Thursday, 15 January 2015

Mama kembali ke “Rumah Bapa”

Menjadi “anak emas” mama sangat menyenangkan dan membuatku sungguh-sungguh menikmati indahnya hidup di dunia ini. Namun, indahnya hidup bersama mama kualami dalam kurung waktu yang sangat singkat. Mama hidup bersamaku hanya sekitar tiga atau empat tahun. Suatu masa yang begitu singkat. Hanya sekian persen dari masa hidupku.
Cinta, perhatian, kasih sayang dan kebahagian yang kuperoleh dari mamaku pergi begitu saja dari hidupku. Semuanya terkubur bersama jasad mamaku yang harus terpisah dari jiwanya atas perintah dan kehendak Sang Khalik. Semuanya kembali kepada Bapa yang telah memberikannya kepadaku melalui mamaku. Aku tidak akan mengalaminya lagi seumur hidupku.
Mamaku telah tiada. Ia telah pergi untuk selamanya. Segala cinta dan pengorbanan mama mungkin suatu hari nanti akan kualami lagi. Tapi aku yakin tak seindah dan setulus yang diberikan mama yang mengandung dan melahirkanku. Siapa pun dia tidak akan pernah bisa menggantikan mamaku.
Menyedihkan dan memang sangat menyedihkan. Sejak saat itu aku mulai merasa kehilangan kasih sayang seorang ibu yang ketulusan dan pengorbanannya tak dapat kukisahkan dengan kata-kata. Aku sedih dan merasa sangat kehilangan. Hidupku serasa tak bermakna. Cita-cita dan harapan mama atas diriku terkubur bersama jasad fana mamaku.
Namun, aku tidak diam dan pasrah pada keadaan. Sang waktu pun membawaku pada suatu kesadaran bahwa hidup ini adalah anugerah Allah. Oleh karena itu, semua yang telah terjadi dalam hidupku adalah karya dan kehendak Allah sendiri. Aku percaya bahwa Allah memberi yang terbaik bagi hidupku. 
Karena keyakinan inilah kucoba bangkit dari pengalaman ditinggalkan dan melangkah maju menuju masa depan dengan seluruh talenta dan kemampuan yang Tuhan anugerahkan kepadaku. Aku dibimbing oleh saudari sulungku yang menjadi pengganti mamaku. Sejak saat itu, aku mulai belajar menjalani hidup dan segala dinamikanya, bagaimana berdoa, bekerja, bagaimana menjadi pribadi yang mandiri dan mampu menghadapi setiap masalah yang merintangi jalan hidupku. Kulakukan semua itu terdorong oleh kesadaranku bahwa tidak ada yang perlu ditakuti dalam hidup ini, yang perlu hanyalah memahami.
Aku adalah anak kebanggaan mama. Aku tak tega membiarkan mamaku sedih melihat tingkah lakuku yang tidak menentu. Dalam dekapan cintanya, mamaku pernah berbisik di telingaku, “Nak, kamulah putera pertama dalam keluarga kita. Kamu adalah penerus keluarga kita. Kamulah yang menjadi tulang punggung keluarga kita. Hidup dan matinya saudara dan saudarimu ada di pundakmu. Kamu harus bertanggung jawab atas diri mereka. Berjuanglah anakku dan janganlah menyerah.......!”
Harapan mamaku begitu besar dalam diriku. Dan pada titik inilah aku mulai mengerti bahwa Tuhan telah membuat model hidupku lain dari yang lain. Dia membiarkan mamaku meninggal sejak aku masih kecil dengan maksud agar aku mulai belajar menjalani hidup dengan segala tuntutannya sejak usia dini sehingga aku pun semakin mantap menapaki jalan hidupku menuju masa depan yang lebih baik.
Tuhan, terima kasih.... semoga kelak aku boleh berjumpa dengan mamaku di dalam Rumah Bapa di surga. Amin.

“Hidup adalah anugerah Allah yang terindah. Marilah kita menghiasinya dengan segala sesuatu yang kita miliki seindah mungkin demi kemuliaan nama-Nya”.
Comments
0 Comments