Thursday, 3 August 2017

BERKAT DI BALIK KERAPUHAN

“Andre, terima kasih banyak yah. Kamu adalah sahabatku yang terbaik. Kamu sabar mendengarkan cerita-ceritaku tentang masa lalu yang kelam itu. Tidak pernah sekalipun kamu menyela apalagi menghakimiku. Sekarang aku merasa lebih tenang, plong, dan bebas dari tekanan pengalaman memalukan itu. Terima kasih banyak yah.” Aku mengangguk, merespon apresiasi tulus Rani, teman baikku atas kesetiaan aku menjadi sahabatnya dalam berbagi kisah.
Udara sejuk menyelimuti kami di senja yang elok itu. Beberapa buah gazebo menghampar santun, memenuhi taman dengan jarak kira-kira 10 meter memisahkan satu dengan yang lainnya. Pada sebuah gazebo di sudut taman doa itu, duduklah dengan takzim sepasang sahabat, aku dan Rani. Kami menghabiskan senja berdua untuk berbagi cerita hidup yang selama ini membebani batin kami masing-masing.
“Andre, kamu tahu aku adalah orang yang agak tertutup. Sebenarnya aku tidak berani membuka aibku itu kepada siapa pun termasuk kamu yang selama ini sudah kupercayai. Tetapi karena kamu telah memulainya, aku sepertinya memiliki keberanian. Kamu memberi aku energi positif untuk membuka diri. Kebebasanmu dalam berbagi pengalaman masa lalumu membangkitkan keberanianku untuk menceritakan apa yang selama ini kututup rapat-rapat. Terima kasih banyak yah.” Seulas senyum termanis yang kumiliki, tulus kurekahkan kepadanya. Saat itu juga hati dan pikiranku kompak mengamini sebuah kalimat hebat yang dikatakan Romo pembimbing retret pada konferensi siang tadi, “hanya ketika kita mengenali kegelapan diri, kita mampu hadir bersama kegelapan orang lain.” Sesaat aku menyadari berkat-Nya di balik kerapuhanku. Batinku bercahaya. Dalam diam seuntai nada syukur kunaikan kehadirat-Nya.

Malang, 03 Agustus 2017
Walter Arryano
Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment