Thursday, 28 July 2016

Apa yang Paling Berharga?

Setiap pribadi memiliki sesuatu yang paling berharga bagi dirinya sendiri. Entah itu berupa harta atau barang, karsa atau kehendak yang dimanifestasi dalam bentuk buah pikiran atau gagasan maupun berupa karya yang diwujudkan dalam berbagai hasil kerja nyata atau tindakan konkret. Sesuatu yang paling berharga itu bisa disumbangkan bagi kemaslahatan sesama dan membuat hidup bagi si penyumbang menjadi lebih bermakna.
Bagi saya dalam kapasitasnya sebagai seorang religius, frater Bunda Hati Kudus, yang paling berharga bagi saya adalah semua potensi diri yang saya miliki yang bisa saya sumbangkan bagi kongregasi melalui tugas perutusan yang saya lakukan.
Berkaitan dengan hal ini, saya ingat akan sebuah wejangan seorang formator ketika saya masih frater novis dulu. Dalam sebuah kesempatan wawanhati (bimbingan), beliau pernah menyatakan demikian kepada saya, “menurut pengamatan saya, frater memiliki banyak potensi, apabila semua potensi itu bisa dikembangkan secara optimal, frater akan memberi sumbangan banyak untuk kongregasi.” Saya masih ingat pesan itu dengan baik sampai saat ini. Pesan itulah yang memberi saya motivasi untuk terus berkembang. Sebagian sudah saya upayakan, selebihnya merupakan bagian dari perjuangan saya.
Pada masa frater yunior tahun pertama setelah dua tahun di novisiat, saya mendapat tugas perutusan mendampingi asrama frateran Podor, Larantuka, Flores Timur sebagai assisten bapak asrama. Pada asrama inilah, apa yang menjadi potensi saya diaktualisasikan demi mendukung tugas perutusan yang dipercayakan kepada saya. Kemampuan saya dalam bidang olahraga seperti sepak bola, bola volley dan basket, saya gunakan sebagai sarana pendampingan. Dengan ikut berolahraga bersama mereka, saya ikut terlibat dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Sambil ikut bermain, saya hadir sebagai teman dan pendamping mereka.
Hal yang sama juga saya lakukan bersama putera-puteri asrama yang tergabung dalam kelompok paduan suara. Saya berlatih bersama mereka, menemani, mendampingi dan kadang-kadang terlibat sebagai pelatih. Walaupun dengan kemampuan saya yang terbatas, kegiatan itu bisa berjalan dan kami bisa menyanyi di gereja paroki dengan baik setiap kali kami bertugas.
Beberapa waktu terakhir, saya mempunyai hobi baru yaitu menulis. Kesukaan yang kini boleh dikatakan sebagai salah satu potensi yang saya miliki ini, pada awalnya dimulai dari hal yang sungguh sederhana. Saya ingat kebiasaan ini saya mulai dari membangun niat selama masa prapaskah ketika saya novis tahun pertama, yaitu setengah jam sebelum istirahat siang, saya berada di ruang rekreasi untuk membaca koran. Artikel-artikel yang saya baca saat itu adalah tentang olahraga dan berita selebriti. Dengan membaca tentang dua bidang yang menjadi kesukaan saya ini, kebiasaan itu mampu membuat saya setia pada niat saya sendiri. Pada awalnya hanya sebuah niat sederhana, lama-kelamaan menjadi sebuah habitus, gaya hidup saya. Saya menjadi suka membaca tentang berbagai bidang atau tema. Tidak hanya koran yang saya baca selanjutnya tetapi juga buku-buku, majalah-majalah rohani, artikel-artikel dari internet dan sebagainya.
Kebiasaan yang baik ini membuat pengetahuan saya semakin luas. Selain itu banyak kosakata dan istilah-istilah yang diserap dan tersimpan dalam otak saya. Saya menjadi kaya dengan perbendaharaan kata juga ide-ide dan gagasan oleh karena kebiasaan ini. Apa yang orang katakan bahwa kita menulis dari apa yang pernah kita baca, hal itulah yang saya alami. Saya bisa menulis dengan baik dan mudah karena saya terbiasa dengan membaca.
Saat ini saya bertugas, membantu di sekretariat. Salah satu pekerjaan kesekretariatan adalah menjadi notulis rapat. Pengalaman saya sejauh ini, saya bisa melakukannya dengan baik. Bukankah potensi diri yang saya miliki dalam hal ini bersumbangsih bagi kepentingan kongregasi? Saya kira jawabannya bisa iya.
Saya suka menulis cerita pendek tentang berbagai pengalaman hidup saya. Cerita-cerita karya tulis saya dipublikasikan melalui OIKOS, majalah para frater juga di media sosial seperti facebook dan blog pribadi saya. Saya menulis cerita-cerita yang diangkat dengan latar belakang pengalaman saya sendiri dengan perpaduan antara cara pandang pemaknaan baru dan rekayasa aneka pemikiran imajinatif. Mereka yang sempat membacanya memberi apresiasi bahwa tulisan saya baik dan memberi inspirasi. Seorang frater yang karyanya memberi inspirasi bagi orang lain, bukankah dalam hal ini dia telah memberi andil untuk nama baik persekutuannya? Jawaban saya bisa iya lagi.
Kurang lebih setahun terakhir ini, saya mendapat tugas tambahan menjadi guru di SD. Saya mengajar bidang studi sesuai dengan disiplin ilmu yang saya pelajari di bangku kuliah. Saya mengukur kemampuan saya sebagai seorang guru, saya berkesimpulan bahwa sejauh ini saya menjadi seorang guru dalam kategori “guru standar”, kategori guru yang tidak buruk-buruk amat juga belum termasuk kelompok guru hebat. Yang paling penting saya bisa mengajar dengan baik. Perkara menjadi guru yang baik atau hebat, itu melulu wewenang anak didik yang menilai. Saya menikmati profesi saya, seorang frater yang mengajar, seorang guru yang biarawan. Indah sekali, bukan?
Demikianlah beberapa potensi diri yang saya miliki yang bisa saya sumbangkan untuk kongregasi. Saya tidak sedang bercerita tentang kehebatan saya, karena memang tidak ada apa-apanya, tetapi saya hanya ingin mengungkapkan apa yang bisa saya lakukan sebagai persembahan diri saya untuk persekutuan yang menjadi bagian dari hidup saya ini. Beberapa potensi tersebut sudah saya aktualisasikan selama ini. Selebihnya masih menjadi perjuangan saya. Semoga apa yang menjadi harapan sang formator agar saya bisa mengoptimalkan semua potensi diri yang saya miliki untuk disumbangkan bagi persekutuan ini, dapat terwujud sejauh masih mungkin sebelum ajal menjemput.
Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment