Setiap pribadi memiliki sesuatu yang paling berharga bagi dirinya sendiri.
Entah itu berupa harta atau barang, karsa atau kehendak yang dimanifestasi
dalam bentuk buah pikiran atau gagasan maupun berupa karya yang diwujudkan dalam
berbagai hasil kerja nyata atau tindakan konkret. Sesuatu yang paling berharga
itu bisa disumbangkan bagi kemaslahatan sesama dan membuat hidup bagi si
penyumbang menjadi lebih bermakna.
Bagi saya dalam kapasitasnya sebagai seorang religius, frater Bunda Hati
Kudus, yang paling berharga bagi saya adalah semua potensi diri yang saya
miliki yang bisa saya sumbangkan bagi kongregasi melalui tugas perutusan yang
saya lakukan.
Berkaitan dengan hal ini, saya ingat akan sebuah wejangan seorang formator
ketika saya masih frater novis dulu. Dalam sebuah kesempatan wawanhati
(bimbingan), beliau pernah menyatakan demikian kepada saya, “menurut pengamatan
saya, frater memiliki banyak potensi, apabila semua potensi itu bisa
dikembangkan secara optimal, frater akan memberi sumbangan banyak untuk kongregasi.”
Saya masih ingat pesan itu dengan baik sampai saat ini. Pesan itulah yang
memberi saya motivasi untuk terus berkembang. Sebagian sudah saya upayakan,
selebihnya merupakan bagian dari perjuangan saya.
Pada masa frater yunior tahun pertama setelah dua tahun di novisiat, saya
mendapat tugas perutusan mendampingi asrama frateran Podor, Larantuka, Flores
Timur sebagai assisten bapak asrama. Pada asrama inilah, apa yang menjadi
potensi saya diaktualisasikan demi mendukung tugas perutusan yang dipercayakan
kepada saya. Kemampuan saya dalam bidang olahraga seperti sepak bola, bola
volley dan basket, saya gunakan sebagai sarana pendampingan. Dengan ikut
berolahraga bersama mereka, saya ikut terlibat dalam pertumbuhan dan perkembangan
anak. Sambil ikut bermain, saya hadir sebagai teman dan pendamping mereka.
Hal yang sama juga saya lakukan bersama putera-puteri asrama yang tergabung
dalam kelompok paduan suara. Saya berlatih bersama mereka, menemani,
mendampingi dan kadang-kadang terlibat sebagai pelatih. Walaupun dengan
kemampuan saya yang terbatas, kegiatan itu bisa berjalan dan kami bisa menyanyi
di gereja paroki dengan baik setiap kali kami bertugas.
Beberapa waktu terakhir, saya mempunyai hobi baru yaitu menulis. Kesukaan
yang kini boleh dikatakan sebagai salah satu potensi yang saya miliki ini, pada
awalnya dimulai dari hal yang sungguh sederhana. Saya ingat kebiasaan ini saya
mulai dari membangun niat selama masa prapaskah ketika saya novis tahun
pertama, yaitu setengah jam sebelum istirahat siang, saya berada di ruang
rekreasi untuk membaca koran. Artikel-artikel yang saya baca saat itu adalah
tentang olahraga dan berita selebriti. Dengan membaca tentang dua bidang yang
menjadi kesukaan saya ini, kebiasaan itu mampu membuat saya setia pada niat
saya sendiri. Pada awalnya hanya sebuah niat sederhana, lama-kelamaan menjadi
sebuah habitus, gaya hidup saya. Saya menjadi suka membaca tentang berbagai
bidang atau tema. Tidak hanya koran yang saya baca selanjutnya tetapi juga buku-buku,
majalah-majalah rohani, artikel-artikel dari internet dan sebagainya.
Kebiasaan yang baik ini membuat pengetahuan saya semakin luas. Selain itu
banyak kosakata dan istilah-istilah yang diserap dan tersimpan dalam otak saya.
Saya menjadi kaya dengan perbendaharaan kata juga ide-ide dan gagasan oleh karena
kebiasaan ini. Apa yang orang katakan bahwa kita menulis dari apa yang pernah
kita baca, hal itulah yang saya alami. Saya bisa menulis dengan baik dan mudah
karena saya terbiasa dengan membaca.
Saat ini saya bertugas, membantu di sekretariat. Salah satu pekerjaan
kesekretariatan adalah menjadi notulis rapat. Pengalaman saya sejauh ini, saya
bisa melakukannya dengan baik. Bukankah potensi diri yang saya miliki dalam hal
ini bersumbangsih bagi kepentingan kongregasi? Saya kira jawabannya bisa iya.
Saya suka menulis cerita pendek tentang berbagai pengalaman hidup saya.
Cerita-cerita karya tulis saya dipublikasikan melalui OIKOS, majalah para
frater juga di media sosial seperti facebook
dan blog pribadi saya. Saya menulis cerita-cerita yang diangkat dengan latar
belakang pengalaman saya sendiri dengan perpaduan antara cara pandang pemaknaan
baru dan rekayasa aneka pemikiran imajinatif. Mereka yang sempat membacanya
memberi apresiasi bahwa tulisan saya baik dan memberi inspirasi. Seorang frater
yang karyanya memberi inspirasi bagi orang lain, bukankah dalam hal ini dia
telah memberi andil untuk nama baik persekutuannya? Jawaban saya bisa iya lagi.
Kurang lebih setahun terakhir ini, saya mendapat tugas tambahan menjadi
guru di SD. Saya mengajar bidang studi sesuai dengan disiplin ilmu yang saya
pelajari di bangku kuliah. Saya mengukur kemampuan saya sebagai seorang guru,
saya berkesimpulan bahwa sejauh ini saya menjadi seorang guru dalam kategori
“guru standar”, kategori guru yang tidak buruk-buruk amat juga belum termasuk
kelompok guru hebat. Yang paling penting saya bisa mengajar dengan baik.
Perkara menjadi guru yang baik atau hebat, itu melulu wewenang anak didik yang
menilai. Saya menikmati profesi saya, seorang frater yang mengajar, seorang
guru yang biarawan. Indah sekali, bukan?
Demikianlah beberapa potensi diri yang saya miliki yang bisa saya
sumbangkan untuk kongregasi. Saya tidak sedang bercerita tentang kehebatan
saya, karena memang tidak ada apa-apanya, tetapi saya hanya ingin mengungkapkan
apa yang bisa saya lakukan sebagai persembahan diri saya untuk persekutuan yang
menjadi bagian dari hidup saya ini. Beberapa potensi tersebut sudah saya
aktualisasikan selama ini. Selebihnya masih menjadi perjuangan saya. Semoga apa
yang menjadi harapan sang formator agar saya bisa mengoptimalkan semua potensi
diri yang saya miliki untuk disumbangkan bagi persekutuan ini, dapat terwujud
sejauh masih mungkin sebelum ajal menjemput.