Monday, 19 January 2015

Selamat Natal Sahabatku

Kala itu hari mulai senja. Cahaya kuning kemerahan-merahan mulai tertampak di ufuk barat. Sang surya hendak kembali ke peraduannya setelah sehari penuh menyinari jaga raya ini. Burung-burung berterbangan kembali ke sarangnya. Alam pantai di senja itu handak bercerita bahwa malam segera tiba. Di sekitar pantai itu terbentanglah sebuah dermaga tua, dermaga satu-satunya yang ada di kota itu. Ia berdiri tegak, kokoh dan tetap tegar menahan hempasan ombak yang saban hari terus menerjang, mendebarkan jantung tiap insan yang doyan mengakhiri harinya di atas dermaga tua itu.
Adalah di sana di salah satu ujung dermaga tua itu, duduklah sepasang orang muda yang sedang asyik bercinta. Mereka adalah Arry dan Susan, sepasang kekasih yang saling mencintai. Keduanya telah mulai merajut benang asmara ketika mereka mulai menyabet predikat sebagai pelajar SMA tahun pertama di sebuah sekolah swasta favorit di kota itu. Aksi dan ekspresi bercinta yang ditunjukkan keduanya senja itu memberi kesan kepada semua mata yang memandang, bahwa mereka adalah dua sejoli yang kompak dan romantis.
Senja itu adalah moment yang paling indah sekaligus saat yang paling menyedihkan bagi keduanya sepanjang perjalanan cinta mereka; suatu kesempatan yang paling berarti dan merupakan moment terakhir kebersamaan mereka karena pada pukul 22.00 malam itu, Arry akan berangkat untuk melanjutkan pendidikannya demi menggapai cita-cita, menembur harapan masa kecilnya.
Di tengah kemesraan berpadu bayu senja dan indahnya pemandangan pantai kala itu, Arry mencoba mengutarakan tujuan utama perjumpaan mereka sore itu melalui sebuah pertanyaan sederhana tapi sarat tujuan : “Susan, apakah kamu masih mencintaiku?” Sekejap Susan tersentak kaget dan sejuta tanya pun terlintas di alam pikirannya menanggapi pertanyaan Arry. Tetapi Arry terus bertanya sampai pada akhirnya dia pun menjawabnya. “Ya...!!!???”. Susan dengan terpaksa memberikan jawaban singkat yang seharusnya tidak perlu karena hubungan mereka masih sangat kompak dan saling mencintai seperti sediakala. Arry pun bingung hendak bertanya apa lagi karena pertanyaan yang membantunya untuk menyampaikan maksud kebersamaan mereka sore itu ditanggapi Susan dengan penuh keheranan. Namun, dengan modal kegentelan seorang lelaki Arry pun berani mengatakan yang sesungguhnya. “Susan, aku tahu kamu masih mencintaiku, demikian pun aku masih sangat mencintaimu. Kau dan aku dilahirkan oleh karena cinta yang telah bersemi dalam diri kedua orang tua kita masing-masing. Karena dengan cinta pula kita dibesarkan yang pada akhirnya kita bermuara pada kesempatan pengenalan akan cinta. Semua itu karena cinta-Nya. Dia telah membuat kita mengenal cinta dan mempertemukan kita untuk boleh saling mencintai. Aku bersyukur atas anuregerah ini. Namun, ada satu hal yang perlu kita sadari bersama bahwa cinta kita harus sejalan dengan cita-cita dan panggilan hidup kita masing-masing seturut rencana-Nya. Kau dan aku diciptakan untuk saling mencintai tapi bukan untuk saling memiliki. Aku merasa terpanggil untuk hidup membiara di bawah naungan Sang Bunda: Maria Bunda Hati Kudus dan aku ingin menjadi bagian dari himpunan orang-orang yang mengikuti jejak Puteranya. Inilah jalan hidupku. Aku tidak salah memilih. Susan…di sinilah batas cinta kita. Aku tak bermaksud mengecewakanmu tetapi aku hanya ingin menyadarimu bahwa semua ini adalah realita hidup yang harus kita terima, maknai dan kita sikapi dengan bijak dan penuh keyakinan dalam bimbingan karya rahmat-Nya. Biarlah saat-saat indah yang pernah kita jejaki bersama dalam kisah cinta kita selama ini menjadi kenangan indah yang pernah ada dalam sejarah hidup kita masing-masing. Sayang…ijinkanlah aku!” Arry tak sanggup lagi meneruskan pembicaraannya. Kesedihan yang mendalam telah mengatup kedua bibirnya. Lalu dengan tegar sambil merangkul kekasihnya, Arry berkata lagi untuk kedua kalinya, “sayang......ijinkanlah aku.......aku sangat mencintaimu.....tetapi aku harus memilih jalan ini”. Sesaat Arry memandang wajah Susan, didapatinya tetesan-tetesan bening membasahi pipi Susan. Ia menangis, meratapi kisah cintanya yang akan terlerai oleh panggilan hidup Arry kekasihnya. Arry pun menyadari bahwa ia telah membuat wanita yang sangat ia sayangi harus menanggung kekecewaan. Ia pun berusaha menenangkan kekasihnya, namun sia-sia. Susan terus-menerus menujukkan rasa kecewanya melalui tangisan yang makin menjadi-jadi. Mereka melewati saat-saat yang paling menyedihkan itu selama beberapa jam, hingga malam menjemput dan memaksa keduanya kembali ke rumah masing-masing tanpa ada akhir pembicaraan yang jelas.
Weker kecil hadiah ulang tahun yang diberikan orang tua buat Arry sebagai “penitensi” dari kemalasannya, kini jarum pendeknya berada tepat pada angka 9. Waktu menunjukkan tepat pukul 21.00. Satu jam lagi Arry akan pergi meninggalkan orangtua, sanak saudara dan seluruh anggota keluarganya serta Susan, gadis pujaan hatinya untuk menjalani hidup sebagai seorang Frater. Ia pun bergegas menyiapkan barang-barang bawaannya. Berselang beberapa menit kemudian dari kejauhan remang-remang lampu KM Mentari Nusantara sudah mulai tertampak dan setelah berpamitan dengan seluruh anggota keluarganya, Arry pun bergegas ke pelabuhan yang tepat berada di depan rumahnya. Setengah jam kemudian, bersandarlah kapal di dermaga kebanggaan masyarakat kota kelahiran Arry. Ia pun bersiap-siap untuk menumpanginya. Tiba-tiba ia mendengar rintihan-rintihan histeris yang tepat berada di belakangnya. Susan, gadis kecintaannya itu membututinya. Ia seakan tak merelakan kepergian Arry kekasihnya. Namun, Arry tetap pada pendirian dan cita-citanya. Rintihannya semakin bertambah ketika salah seorang ABK membuat suatu kode bahwa kapal akan segera berlayar. Kala itu juga sambil memeluk Arry, sederetan kata terakhir pun terucap dari bibir mungilnya sebagai bukti bahwa ia merelakan Arry masuk biara. “Kak, selamat jalan....selamat menjalani panggilan hidupmu. Semoga cita-cita luhurmu dapat tercapai. Aku kan selalu setia bersamamu dalam setiap doa-doaku. Selamat jalan sayang....aku sangat mencintaimu....”. Ketika itu juga dengan penuh kasih Arry merangkul kekasihnya, menciumnya dan mengungkapkan kata-kata terakhirnya untuk Susan. “Sayang, selamat tinggal…hilangkan rasa sedih dan kecewa yang ada dalam hatimu…yakinlah bahwa ketulusan cinta kita takkan sirna selamanya. Aku kan tetap mencintaimu kapan dan dimanapun, walaupun kita tak pernah menyatu. Ingat….cinta tak selamanya harus memiliki!” Arry pun menumpangi kapal itu dan segera berlayar membawa serta segenggam harapan dari keluarga dan Susan kekasihnya.
Hari berganti hari, bulan dan tahun pun berganti. Waktu terus bergulir. Arry pun setia menjalani hidupnya sebagai seorang biarawan di sebuah tarekat religius. Namun, saat-saat indah bersama Susan masih selalu terbayang dalam angan-angannya di kala kesepian menghimpit jiwanya. Sebuah pengalaman menarik yang sulit dilupakannya adalah saat merayakan Natal bersama Susan di sebuah dusun kecil dua tahun terakhir sebelum ia masuk biara. Kini telah beberapa tahun ia hidup di biara dan sudah kesekian kalinya merayakan hari lahirnya Sang Juruselamat tanpa ada Susan di sampingnya. Maka, untuk mengenang kisah itu, ia pun mengirimkan selembar kartu Natal untuk Susan yang telah menjadi mantan kekasihnya dengan goresan rangkaian kata-kata ini : “Susan sahabatku yang terkasih, telah sekian tahun kita berpisah dan telah kesekian kalinya aku merayakan Natal tanpa kehadiranmu. Kenangan indah saat kita berbahagia bersama Sang Bayi yang dilahirkan di palungan itu sampai saat ini masih setia menemani hari-hariku. Seakan-akan aku tak sanggup mengahadapi semuanya ini. Ingin aku kembali kepadamu untuk meneruskan kembali cinta yang pernah kita jalani dulu. Tapi rasanya itu bukanlah pilihanku. Bersama lajunya sang waktu, ku terus berusaha menyadari diri bahwa mendampingimu dalam hidup berkeluarga bukanlah panggilan hidupku. Aku telah dipilih Tuhan untuk menjadi “pekerja” di Kebun Anggur-Nya dan inilah jalan hidupku. Dulu aku pernah berkata kepadamu, bila Tuhan menutup pintu hatiku untuk memilikimu, Dia pasti akan membuka jendela rumah-Nya, membiarkan aku masuk dan mengalami kasih-Nya sebagai orang pilihan-Nya. Beginilah kisah cinta kita yang tak selamanya harus memiliki….. Selamat Natal Sahabatku……!!
aku yang selalu merindukanmu
wallteruz

Novisiat, Desember 2006
Untuk sahabat-sahabatku yang pernah HADIR dan BERSEMI dalam PERASAANKU
walter odja arryano
Comments
0 Comments