Saturday, 19 August 2017

MEMELUK KEGELAPAN

“Kamu tidak perlu menceritakannya. Itu sudah menjadi rahasiamu. Biarlah kamu sendiri saja yang tahu,” kata aku yang satu. Tetapi aku yang lain membantah, “Kamu harus cerita! Tujuannya bukan hanya untuk diketahui orang lain tapi lebih dari itu. Dengan bercerita, kamu bisa menerima pengelaman kegelapanmu itu. Tentu itu membuatmu tidak nyaman, malu atau kamu akan ditolak oleh teman-temanmu tetapi dengan bercerita kamu akan berdamai dengannya. Kamu akan sembuh. Jadi, berceritalah!”
Sepanjang malam aku bergulat dengan diriku sendiri. Kedua aku yang ada dalam diriku terus bergejolak, mempertahankan argumennya masing-masing. Hingga lelah membawaku dalam tidur yang tidak nyaman.
Pagi itu, setelah malam yang berat kulewati, aku akhirnya bisa memilih berpihak pada salah satu aku. “Ketika masih remaja, aku pernah jatuh cinta kepada seseorang. Setelah sekian lama memendam perasaan itu, suatu saat aku menemukan keberanian untuk menyatakannya. Tetapi hal yang tidak kuharapkan terjadi padaku. Aku ditolak bahkan dihina olehnya. Aku merasa malu dan patah hati. Pengalaman cinta pertama yang buruk itu sangat berpengaruh bagi diriku yang sekarang ini, terutama dalam hal orientasi seksual.” Serentak teman-temanku bertepuk tangan, memberi dukungan. Rasanya plong. Ketakutanku sirna. Bukan penolakan yang kualami tetapi aku mendapatkan rangkulan persaudaraan. Aku diterima apa adanya diriku.  Sesaat aku menyadari satu sisi diriku yang suka berada dalam zona nyaman menghilang entah ke mana. Adu gagasan telah usai. Pergulatanku telah berakhir. Tinggalah satu sisi diriku yang lain. Kurangkul akuku yang ini dengan cinta yang hangat sebagaimana aku merangkul diriku apa adanya. Diriku yang memiliki orientasi ketertarikan yang tidak lazim.
***
Untukmu yang telah berbagi persaudaraan denganku
sang tenang
Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment