Menjadi “anak emas” mama sangat menyenangkan dan
membuatku sungguh-sungguh menikmati indahnya hidup di dunia ini. Namun,
indahnya hidup bersama mama kualami dalam kurung waktu yang sangat singkat.
Mama hidup bersamaku hanya sekitar tiga atau empat tahun. Suatu masa yang
begitu singkat. Hanya sekian persen dari masa hidupku.
Cinta, perhatian, kasih sayang dan kebahagian yang
kuperoleh dari mamaku pergi begitu saja dari hidupku. Semuanya terkubur bersama
jasad mamaku yang harus terpisah dari jiwanya atas perintah dan kehendak Sang
Khalik. Semuanya kembali kepada Bapa yang telah memberikannya kepadaku melalui
mamaku. Aku tidak akan mengalaminya lagi seumur hidupku.
Mamaku telah tiada. Ia telah pergi untuk selamanya.
Segala cinta dan pengorbanan mama mungkin suatu hari nanti akan kualami lagi.
Tapi aku yakin tak seindah dan setulus yang diberikan mama yang mengandung dan
melahirkanku. Siapa pun dia tidak akan pernah bisa menggantikan mamaku.
Menyedihkan dan memang sangat menyedihkan. Sejak saat itu
aku mulai merasa kehilangan kasih sayang seorang ibu yang ketulusan dan
pengorbanannya tak dapat kukisahkan dengan kata-kata. Aku sedih dan merasa
sangat kehilangan. Hidupku serasa tak bermakna. Cita-cita dan harapan mama atas
diriku terkubur bersama jasad fana mamaku.
Namun, aku tidak diam dan pasrah pada keadaan. Sang waktu
pun membawaku pada suatu kesadaran bahwa hidup ini adalah anugerah Allah. Oleh
karena itu, semua yang telah terjadi dalam hidupku adalah karya dan kehendak
Allah sendiri. Aku percaya bahwa Allah memberi yang terbaik bagi hidupku.
Karena keyakinan inilah kucoba bangkit dari pengalaman
ditinggalkan dan melangkah maju menuju masa depan dengan seluruh talenta dan
kemampuan yang Tuhan anugerahkan kepadaku. Aku dibimbing oleh saudari sulungku
yang menjadi pengganti mamaku. Sejak saat itu, aku mulai belajar menjalani hidup
dan segala dinamikanya, bagaimana berdoa, bekerja, bagaimana menjadi pribadi
yang mandiri dan mampu menghadapi setiap masalah yang merintangi jalan hidupku.
Kulakukan semua itu terdorong oleh kesadaranku bahwa tidak ada yang perlu
ditakuti dalam hidup ini, yang perlu hanyalah memahami.
Aku adalah anak kebanggaan mama. Aku tak tega membiarkan
mamaku sedih melihat tingkah lakuku yang tidak menentu. Dalam dekapan cintanya,
mamaku pernah berbisik di telingaku, “Nak, kamulah putera pertama dalam
keluarga kita. Kamu adalah penerus keluarga kita. Kamulah yang menjadi tulang
punggung keluarga kita. Hidup dan matinya saudara dan saudarimu ada di
pundakmu. Kamu harus bertanggung jawab atas diri mereka. Berjuanglah anakku dan
janganlah menyerah.......!”
Harapan mamaku begitu besar dalam diriku. Dan pada titik
inilah aku mulai mengerti bahwa Tuhan telah membuat model hidupku lain dari
yang lain. Dia membiarkan mamaku meninggal sejak aku masih kecil dengan maksud
agar aku mulai belajar menjalani hidup dengan segala tuntutannya sejak usia
dini sehingga aku pun semakin mantap menapaki jalan hidupku menuju masa depan
yang lebih baik.
Tuhan, terima kasih....
semoga kelak aku
boleh berjumpa dengan mamaku di dalam Rumah Bapa di surga. Amin.
“Hidup adalah anugerah Allah yang terindah. Marilah kita
menghiasinya dengan segala sesuatu yang kita miliki seindah mungkin demi kemuliaan
nama-Nya”.