Thursday, 28 July 2016

Sambutan Perayaan Syukur Kaul Kekal

Salam:
1. Yang saya hormati Romo Seferinus Meno, Pr yang mempersembahkan kurban misa pada perayaan syukur ini beserta para romo konselebran.
2.    Yang saya hormati provinsial Dewan Propinsi Indonesia kongregasi frater Bunda Hati Kudus: frater M. Dominikus BHK
3.      Yang saya hormati para frater yang sempat hadir dalam perayaan syukur ini: fr. Christoforus, fr. Petrus, fr. Oswald.
4.      Yang saya kasihi keluarga besar Pemo dan keluarga besar Kekadori beserta Dewan Pastoral dan umat paroki Santa Maria Bunda Karmel Rajawawo
5.      Panitia penyelenggara perayaan syukur ini, bapak, ibu, saudara, saudari, (para biarawan dan biarawati), sahabat kenalan dan seluruh undangan yang saya kasihi pula.

Pada pekan terakhir bulan Mei yang lalu, tepatnya pada Sabtu, 28 Mei 2016, pada hari raya Bunda Hati Kudus, saya bersama kedua frater yang seangkatan dengan saya, mengucapkan kaul kekal. Pengikraran serah setia kekal itu dilaksanakan di gereja Katedral Santo Yosef Maumere dalam sebuah Perayaan Ekaristi yang kusuk dan meriah. Pengucapan janji setia seumur hidup itu dilakukan di hadapan pemimpin umum sebagai wakil kongregasi bersama pemimpin gereja lokal yang diwakili oleh seorang imam yang memimpin misa dan disaksikan oleh para imam konselebran dan seluruh umat yang hadir. Maksudnya adalah kaul yang kami ungkapkan itu adalah kaul publik, yang harus diucapkan di hadapan umat bersama perwakilan gereja dan diterima oleh pemimpin umum atas nama kongregasi.

Pada hari ini, kita merayakan Ekaristi dalam rangka mensyukuri pengikraran serah setia kekal itu. Perayaan ini terselenggara atas inisiatif keluarga. Ini perayaan keluarga. Saya mengindahkan keluarga melakukan perayaan syukur ini, bukan karena saya suka pesta, atau saya suka show, pamer. Bukan untuk itu. Saya setuju diselenggarakan perayaan ini berangkat dari refleksi saya bahwa syukur atas karya agung Tahun itu perlu dirayakan. Atas dasar ini, saya mengajak kita semua untuk menggarisbawahi penekanan perayaan ini bukan tentang pesta, kemeriahan, makan enak atau joget. Itu hanya komponen-komponen yang melengkapi. Jadi esensi dari perayaan syukur serah setia kekal yang telah kita awali dengan Perayaan Ekaristi ini adalah kita merayakan syukur, sekali lagi kita meyarakan syukur. Kata kuncinya adalah syukur.

Pertama-tama sebagai umat beriman, kita merayakan syukur atas karya agung cinta kasih Tuhan yang telah mengganjari hidup saya dengan anugerah panggilan hidup membiara. Syukur atas kasih Tuhan yang tetap setia memelihara panggilan saya sampai saya berani menghadap ke altar-Nya untuk mengucapkan kaul kekal, serah setia seumur hidup saya untuk mengikuti Dia. Sebagai bagian dari keluarga besar Pemo dan Kekadori dan keluarga besar paroki Rajawawo, saya mengajak semuanya, mari kita merayakan syukur bahwa salah seorang putera dari keluarga besar ini, dipilih Tuhan untuk menjadi abdi-Nya dengan cara hidup khusus sebagai seorang religius, frater Bunda Hati Kudus. Bersamaan dengan perayaan syukur ini, saya juga berharap, dan hal ini merupakan doa dan pergulatan saya dalam kapasitasnya sebagai anak dari keluarga besar ini, saya selalu berharap semoga perayaan ini juga menjadi momen untuk merayakan damai bagi keluarga saya.

Umat beriman yang terkasih,
Saya pernah membaca sebuah kutipan yang berkata demikian, “bukan seberapa lama kita bisa bertahan hidup sebagai ukuran kebahagiaan, tetapi seberapa besar kemampuan kita memeluk erat-erat semua hal menyakitkan yang kita alami”. Hemat saya, hal ini berarti bahwa orang yang berbahagia bukanlah orang yang mampu melupakan setiap pergulatan dan pengalaman menyakitkan dalam hidupnya. Tetapi orang yang berbahagia adalah orang yang bisa menerimanya. Pada momen ini saya ingin memberi kesaksian bahwa saya adalah orang yang berbahagia. Hal ini terjadi karena saya sudah bisa menerima semua pergulatan dan pengalaman sedih dan menyakitkan dalam hidup saya.

Semua orang tahu, bagaimana perjalanan hidup kami semenjak mama meninggal dunia. Kami seakan kehilangan semuanya bahkan secercah harapan untuk bisa menjalani hidup. Apalagi tak berapa lama kemudian setelah kepergian mama, bapak memutuskan untuk pergi merantau. Sakitnya kehilangan dan sedihnya ditinggalkan, itulah yang kami rasakan. Kakak Oni hadir, mengambil alih peran orang tua. Jatuh bangun, kami berjalan bersama. Nenek dan sanak keluarga mama berperan besar atas tumbuh-kembang, kehidupan dan masa depan kami. Mama Tina juga sempat hadir, memenuhi dahaga kami atas kehilangan kasih sayang ibu, walau pada akhirnya beliau pergi juga untuk selamanya.

Sebagai Rian kecil, banyak hal yang saya tidak paham. Yang saya ketahui hanyalah, bahwa masa-masa bermain saya sebagai seorang anak harus diganti dengan bekerja sembari menghabiskan waktu dengan terus bertanya, dimana orang tua kami. Kadang saya protes, kenapa saya tidak bisa seperti mereka yang memiliki orang tua, kenapa bapak harus pergi merantau, tidak bisakah bapak ada di sini, menemani kami yang telah kehilangan mama, kenapa kakak Oni yang masih muda harus mengambil alih peran menjadi orang tua kami, kenapa nenek dan sanak saudara mama harus bersusah payah mengurus kami, bukankah kami punya bapak, dimana tanggung jawabnya sebagai orang tua, dan berbagai pertanyaan-pertanyaan lainnya.

Waktu terus berlalu, kehidupan semakin gamblang memperlihatkan rahasianya. Dengan bertambahnya usia, saya terus mencari makna apa yang sesungguhnya diinginkan oleh kehidupan itu sendiri. Dan hari ini, kehidupan itu telah menyingkapkan misterinya. Kehidupan telah menjadi milik saya. Saya telah memeluknya erat-erat. Saya telah merengkuh hadiah terindah yang diberikan oleh kehidupan, yaitu kebahagiaan.

Refleksi atas pernjalanan hidup membawa saya pada sebuah kesimpulan ini: Tuhan merancang model hidup saya, lain dari yang lain. Mama meninggal ketika saya masih kecil adalah kebijaksanaan Ilahi dalam menata diri dan seluruh keberadaan saya untuk kelak saya siap sebagai pengabdi di jalan panggilan-Nya. Saya sangat bersyukur untuk anugerah ini. Bahwa kepergian mama adalah anugerah terindah bagi jalan hidup saya. Menurut cerita, saya adalah anak yang dicari. Mama sangat menyayangi saya sampai ia mau mengorbankan apapun agar saya selamat. Dan sampai kapanpun saya selalu istimewa bagi mama walaupun dia telah tiada.

Sebagai seorang anak laki-laki, saya akhirnya sadar bahwa bapak pergi merantau ketika saya masih sangat kecil, itu merupakan cara beliau mendidik saya. Saya sampai membuat satu kesimpulan bahwa bapak saya terlalu baik sehingga Tuhan mengajari dia cara untuk mempersiapkan masa depan saya. Bapak membiarkan saya belajar mandiri sejak dini tanpa bimbingannya agar kelak saya kuat dan tangguh menjadi pewarisnya. Bapak mengajari saya terbiasa dengan pengalaman-pengalaman penderitaan dan hidup susah tanpa tangan kekarnya yang selalu menyangga agar saya bisa belajar memaknai setiap hikmah dan pesan di balik setiap peristiwa hidup yang saya alami. Bagi bapak, penderitaan adalah sekolah hidup yang mengajari saya memahami dinamikanya yang lebih mendalam dengan iman yang lebih kokoh. Bapak mengimani sebagaimana adanya Jalan Salib dan Kalvari sebelum Paskah dan “kubur kosong” demikian juga akan selalu ada kabut penderitaan sebelum adanya terang kebahagiaan. Saya diberinya ruang dan waktu untuk belajar dan mengerti banyak hal secara mandiri di bawah bimbingan kakak Oni dan sanak keluarga mama.

Umat beriman yang saya kasihi,
Ketika mama meninggal kakak Oni adalah seorang anak gadis yang baru mulai beranjak remaja. Dia masih kecil dan banyak hal yang belum dipahaminya. Namun, karena cintanya yang begitu besar kepada kami, adik-adiknya, dia membuat semua kenyataan itu menjadi mungkin. Dia bekerja keras, membanting tulang untuk mendapatkan sepeser rupiah demi kebutuhan hidup dan sekolah kami. Saya, salah seorang adiknya secara pribadi begitu memahami apa artinya perjuangan berlandaskan cinta yang dilakoni kakak dalam keseharian hidupnya. Cinta seorang kakak yang dengan rela memberi kesempatan dan dukungan kepada kami untuk terus maju menggapai masa depan. Dia menanggung semua beban hidup demi kebahagiaan kami, adik-adiknya. Filosofi kehidupannya sangat sederhana semenjak mama meninggal, bahwa kami, adik-adiknya berhak atas masa depan yang lebih baik walau itu mengorbankan dirinya.

Bagi saya yang oleh karena panggilan hidup yang mengharuskan saya tinggal jauh darinya, kenangan akan cinta dan pengorbanan kakak membuat saya selalu memiliki rasa ingin pulang. Pulang karena rindu pada legam kulitnya akibat sengatan terik mentari yang saban hari terus membakar tubuhnya. Pulang karena rindu pada deraian air matanya yang kadang menjadi pemandangan lazim tatkala jiwanya kalah oleh tekanan beban yang begitu berat. Juga pulang untuk menimba api cinta tulus seorang kakak yang telah menjadi segalanya bagi kami, adik-adiknya.

Memang ada nenek, ada saudara-saudari mama. Tetapi mereka memiliki rumah tangga yang harus diurusi. Walau begitu saya sangat bersyukur atas kasih dan perhatian dari mereka. Di tengah kesibukan urusan rumah tangganya, mereka masih punya hati untuk memperhatikan kami. Kami berterima kasih kepada om, tanta, bapak, mama dan semua keluarga besar mama yang telah memberi perhatian dan kasih sayang dan menjadi orang tua bagi kami. Lebih-lebih kami berterima kasih kepada mama yang telah meninggalkan kami di rumah nenek. Poin yang terakhir ini yang menjadi latar belakang alasan saya memilih perayaan syukur kaul kekal ini dirayakan di tempat ini.

Para saudara yang terkasih,
Pada akhir refleksi ini saya ingin merangkum apa yang menjadi model hidup saya buah kreasi Yang Mahakuasa: Tuhanlah yang men-design model hidup saya, bapak dan mama melalui perannya sebagai orang tua, mencoba menerjemahkan rancangan Tuhan itu dan telah memulainya tetapi belum selesai, maka hadirlah nenek, kakak Oni dan sanak saudara mama untuk menyelesaikannya. Luar biasa Tuhan merancang skenario perjalanan sejarah hidup saya. Walaupun saya harus kehilangan dua orang mama, ine Isa dan ola Tina tetapi rencana Tuhan tetaplah yang terbaik.

Untuk memahaminya bukanlah perkara muda. Bertahun-tahun saya bergulat, apa yang Tuhan mau bagi hidup saya ini? Kongregasi atau persekutuan yang kini saya menjadi bagian darinya memberi andil besar. Perannya adalah melengkapi dan menyempurnakan. Saya mengatakan demikian karena semua rahasia dari misteri kehidupan saya tersingkap oleh karena bimbingan para frater pembina sejak saya postulat di Maumere, novisiat di Malang dan di komunitas-komunitas dimana pernah saya bertugas. Mereka membatu saya melihat perjalanan hidup saya secara lengkap, melalui bimbingan, renungan dan tuntunan refleksi yang diberikan kepada saya.

Apapun yang terjadi dalam hidup saya, saya belajar memeluk erat, saya belajar menerimanya, karena itu semua adalah hidup saya sendiri. Bukan melupakan yang jadi masalahnya. Tapi menerima. Barangsiapa yang bisa menerima, maka dia akan bisa melupakan, hidupnya menjadi bahagia. Saya merasakan itu.

Kepada semua pribadi yang telah hadir dalam seluruh hidup saya, dengan rendah hati saya menyampaikan hormat dan penghargaan yang setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih berlimpah atas doa-doa, bimbingan dan dukungan serta cinta kasih dan perhatian yang telah diberikan kepada saya. Saya juga memohon maaf atas keterbatasan saya sebagai manusia yang mungkin telah menyakiti dan melukai siapa pun yang pernah mengalaminya. Akhirnya saya tetap berharap dukungan dan doa-doa dari sanak keluarga besar saya. Semoga janji setia yang telah saya ikrarkan tetap abadi selamanya. Amin.

Terima kasih saya sampaikan kepada semua pihak yang berpartisipasi dalam perayaan syukur ini: kepada Romo Seferinus Meno, Pr yang telah memimpin perayaan Ekaristi bersama para imam konselebran. Terima kasih kepada seluruh pelayan liturgi, khususnya kelompok paduan suara dari keluarga besar Pemo dan Teondua yang telah menyumbangkan suara-suara terbaiknya untuk memeriahkan perayaan ini. Terima kasih kepada keluarga besar Kekadori dan Pemo dan panitia keluarga penyelenggara perayaan ini serta seluruh umat paroki Rajawawo, sahabat kenalan dan umat beriman sekalian yang turut hadir dan mendoakan saya. Semoga Tuhan yang penuh kasih melimpahkan berkat-Nya kepada kita semua. Amin.

Demikianlah sambutan dari saya. Kurang lebihnya saya mohon maaf dan terima kasih atas perhatiannya. Sekian.

Kekadori, 30 Mei 2106
fr. Walter

(sambutan ini disampaikan
pada perayaan syukur kaul kekal saya). 
Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment