami
berjalan bersama. Nenek dan sanak keluarga mama berperan besar atas
tumbuh-kembang, kehidupan dan masa depan kami. Mama Tina juga sempat hadir,
memenuhi dahaga kami atas kehilangan kasih sayang ibu, walau pada akhirnya
beliau pergi juga untuk selamanya.
Sebagai Rian
kecil, banyak hal yang saya tidak paham. Yang saya ketahui hanyalah, bahwa
masa-masa bermain saya sebagai seorang anak harus diganti dengan bekerja
sembari menghabiskan waktu dengan terus bertanya, dimana orang tua kami. Kadang
saya protes, kenapa saya tidak bisa seperti mereka yang memiliki orang tua,
kenapa bapak harus pergi merantau, tidak bisakah bapak ada di sini, menemani
kami yang telah kehilangan mama, kenapa kakak Oni yang masih muda harus
mengambil alih peran menjadi orang tua kami, kenapa nenek dan sanak saudara
mama harus bersusah payah mengurus kami, bukankah kami punya bapak, dimana
tanggung jawabnya sebagai orang tua, dan berbagai pertanyaan-pertanyaan
lainnya.
Waktu terus
berlalu, kehidupan semakin gamblang memperlihatkan rahasianya. Dengan
bertambahnya usia, saya terus mencari makna apa yang sesungguhnya diinginkan
oleh kehidupan itu sendiri. Dan hari ini, kehidupan itu telah menyingkapkan
misterinya. Kehidupan telah menjadi milik saya. Saya telah memeluknya
erat-erat. Saya telah merengkuh hadiah terindah yang diberikan oleh kehidupan, yaitu
kebahagiaan.
Refleksi atas
pernjalanan hidup membawa saya pada sebuah kesimpulan ini: Tuhan merancang
model hidup saya, lain dari yang lain. Mama meninggal ketika saya masih kecil adalah
kebijaksanaan Ilahi dalam menata diri dan seluruh keberadaan
saya
untuk kelak saya siap sebagai pengabdi di jalan
panggilan-Nya. Saya sangat bersyukur untuk anugerah ini. Bahwa
kepergian mama adalah anugerah terindah bagi jalan hidup saya. Menurut
cerita, saya adalah anak yang dicari. Mama sangat menyayangi saya sampai ia mau
mengorbankan apapun agar saya selamat. Dan sampai kapanpun saya selalu istimewa
bagi mama walaupun dia telah
tiada.
Sebagai seorang anak laki-laki, saya
akhirnya sadar bahwa bapak pergi merantau ketika saya masih
sangat kecil, itu merupakan cara beliau
mendidik saya. Saya sampai
membuat satu kesimpulan bahwa bapak saya terlalu baik sehingga Tuhan mengajari
dia cara untuk mempersiapkan masa depan saya. Bapak membiarkan saya
belajar mandiri sejak dini tanpa bimbingannya agar kelak saya
kuat dan tangguh menjadi pewarisnya. Bapak
mengajari saya terbiasa dengan pengalaman-pengalaman
penderitaan dan hidup susah tanpa tangan kekarnya yang selalu menyangga agar saya
bisa belajar memaknai setiap hikmah dan pesan di balik setiap peristiwa hidup yang
saya alami. Bagi bapak,
penderitaan adalah sekolah hidup yang mengajari saya memahami
dinamikanya yang lebih mendalam dengan iman yang
lebih kokoh. Bapak
mengimani sebagaimana adanya Jalan Salib dan Kalvari sebelum Paskah dan “kubur
kosong” demikian juga akan selalu ada kabut penderitaan sebelum adanya terang
kebahagiaan. Saya diberinya ruang dan waktu untuk
belajar dan mengerti banyak hal secara mandiri di bawah bimbingan kakak Oni dan sanak keluarga mama.
Umat beriman yang
saya kasihi,
Ketika mama meninggal
kakak Oni adalah seorang anak gadis yang baru mulai beranjak remaja. Dia masih
kecil dan banyak hal yang belum dipahaminya. Namun, karena cintanya yang begitu
besar kepada kami, adik-adiknya, dia membuat semua kenyataan itu menjadi
mungkin. Dia bekerja keras, membanting tulang untuk mendapatkan sepeser rupiah
demi kebutuhan hidup dan sekolah kami. Saya, salah seorang adiknya secara
pribadi begitu memahami apa artinya perjuangan berlandaskan cinta yang dilakoni
kakak dalam keseharian hidupnya. Cinta seorang kakak yang dengan rela memberi
kesempatan dan dukungan kepada kami untuk terus maju menggapai masa depan. Dia
menanggung semua beban hidup demi kebahagiaan kami, adik-adiknya. Filosofi
kehidupannya sangat sederhana semenjak mama meninggal, bahwa kami, adik-adiknya
berhak atas masa depan yang lebih baik walau itu mengorbankan dirinya.
Bagi saya yang
oleh karena panggilan hidup yang mengharuskan saya tinggal jauh darinya,
kenangan akan cinta dan pengorbanan kakak membuat saya selalu memiliki rasa ingin
pulang. Pulang karena rindu pada legam kulitnya akibat sengatan terik mentari
yang saban hari terus membakar tubuhnya. Pulang karena rindu pada deraian air
matanya yang kadang menjadi pemandangan lazim tatkala jiwanya kalah oleh
tekanan beban yang begitu berat. Juga pulang untuk menimba api cinta tulus
seorang kakak yang telah menjadi segalanya bagi kami, adik-adiknya.
Memang ada
nenek, ada saudara-saudari mama. Tetapi
mereka memiliki rumah tangga yang harus diurusi. Walau
begitu saya sangat
bersyukur atas kasih dan perhatian dari mereka. Di tengah kesibukan urusan rumah tangganya,
mereka masih punya hati untuk memperhatikan kami. Kami berterima kasih kepada om, tanta, bapak, mama dan
semua keluarga besar mama yang telah memberi perhatian dan kasih
sayang dan menjadi orang tua bagi kami. Lebih-lebih kami berterima kasih kepada
mama yang telah meninggalkan kami di rumah
nenek. Poin yang terakhir ini yang menjadi latar belakang
alasan saya memilih perayaan syukur kaul kekal ini dirayakan di tempat ini.
Para saudara yang
terkasih,
Pada akhir
refleksi ini saya ingin merangkum apa yang menjadi model hidup saya buah kreasi
Yang Mahakuasa: Tuhanlah yang men-design
model hidup saya, bapak dan mama melalui perannya sebagai orang tua, mencoba menerjemahkan
rancangan Tuhan itu dan telah memulainya tetapi belum selesai, maka hadirlah
nenek, kakak Oni dan sanak saudara mama untuk menyelesaikannya. Luar biasa
Tuhan merancang skenario perjalanan sejarah hidup saya. Walaupun saya harus
kehilangan dua orang mama, ine Isa dan ola Tina tetapi rencana Tuhan tetaplah
yang terbaik.
Untuk memahaminya
bukanlah perkara muda. Bertahun-tahun saya bergulat, apa yang Tuhan mau bagi
hidup saya ini? Kongregasi atau persekutuan yang kini saya menjadi bagian
darinya memberi andil besar. Perannya adalah melengkapi dan menyempurnakan.
Saya mengatakan demikian karena semua rahasia dari misteri kehidupan saya
tersingkap oleh karena bimbingan para frater pembina sejak saya postulat di
Maumere, novisiat di Malang dan di komunitas-komunitas dimana pernah saya
bertugas. Mereka membatu saya melihat perjalanan hidup saya secara lengkap,
melalui bimbingan, renungan dan tuntunan refleksi yang diberikan kepada saya.
Apapun yang
terjadi dalam hidup saya, saya belajar memeluk erat, saya belajar menerimanya,
karena itu semua adalah hidup saya sendiri. Bukan melupakan yang jadi masalahnya. Tapi menerima. Barangsiapa yang bisa
menerima, maka dia akan bisa melupakan, hidupnya menjadi bahagia. Saya
merasakan itu.
Kepada semua
pribadi yang telah hadir dalam seluruh hidup saya, dengan rendah hati saya
menyampaikan hormat dan penghargaan yang setinggi-tingginya dan ucapan terima
kasih berlimpah atas doa-doa, bimbingan dan dukungan serta cinta kasih dan
perhatian yang telah diberikan kepada saya. Saya juga memohon maaf atas
keterbatasan saya sebagai manusia yang mungkin telah menyakiti dan melukai
siapa pun yang pernah mengalaminya. Akhirnya saya tetap berharap dukungan dan
doa-doa dari sanak keluarga besar saya. Semoga janji setia yang telah saya
ikrarkan tetap abadi selamanya. Amin.
Terima kasih saya
sampaikan kepada semua pihak yang berpartisipasi dalam perayaan syukur ini:
kepada Romo Seferinus Meno, Pr yang telah memimpin perayaan Ekaristi bersama
para imam konselebran. Terima kasih kepada seluruh pelayan liturgi, khususnya
kelompok paduan suara dari keluarga besar Pemo dan Teondua yang telah
menyumbangkan suara-suara terbaiknya untuk memeriahkan perayaan ini. Terima
kasih kepada keluarga besar Kekadori dan Pemo dan panitia keluarga
penyelenggara perayaan ini serta seluruh umat paroki Rajawawo, sahabat kenalan
dan umat beriman sekalian yang turut hadir dan mendoakan saya. Semoga Tuhan
yang penuh kasih melimpahkan berkat-Nya kepada kita semua. Amin.
Demikianlah
sambutan dari saya. Kurang lebihnya saya mohon maaf dan terima kasih atas
perhatiannya. Sekian.
Kekadori, 30 Mei 2106
fr. Walter
(sambutan ini disampaikan
pada perayaan syukur kaul kekal saya).