Monday, 19 January 2015

Cinta Sejati

“…kumencintaimu lebih dari apapun
     meskipun tiada satu orang pun yang tahu
     kumencintaimu sedalam-dalam hatiku
     meskipun engkau hanya kekasih gelapku…”
Walkman kecil hadiah terakhir dari sahabatku terus memperdengarkan syair-syair indah karya group band Ungu. Bersama sang vokalis handalnya Pasha, para personil Ungu dengan penuh penghayatan mendendangkan hits favoritnya yang pernah mendominasi belantika musik di bumi Nusantara ini.
Kala itu malam kian larut. Suasana tak bersahabat terus menggerogoti kalbuku yang sedang gundah gulana. Aku seorang diri, duduk terpekur merenung rasa yang sedang hidup di alam sanubariku. Tak seorang pun tahu bahwa syair lagu yang setia menemani kesunyian malamku itu telah membawa alam pikiranku kembali ke memori masa lalu tentang kisah cintaku bersama Elina, gadis pujaan hatiku. Di tengah kegundahan malam itu kucoba merangkai kembali puing-puing cinta yang masih tersisa dalam hatiku yang telah lama kujadikan sebagai kenangan indah yang pernah ada dalam sejarah hidupku. Inilah serpihan kenangan indah yang berhasil kurangkum di kesunyian malam itu.
Elina adalah satu-satunya wanita dambaan hatiku ketika aku mulai mengenal cinta. Kala itu kami masih di bangku sekolah menengah pertama. Mungkin pertama kali aku mengalami jatuh cinta ketika aku mengenalnya. “Elina is my first love”. Apa pun kulakukan hanya dengan satu tujuan agar aku dapat menggapai cintanya untuk selamanya.
Hari-hari kulalui bersamanya dengan rasa cinta yang terus bergelora. Hal ini terjadi karena kami saling mencintai. Rasanya tak ada sesuatu pun yang bisa memisahkan kami. Aku mencintainya bukan karena kecantikannya semata. Tetapi ada hal lain yang lebih indah yang terpatri di balik tubuh moleknya. Ia mempunyai sejumlah mutiara yang tidak dimiliki oleh wanita manapun di planet ini. Elina adalah segalanya bagiku. Hal inilah yang mendorongku untuk senantiasa menghidupi amanat Sang Guru Cinta yang pernah berpetuah demikian : “Jangan biarkan wanita merasa dicintai karena kecantikannya, tetapi buatlah dia merasa cantik karena dicintai”. Aku pun merasa hidupku kian sempurna dengan kehadirannya yang selalu ada untukku. Namun, ternyata anggapanku salah. Ternyata aku dan Elina adalah dua insan yang pernah diberi ruang dan waktu untuk bertemu dan dihadiahi anugerah cinta oleh Yang Empunya cinta untuk saling mencintai tetapi bukan untuk saling memiliki. Itu terbukti dengan pilihan hidup yang sedang kami jalani hingga saat ini.
Selepas kami mengakhiri masa pendidikan kami di bangku SMA, semenjak itu pula kami mengawali masa-masa perpisahan kami. Saat-saat indah dalam perziarahan cinta kami : tawa-canda, bersenda gurau, berbagi kisah suka-duka hidup kami terpaksa kami akhiri dalam sebuah perpisahan yang menyayat hati. Sulit…..memang! Tapi itulah realita yang harus kami terima, maknai dan jalani sebagai bagian dari sejarah hidup kami masing-masing. Tentu selalu dalam bimbingan Karya Roh yang menjadi sumber kekuatan jiwa kami.
Akhirnya, aku harus pergi meninggalkan Elina untuk sesuatu yang luhur. Sesuatu yang mulia di hadapan Tuhan dan para pengikut-Nya. Mungkin bagi generasi di era kontemporer ini menganggap bahwa tindakanku adalah hal terbodoh yang pernah kulakukan. Tetapi tidaklah demikian bagi Elina kekasihku. Ia begitu bangga karena aku yang kelak akan menjadi mantan kekasihnya dipilih Tuhan secara istimewa untuk menjadi Pekerja di Ladang-Nya.
Sungguh sebuah ketulusan cinta yang tak mampu ditakar oleh apapun. Bahkan seorang bijak kelas wahid pun tak kuasa menguraikannya dalam goresan syair indahnya. Ketulusan cinta Elina buatku tetaplah menjadi sebuah misteri tak terselami. Dia adalah sesosok wanita sederhana yang sempurna hampir setara dengan kesempurnaan wanita Nazareth yang pernah menjadi Bunda Ilahi. Keikhlasannya mengijinkan aku hidup di balik balutan jubah putih, membuktikan bahwa ia sungguh menyayangiku. Walau pada awalnya ia tak rela aku memilih jalan ini karena ia tak ingin aku pergi dari kehidupannya, tetapi karena cita-cita dan panggilan dari orang yang sangat dicintainya ia pun merelakan juga. Hal inilah yang membuat aku kuat dalam menghayati pilihan hidupku karena aku merasa didukung oleh orang yang kukasihi.
Hari terus berlalu, waktu kian berganti. Aku pun setia menapaki lorong-lorong perjalanan panggilan hidupku. Tak jarang kutemui kerikil-kerikil tajam dan onak duri yang setia menemaniku dalam petualanganku menemui Dia yang memanggilku. Aku setia pada pilihanku bukan karena aku ingin membalas jasa orang tuaku, bukan pula karena aku ingin membahagiakan Elina-kekasihku, tetapi hidup membiara adalah pilihan dan cita-citaku sejak kecil.
Akhirnya waktu pun mengantarku ke penghujung masa pembinaan dasar sebagai novis di sebuah tarekat religius. Dan setelah mengikrarkan kaul pertama aku ditempatkan di sebuah komunitas biara milik tarekatku. Di sana aku diberi kepercayaan oleh pimpinanku sebagai pendamping para generasi muda. Bagiku tugas ini adalah sesuatu yang paling membahagiakan. Aku bahagia karena bisa hadir dan ada di tengah-tengah mereka, para kawula muda. Berusaha masuk dan terlibat dalam dunia mereka tanpa harus terbawa arus zaman mereka, itulah perjuangan dan cita-citaku. Pepatah klasik yang mengatakan: “ikut arus tanpa harus terbawa arus” adalah peganganku dalam mendampingi mereka. Dan sebagai pendamping, kadang aku hadir sebagai teman curhat, teman sharing untuk membagi kisah hidup, rekan kerja atau bahkan kadang aku hadir sebagai musuh bagi mereka. Aku sungguh menikmati tugas pelayananku. Dan hal ini merupakan sebuah pengalaman yang membuatku merasa bahagia dengan pilihan hidupku.
Di sana pula aku mengenal orang muda dengan segala persoalannya. Sebuah pengalaman yang pernah kualami di kala predikatku masih sebagai seorang pelajar SMA sama seperti mereka yang sedang menggebu-gebu mencari jati dirinya: terlibat dalam tawuran, demo kecil-kecilan ala orang muda, mabuk, merokok dan sebagainya. Dan ketika persoalan-persoalan itu kembali kujumpai di kalangan orang muda yang ada di sekitarku, aku pun kadang hanya berguman, “mereka seperti aku dulu”. Menurutku fenomena ini adalah sesuatu yang lumrah; kisah lama yang tak pernah baru karena tidak ada titik akhir yang jelas. Mungkin aku pesimis dalam hal ini, tapi itulah realita hidup generasi zaman ini.
Dan karena kedekatanku dengan kehidupan orang muda, selain persoalan-persoalan itu ada kenangan masa-masa indah di bangku sekolahku mulai terbongkar helai demi helai. Aku diingatkan kembali pada saat-saat romantis di bangku SMA. Kisah cintaku bersama Elina-wanita pujaan hatiku itu seakan terkuak kembali bersama guratan asmara yang kian bergelora di nadi-nadi belia binaanku. “First love never die”, ya… aku ingat ungkapan itu. Dan kini jawabannya ada di lubuk hatiku yang paling dalam. Elina yang telah sekian lama pergi dari kehidupanku akhirnya hadir lagi. Cintaku yang telah bertahun-tahun pergi kini telah kembali dalam pelukanku dan mulai merajut kembali benang asmara yang selama ini diputusi oleh panggilan hidupku. Namun, wujudnya sedikit berbeda. Kehadiran Elina saat ini diwakili oleh seseorang yang kuberi nama “kekasih gelap”. Sengaja kuberi namanya seperti itu karena aku masih sadar akan keberadaanku sebagai orang pilihan Tuhan yang tak tega membiarkan panggilan hidupku yang selama ini kuperjuangkan harus dikaburi eksistensinya oleh karena kehadirannya. Aku mencintainya karena pada batas normal aku adalah sorang lelaki yang ingin mencintai dan dicintai seorang wanita. Tetapi cintaku pada kekasih gelapku hanyalah sebatas SIMPATI alias simpan di dalam hati karena di kedalaman hatiku sosok wanita sempurna yang bernama Elina masih bersemi bagaikan mutiara yang terbentang di tengah laut yang mahaluas dan terpendam di tengah laut yang mahadalam.
Benar kata orang bijak: “seindah apa pun huruf terukir, dapatkah ia bermakna apabila tak ada jedah? Dapatkah ia dimengerti jika tak ada spasi? Bukankah manusia baru bisa bergerak jika ada jarak dan saling mencintai bila ada ruang?” Ternyata, ruang dan waktu tak mampu memisahkan kami. Walaupun kami tak bersua dalam kurung waktu yang lama dengan jarak yang jauh, namun kami tetap satu dalam ikatan cinta sejati. Suatu bentuk cinta yang ikhlas, jujur dan tidak harus saling memiliki. Kami berjanji untuk saling mendoakan dan saling mendukung pilihan hidup kami masing-masing. Ketulusan cinta yang telah kami mulai semenjak usia kami baru beranjak remaja kan tetap dipelihara hingga di penghujung usia. Walaupun kami tidak akan pernah menyatu dalam ikatan sehidup-semati, namun cinta kami tak pernah berakhir sampai kapanpun dan dimanapun. Akulah arjuna yang rusuknya telah terpotong buat seorang dara bernama Elina.
“…ku tahu ku takkan s’lalu ada untukmu
     di saat engkau merindukan diriku
     ku tahu ku takkan bisa memberimu
     waktu yang panjang dalam hidupku
     yakinlah bahwa engkau adalah cintaku
     yang ku cari s’lama ini dalam hidupku
     dan hanya padamu ku berikan sisa cintaku
     yang panjang dalam hidupku…”
Dengan berakhirnya lagu “Kekasih Gelapnya” Ungu aku pun mengakhiri rangkuman kisah masa laluku. Kumatikan walkman kesayanganku itu sembari menyerahkan diriku sepenuhnya pada penguasa ranjang di kekelaman malam itu. Aku pun terlelap dalam tidur dan berharap dalam tidurku aku menemui dia yang telah kunobatkan sebagai cinta sejatiku. Akan kukatakan semua yang telah kualami malam itu kepadanya agar kami sama-sama merasakannya walaupun semuanya hanyalah mimpi yang sampai kapan pun tetaplah sebuah mimpi.

Ujung Timur Nusa Bunga, Juli 2008
buat seseorang yang kusayangi

 walter odja arryano
Comments
0 Comments