Sunday, 29 March 2015

Ada yang mengira namaku FRATER

Kisah ini terjadi pada suatu hari ketika saya tidak ada jam kuliah. Seperti biasanya saya mengisi waktu luang ini dengan hal-hal yang berguna. Kali ini saya menggunakan waktu luang itu untuk menyelesaikan tugasku. Saya memilih ruang UKM BKK untuk menyelesaikan tugasku itu. Ruang UKM BKK adalah sebuah ruangan di kampusku sebagai sentral kegiatan Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Kerohanian Katolik dimana saya adalah salah seorang yang aktif sebagai anggota. Saya biasa berada di sana pada waktu luang selain untuk menyelesaikan tugas juga untuk istrahat atau bersantai ria bersama teman-teman sambil menunggu jam kuliah berikutnya.
Pada suatu hari, ketika saya sedang menyelesaikan tugasku ada seorang teman tiba-tiba bertanya kepadaku, kapan saya berlibur ke rumah. Dia menyapa saya dengan panggilan Frater seperti teman-teman lain yang sudah mengenal siapa saya sesungguhnya. Saya pun menjelaskan kepadanya aturan biara yang berlaku bagi setiap Frater yang mendapat tugas kuliah dan aturan-aturan lain yang berkaitan dengan waktu liburan bagi para Frater.
Penjelasanku itu membuat teman dari temanku yang ikut bercerita bersama kami menjadi terkejut. Dengan rasa heran dia bertanya, “Jadi, Frater itu bukan namamu?!” (hahaha.wkwkwk.ckckck) Kami semua tertawa berbahak-bahak menanggapi pertanyaannya. Ruang UKM makin riuh oleh tertawaan teman-teman beberapa saat kemudian setelah mendengar cerita temanku itu. Hal ini terjadi karena dia (teman dari temanku) adalah seorang non Katolik.
UKM BKK, April 2011
Readmore → Ada yang mengira namaku FRATER

Friday, 27 March 2015

Sebuah Surat Cinta

Pengalamanku ini terjadi ketika saya masih sebagai siswa kelas 3 SMA. Sekolahku mengadakan retret yaitu suatu kegiatan pembinaan rohani bagi para siswa. Tujuan retret kali ini adalah sebagai momen yang tepat untuk merefleksi kembali perjalanan hidup kami sebagai siswa pada masa-masa yang telah kami lalui dan sekaligus sebagai persiapan menghadapi ujian akhir. Kami mengadakan retret kali ini di tepat yang sangat sunyi dan dingin, di sebuah rumah retret yang hening dan sangat mendukung kegiatan kami. Berbagai acara kami lakukan, seperti: berdoa, refleksi, renungan, mendengarkan pengarahan, sharing pengalaman, dan sebagainya. Kami mengikuti semua acara dengan sungguh-sungguh dan kusuk. Kami merasa senang dengan kegiatan rohani ini.
Saya mempunyai sebuah pengalaman menarik yang membuat saya selalu ingat hingga saat ini. Pada suatu ketika, pembimbing retret meminta kami membentuk beberapa kelompok kecil yang terdiri atas beberapa orang siswa dan salah seorang guru sebagai pendamping. Tugas kami adalah membuat surat cinta untuk orang tua kami masing-masing. Setelah itu kami membacakannya di hadapan teman-teman anggota kelompok. Surat yang memiliki kesan tersendiri akan dipilih oleh teman-teman anggota kelompok untuk dibacakan di hadapan seluruh peserta retret.
Saya terpilih mewakili kelompokku untuk membacakan suratku di hadapan seluruh peserta retret karena menurut mereka suratku memiliki kesan yang sedikit berbeda dengan yang lainnya. Kujalani tugasku dengan baik. Singkat cerita isi suratku membuat seisi ruangan riuh oleh karena isak tangis teman-temanku. Mereka menangis karena terharu mendengar isi suratku. Seluruh peserta retret, guru-guru pendamping dan pembimbing retret pun turut sedih karena isi suratku itu.
Suratku itu bagaikan tabir yang terbelah dan menyibak rahasia kisah hidupku selama ini. Siapa saya yang mereka kenal selama ini ternyata amat berbeda dengan siapa saya yang sesungguhnya. Mereka mengenalku sebagai seorang teman yang suka senyum, periang dan terkesan memiliki kisah hidup tanpa masalah. Ternyata mereka salah. Isi suratku menyadari teman-temanku bahwa perjalanan hidupku selama ini diwarnai berbagai rintangan dan tantangan, liku-liku dan kerikil tajam. Semua itu terjadi karena kepergian mamaku yang tak akan pernah kembali kepadaku selamanya.
Suratku itu kutulis di keheningan rumah retret dengan linangan air mata kesedihan. Pada awalnya saya bingung, kemana saya harus kirimkan suratku itu. Sesuai arahan pembimbing retret bahwa kami harus kirim ke orang tua masing-masing sedangkan saya tidak memiliki orang tua, mamaku sudah meninggal dunia dan bapakku sudah menikah lagi. Akhirnya saya memilih saudari sulungku sebagai orang yang berhak menerima suratku itu. Dialah pengganti orang tuaku. Dia bukan saja saudariku tetapi dia juga adalah bapak sekaligus mamaku. Suratku itu adalah kado retretku buatnya, sekaligus sebagai bentuk ucapan terima kasihku mewakili sanak saudaraku atas jasa-jasa dan pengorbanannya selama menjadi orang tua kami.
Readmore → Sebuah Surat Cinta

Sepenggal Kisah di Bangku SMA

SMAK Katolik Frateran. Itulah nama sekolahku yang kupilih sebagai tempat menuntut ilmu pada jenjang menengah atas. Sebuah sekolah swasta Katolik yang cukup terkenal di kota kelahiranku. Dia terkenal karena mutunya, fasilitasnya, kedisiplinan dan output yang dihasilkan oleh sekolah itu. Dan yang paling penting adalah sekolahku itu dikelola oleh sebuah lembaga religius dari
Gereja Katolik. Mereka adalah sekelompok biarawan yang memiliki kemapuan lebih dalam mengelola lembaga pendidikan. Saya sangat bangga menjadi salah seorang siswa di sekolah ini. Kesempatan menjadi salah seorang siswa di sekolah favorit ini tidak membuatku sombong, tetapi justru membuatku tetap rendah hati dan semakin tekun dalam studiku. Ketekunanku membuahkan hasil yang cukup memuaskan. Pada kelas 1 triwulan pertama saya meraih pringkat ke-2 di kelas dan masuk dalam kategori 10 besar seangkatan. Karena peringkat inilah, salah terpilih menjadi salah seorang siswa berprestasi dan masuk kelas unggul.
Entah karena pertimbangan apa, pada kelas ini teman-teman memilihku menjadi ketua kelas. Tugasku mejadi ketua kelas pada kelas ini tidak terlalu sulit karena teman-temanku adalah orang-orang cerdas baik secara intelektual maupun secara emosional dan mereka mudah untuk diajak kerja sama.
Suatu ketika di sekolahku ada kegiatan kerja bakti membersihkan kelas masing-masing. Saya pun mengarahkan teman-temanku untuk membersihkan kelas kami. Pekerjaan pun selesai pada waktunya. Kepala sekolahku yang adalah seorang Frater berjalan dari kelas ke kelas untuk memeriksa hasil kerja kami. Dari hasil pengamatannya kelas kami adalah yang paling kotor. Hal ini membuat guru wali kelas kami menjadi gerah. Dia merasa malu pada kepala sekolah dan rekan-rekan gurunya dan ia menjadi sangat marah kepada kami. Karena masalah itu, kami semua mendapat hukuman. Kami dipukul dihadapan teman-teman dari kelas lain. Saya sebagi ketua kelas mendapat “jatah” lebih banyak dari teman-teman yang lain. Dari pengalaman ini, kami tidak merasa sakit hati atau dendam tetapi justru kami diarahkan agar lebih teliti dan bertanggung jawab dalam bekerja.
Pada kesempatan lain, pengalaman yang sama kembali terjadi. Namun, kali ini ketua kelas menjadi korbannya. Suatu kali ketika guru wali kelas kami hendak memasuki kelas, beliau mendapati suasana kelas kami yang sangat ribut. Sebagai ketua kelas, saya diminta pertanggungjawaban. Saya mendapatkan hukuman push up sebanyak 20 kali. Hal ini karena wali kelas kami adalah guru olahraga. Akibat dari hukuman itu, kedua lengan dan badan saya menjadi sangat sakit. Sekali lagi saya tidak dendam tetapi saya dilatih agar lebih bertanggung jawab dalam menjadi seorang pemimpin. Kedua hukuman itu selalu kuingat hingga saat ini, lebih-lebih ketika kuberjumpa dengan mantan wali kelasku itu. Itulah sepenggal kisah masa SMAku yang tak akan kulupankan.

Readmore → Sepenggal Kisah di Bangku SMA

Jatuh Cinta Pertama

Setelah lulus sekolah dasar, saya melanjutkan pendidikanku ke sekolah menengah pertama. Dari sejumlah sekolah yang ada di kotaku, saya memilih sebuah sekolah swasta katolik sebagai tempat studiku. Pada sekolah ini saya mengenal banyak teman dari berbagai daerah yang berbeda. Di antara teman-temanku, saya adalah siswa yang paling rajin, disiplin, teratur dan bertanggung jawab. Demikianlah kesan dan pendapat dari guru-guru di sekolahku tentang saya. Karena hal inilah pada kelas 2, saya dipercaya menjadi ketua OSIS di sekolah itu. Saya mendapat kesempatan lagi untuk belajar menjadi seorang pemimpin. Kepercayaan itu adalah bentuk apresiasi dari teman-temanku dan guru-guruku atas ketekunan dan prestasi yang kuraih di sekolah itu.
Sejalan dengan perkembangan usiaku, saya pun mulai mengalami perubahan-perubahan baik secara rohani maupun jasmani. Seperti lazimnya terjadi pada teman sebayaku, saya pun mulai merasakan adanya ketertarikan pada teman wanitaku. Saya mengalami jatuh cinta pertama pada gadis kecilku yang adalah adik kelasku. Bersamanya, kami mulai merajut benang asmara dan belajar melakoni kisah cinta sepasang anak remaja. Benar kata orang, “cinta pertama tak akan pernah mati”. Pengalaman jatuh cinta pertama dengan gadis kecilku itu hingga saat ini menjadi kenangan paling indah yang pernah ada dalam sejarah hidupku.

Readmore → Jatuh Cinta Pertama

Sekolah Baru

Sejak mamaku meninggal dunia, saya dan sanak saudaraku tinggal bersama nenek dan sanak keluarga mama. Di tempat itu juga saya melewati masa-masa kecilku dan menjalani masa pendidikanku sebagai anak sekolah dasar sampai kelas 5. Pada kelas 6 saya pindah sekolah ke tempat bapakku.  
Di sekolah baruku ini ada banyak hal baru yang kutemui. Teman-teman baru, situasi baru dan kondisi fisik bangunan sekolah yang sangat memprihatinkan. Bangunan lama yang terbuat dari bambu dan bahan-bahan lokal, ruang kelas yang tidak lengkap dan jumlah murid yang sangat sedikit adalah beberapa masalah yang kutemui di sekolah baruku itu. Keadaan ini, terutama kondisi fisik bangunan sekolah ini disebabkan oleh gempa bumi maha dasyat yang mengguncang Pulau Flores beberapa tahun sebelumnya.  
Namun, semua masalah itu tidak mengurangi semangatku dalam belajar. Hal itu terbukti dengan prestasi yang kuraih triwulan pertama di sekolah itu. Saya meraih peringkat pertama dan oleh karena prestasiku itu, saya diangkat menjadi ketua umum di sekolah itu. Saya merasa bangga pada diriku sendiri dan saya bersyukur karena sejak di sekolah dasar saya telah diberi kesempatan untuk belajar menjadi seorang pemimpin.
Pengalaman menarik yang tak akan kulupakan ketika saya menjadi salah seorang murid di sekolah baruku itu, yakni saya pernah mendapat kepercayaan untuk mengikuti lomba lari cepat berjarak 100 meter antar sekolah. Pada perlombaan itu saya meraih juara kedua dan menjadi utusan wilayah untuk mengikuti lomba lari yang sama di tingkat kecamatan. Sebuah pengalaman menarik dan patut dibanggakan.
Saya menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di sekolah itu dengan prestasi yang memuaskan. Saya memperoleh nilai tertinggi pada ujian akhir nasional di sekolah itu dan peringkat kedua di tingkat wilayah.
Readmore → Sekolah Baru

Komuni Pertama

Saya adalah seorang anak yang dilahirkan oleh orang tua yang beragama katolik. Orang tuaku mendidik dan membesarkan saya dalam lingkungan masyarakat yang didominasi oleh orang-orang yang beragama katolik juga. Mereka menanamkan nilai-nilai kristiani dan tradisi-tradisi yang berlaku dalam gereja katolik sejak saya masih kecil.
Sebagai anak yang beragama katolik, salah satu tradisi yang menjadi kerinduan tiap anak kecil atau pun orang dewasa yang telah dipermandikan adalah menyambut Tubuh Kristus atau Komuni Suci pada setiap perayaan ekaristi. Saya pun demikian. Kerinduanku itu terpenuhi pada waktu saya kelas 5 SD. Seluruh kegiatan dan persiapan-persiapan kuikuti dengan tekun agar saya boleh menyambut Yesusku dengan hati yang layak dan suci.
29 Juni 1997 adalah hari yang istimewa dalam hidup keagamaanku. Untuk pertama kalinya pada saat itu saya menyambut Komuni Suci. Saya sangat bahagia, walaupun hati kecilku menangis karena kebahagiaanku tidak disaksikan oleh orang yang sangat kusayangi, yaitu mamaku yang telah meninggalkanku untuk selamanya ketika saya masih kecil. Tetapi saya tidak sedih saya memiliki saudari yang pengganti mamaku. Dialah yang menjadi pendampingku dalam menyambut Komuni Suci saat itu.
Sejak saat itu, Arry kecil pun tumbuh menjadi seorang katolik yang tidak mengalami kerinduan pada Komuni Suci lagi. Setiap kali mengikuti perayaan ekaristi, dia selalu menyambut Yesus yang diyakini sebagai Tuhannya.
Readmore → Komuni Pertama

Pemain Pelengkap

Pengalaman ini terjadi ketika saya masih sebagai seorang anak sekolah dasar kelas tiga. Pada waktu itu, sekolahku mengadakan sebuah turnamen sepak bola antar SD. Ada beberapa sekolah yang turut mengambil bagian dalam ajang tersebut. Sebagai Arry kecil tentu saya sangat senang karena selain ramai dan dapat mengenal teman-teman dari sekolah lain, kegiatan itu menjadi ajang bergengsi untuk mencari pengakuan, sekolah mana yang memiliki pesepak bola yang lebih berbakat dan berkualitas.
Sebagai anak kecil yang sangat menggemari olahraga ini, saya ingin menjadi salah seorang pemain dalam team sekolahku. Namun keinginanku itu tidak terpenuhi karena pada saat itu secara fisik saya masih sangat kecil dan para pemain rata-rata diambil dari anak kelas 4 sampai kelas 6, sedangkan saya masih kelas 3. Saya tidak kecewa tetapi justru saya bangga menyaksikan kepiawaian teman-temanku beraksi di lapangan hijau.
Ada kisah menarik terjadi pada saat akan dimulainya sebuah pertandingan antara dua team dari dua sekolah yang berbeda. Ketika wasit hendak meniup peluit tanda pertandingan dimulai, salah satu kesebelasan yang akan bertanding pemainnya hanya berjumlah 10 orang. Mereka mengalami kekurangan 1 orang pemain. Entah karena pertimbangan apa, akhirnya wasit memanggil seorang penonton untuk melengkapi kekurangan itu.
Saya adalah penonton yang menjadi pemain pelengkap itu. Walaupun hanya sebagai pemain pelengkap tetapi saya sangat menikmati permainanku. Saya merasa bangga pada diriku sendiri karena saya turut memberi andil bagi teamku dalam pertandingan itu terutama dalam memberi assist untuk menciptakan salah satu goal. Arry kecil yang adalah salah seorang penonton yang dipilih sebagai pemain pengganti telah sukses menjalani tugasnya.
Readmore → Pemain Pelengkap

Duka di Bulan Desember

Hari Sabtu, 12 Desember 1992, terjadi bencana alam di Flores. Sebuah gempa bumi dasyat mengguncang pulau Flores. Bangunan-bangunan pemerintahan, rumah ibadah, sekolah, infrastruktur dan lain sebagainya rusak berat. Bencana itu membuat penduduk menderita, kehilangan tempat tinggal, mengalami trauma dan korban jiwa.
Pada waktu itu, saya adalah seorang murid sekolah dasar. Ketika terjadi gempa, saya sudah berada di rumah. Sekolahku rusak berat tetapi rumahku dan beberapa rumah di kampungku aman dari bencana itu. Tidak ada korban jiwa juga.
Selama beberapa tahun, aktifitas di sekolah berlangsung sebagaimana biasanya, walaupun bangunannya terbuat dari bambu dan bahan-bahan lokal lainnya. Kira-kira tiga tahun setelah kejadian itu, kami sudah bisa menggunakan bangunan baru.
Kejadian itu meninggalkan banyak kenangan pahit, pengalaman traumatik, takut dan kehilangan anggota keluarga. Dan sebagai seorang anak kecil yang pernah mengalami kejadian itu, saya masih mengalami hal itu hingga saat ini.
Readmore → Duka di Bulan Desember

Sunday, 15 March 2015

Cara-Nya sederhana tetapi mengagumkan


Gua Maria Kerep Ambarawa Juli 2014
"Dek, tahu kah kau, ketika kau dekat atau berbicara tentangnya, perasaanku menjadi tak karuan. Merasa kecewa dan marah seakan tak terelakan dikala kau menyebut namanya.
Tapi aku tidak tahu apa penyebabnya.

Aku hanya menduga, mungkin aku cemburu.
Kalau memang demikian, pertanyaannya adalah mengapa aku harus cemburu???
Bukankah kau hanyalah sahabatku???
Mengapa aku harus memiliki perasaan seperti itu???
Kata orang, cemburu itu karena cinta (entah cinta apa namanya).
Mungkinkah aku jatuh cinta padamu???

Ah, tidak perlu aku harus jujur pada perasaanku sendiri.
Satu hal yang terpenting dari pengalamanku ini adalah kau telah mempertemukanku dengan rasa itu.
Kehadiranmu membawaku pada sebuah kesadaran,
bahwa aku yg memilih hidup "menyimpang dari dunia" ini
ternyata aku masih normal sebagai manusia lelaki,
manusia yg dilengkapi sang Pencipta dengan perasaan mencitai dan dicintai".

Tuhan, cara-Mu sederhana tetapi begitu indah dan mengagumkan.
Terima kasih, puji syukur dan sembah bakti kunaikan kehadirat-Mu.
Amin.

Readmore → Cara-Nya sederhana tetapi mengagumkan