Thursday, 31 December 2015

Aku dan Ketiga Gadis Tak Bertuan

“Suster, sejak awal kita bertemu di tempat ini, saya sudah menaruh perhatian pada suster. Pembawaan suster yang tenang dan bersahaja membuat saya tertarik pada suster”. Aku pernah mengutarakan isi hatiku ini di hadapan seorang staf pembina dan didengarkan oleh 46 orang teman kita yang turut ambil bagian dalam kursus itu. Ungkapan perasaan itu tersampaikan secara jujur untuk menjawabi pertanyaan beliau, “apa yang kamu sukai dari kepribadian temanmu yang duduk persis di sampingmu setelah beberapa hari kalian berada di tempat ini?” Sejujurnya aku sedikit gugup sebagaimana dirimu. Hal ini terlihat jelas dari ekspresi wajahmu yang berubah memerah ketika harus jujur dengan perasaanmu sendiri menanggapi pertanyaan dadakan tersebut. Apalagi ungkapan hati kita direaksi “beda” oleh teman-teman yang memang sudah tahu bahwa kita dekat.
Berawal dari momen itu, kita semakin dekat satu sama lain. Kita selalu bersama setiap kali ada waktu luang di tengah-tengah rutinitas kita sebagai peserta kursus. Kuakui hal inilah yang membuat kita saling menaruh hati satu dengan yang lain. Kita merasa cocok. Ada perasaan yang mendorong kita untuk selalu bersama selain kesempatan-kesempatan yang oleh staf pembina mengharus kita untuk bersama seperti sharing Emaus, doa, makan, rekreasi, olahraga, dan sebagainya. Aku bersyukur karena mengalami perasaan itu. Hal itulah yang membuat kita berani membuka diri, membagikan apa yang menjadi pengalaman kegembiraan dan pergulatan hidup kita masing-masing. Kesetiaan untuk mau berbagi secara jujur mampu memberi inspirasi bagi yang lain. Kita diteguhkan oleh pengalaman orang lain karena dengan rendah hati mau belajar dari padanya. Itulah pengaruh positif yang kualami dari kebersamaan kita. Kau pun demikian. Kau berkata bahwa aku adalah pribadi yang banyak memberi inspirasi kepadamu. Aku turut berperan dalam usahamu untuk berdamai dengan masa lalumu. Ah, kau berlebihan. Padahal aku hanya membagi apa yang kebetulan aku alami.
Waktu pun terus berlalu hingga akhirnya kita harus berpisah setelah 50 hari bersama-sama. Berat rasanya menerima kenyataan ini. Sebuah realita bahwa kita harus kembali ke komunitas kita masing-masing tatkala keinginan untuk tetap bersama semakin kuat. Jujur kuakui bahwa diriku sebagai pribadi berperasa begitu terguncang saat tatapanku mendapati wajahmu yang sembab dipenuhi deraian air mata kesedihan. Sekuatnya aku berusaha menguatkanmu bahwa kita akan selalu bersama dalam doa-doa kita walaupun sebenarnya aku rapuh. Sesungguhnya air mataku juga mengalir dengan caranya. Walaupun dunia mungkin tidak melihatnya namum kuyakin kau pasti mengetahuinya. Terbayang hari-hari sepi yang akan kulewati tanpa kehadiranmu. Aku akan tersiksa akan rasa rindu yang tak tertahankan. Aku rindu pada wajah teduhmu. Aku rindu pada aura tenangmu. Aku rindu pada senyum gingsulmu. Ah, yang terakhir ini yang paling menyiksaku. Senyum ginsulmu itu sangat “sesuatu”. Dan aku akan sangat merindukannya. Aku juga rindu pada suasana kebersamaan kita untuk berbagi bersama ade kecil kita, si kayu kering. “Selamat jalan, gingsul. Hati-hati yah… Hubungi aku jika dirimu sudah memiliki HP!” Kata-kataku berusaha tegar mengiringi perpisahan kita.

***
Kayu kering. Itulah nama yang kuberikan padamu. Aku membanggilmu demikian berangkat dari sebuah kisah yang hanya kau dan aku yang tahu. Kehadiranmu memberi warna dalam cerita kebersamaan kami, aku dan si gingsul. Di bawah naungan pepohonan di hutan pinus itu, kita menghabiskan waktu bersama sambil ngobrol, berbagi cerita tentang kisah hidup kita masing-masing. Dari sinilah kau dan si gingsul mengenal diriku sebagaimana aku mengenal siapa dirimu dan dirinya dengan latar belakang yang telah membentuk kita menjadi seperti sekarang ini.
Badanmu memang kecil mungil, usiamu masih muda tetapi kedewasaanmu layak diperhitungkan. Kau tak segan-segan menasihati kami, mengungkapkan petuah-petuah bijak yang menumbuhkan jiwa kami. Pengalaman dan kepribadianmu memberi kami inspirasi sehingga kami belajar banyak hal dari padanya.
Aku sebagai satu-satunya lelaki yang ada dalam kebersamaan kita tak pernah menyadari bahwa kesempatan untuk selalu bersama di antara kita yang terlampau sering menimbulkan perasaan suka. Diam-diam kau menaruh hati padaku. Aku sungguh tak tahu lantaran sikap dan perhatianmu tak ada yang berubah sejak pertama kali kita bertemu. Kau tetap menjadi ade kecil kami yang sungguh manis dalam tindakan dan tutur kata. Kau tetap setia melakoni peranmu sebagai penghubung relasi antara aku dengan si gingsul. Kau tetap pada posisimu sebagai malaikat kecil kami, tempat curahan isi hati kami. Ah, kau memang sungguh hebat menyimpan perasaan itu rapat-rapat seperti katamu bahwa orang yang bersangkutan tidak akan tahu kalau kau menyukainya sebelum kau secara jujur mengatakannya.
Bagaimana perasaanmu? Sakitkah hatimu? Belakangan baru aku tahu. Ternyata kau mau berkorban perasaanmu itu demi kami, demi aku yang sudah kau anggap seperti kakakmu sendiri dan demi si gingsul yang menjadi sahabat terbaikmu. Kau lakukan itu lantaran kau ingin menghargaiku sebagai kakak dan tidak tega menyakiti si gingsul, sahabatmu sendiri. Dan di atas segalanya, pengorbananmu semua karena kau menyayangi kami. Rahasia ini terungkap ketika kita telah kembali ke komunitas kita masing-masing setelah 50 hari kita bersama-sama. Kau jujur dengan perasaanmu itu setelah aku banyak bercerita tentang si bawel, gadis sedaerahmu yang kini bekerja di sebuah rumah sakit milik tarekatmu.

***
Cerita awal kedekatan kita memang agak aneh. Kita belum pernah ketemu, tidak pernah bersua muka tetapi kita akrab layak orang yang sedang pacaran. Lebih dari setahun kita menjalin relasi jarak jauh ini. LDR alias long distance relationship, begitulah kalangan muda memberi judul pada hubungan jenis ini.
Kau adalah gadis cantik berambut lurus. Aura keturunan Dayak tergambar jelas pada wajah manismu. Aku menaruh hati padamu berawal dari waktu dan alat komunikasi yang selalu mendekatkan jarak kita. Saban hari kita selalu berbagi kabar, perhatian dan pengalaman-pengalaman harian kita. Relasi kita yang awalnya hanya dijembatani oleh media sosial itu kini membentuk suatu ikatan kedekatan yang cukup indah untuk dijalani. Kuakui bahwa aku nyaman berada dalam relasi ini dan kau pun demikian.
Aku nyaman menjadi seorang kakak yang menyayangimu. Kau merasa bahagia oleh karena kehadiranku di setiap waktumu. Berbagai cerita kita bagi bersama. Kau selalu rindu pada kisah konyol yang membuat harimu terasa indah oleh warna cerita bualan rekaanku. Aku selalu rindu pada ocehan mulutmu yang selalu bereaksi mencereweti setiap keanehan yang kulakukan. Atas dasar inilah aku mempunyai alasan untuk memanggilmu, si bawel.
Kini kau bekerja di sebuah rumah sakit swasta yang dikelola oleh sebuah lembaga hidup bakti setelah kau menuntaskan pendidikan tinggi di sebuah universitas ternama di kota Pontianak. Seorang biarawati yang menyarankanmu untuk memasukan lamaran pada rumah sakit itu. Dialah seseorang suster yang kupanggil dengan nama si kayu kering. Dalam kesempatan bersama untuk mengikuti suatu kursus, aku sempat bercerita tentang kedekatan kita padanya. Dari sinilah awal ceritanya sehingga kini kau menjadi bagian dari staf kepegawaian rumah sakit milik tarekatnya itu.
Kau sudah bekerja di rumah sakit itu dan setiap hari kau bertemu si kayu kering. Selama ini kalian sering bersama dan kadang kalian mengisi waktu-waktu bersama dengan mengisahkan kembali cerita-cerita yang pernah terungkap antara aku dan dirimu maupun aku dan dirinya. Ya…, kalian kini adalah dua dari tiga sahabat yang menyayangi dan disayangi oleh seorang laki-laki, aku.

***
Akhirnya semua rahasia tentang relasi kami satu per satu terbongkar. Kenyataan-kenyataan yang semestinya hanya diketahui di kalangan aku dengan si gingsul dan si kecil atau aku dengan si kecil dan si bawel terungkap dengan caranya pada waktu yang tak direncanakan. Si gingsul merasa sangat bersalah setelah mengetahui bahwa ternyata si ade kecil juga menaruh hati padaku seperti dirinya. Si bawel pun demikian. Dia juga merasa sangat bersalah pada si ade kecil setelah mengetahui bahwa mereka memiliki perasaan yang sama terhadap aku.
Akulah aktor di balik semua skenario pengungkapan rahasia-rahasia ini. Akulah yang mendalangi semua pengakuan akan kebenaran tentang relasi di antara kami yang pada akhirnya membuat kebersamaan kami semakin indah, jujur dan membahagiakan. Aku bahagia menjadi satu-satunya lelaki paling ganteng di antara tiga perempuan cantik yang disayangi dan menyayangiku. Aku berkomitmen menjadi seorang sahabat, saudara, kakak dan juga “musuh” bagi mereka. Kami akan terus bersama, saling mendoakan dan tak akan ada satupun yang tersakiti.
Tinggal satu “pekerjaan” lagi yang menjadi perjuangan kami bersama yaitu mendoakan dan mendukung adik kami yang termuda, si bawel yang memilih panggilan berbeda dengan kami agar dia menemukan seorang pria yang tepat sebagai pendamping hidupnya. Sementara kami bertiga akan saling mendoakan untuk keteguhan panggilan hidup yang sedang kami jalani saat ini.
Demikianlah kisah kami. Kisah antara ketiga gadis tak bertuan dan aku, si kakak manis, hehehe.

Malang, akhir Desember 2015
Untuk mereka yang kusapa ade bawel, ade gingsul dan ade kecil
Readmore → Aku dan Ketiga Gadis Tak Bertuan

Wednesday, 2 December 2015

DISPOSISI MANUSIA MENJAWAB PANGGILAN TUHAN DALAM TERANG SPIRITUALITAS HATI

(Pertemuan Para Frater Yunior Kongregasi Frater BHK)
Kemantapan hati untuk mengukapkan, “Betapa indah panggilan-Mu ya Tuhan”, didorong oleh disposisi hati yang terus dibarui. Artinya tanah, ladang hati kita perlu diolah dan dipersiapkan dengan baik secara teratur dan kontinu. Keindahan panggilan tidak terlepas dari proses pengolahan diri. Kontinuitas pengolahan diri menjadi dasar dalam seluruh proses kehidupan sebagai manusia pada umumnya dan secara khusus orang yang dipanggil untuk hidup membiara. Dengan kata lain, pengolahan diri merupakan bagian integral dari keseharian hidup bagi individu-individu pelaku hidup bakti.
Olah diri berarti juga menyiapkan disposisi hati untuk mengalami kasih Allah dalam hidup sehari-hari. Kasih Allah tidak hanya dialami sendiri tetapi kasih yang sama perlu dibagikan kepada orang lain melalui cara hidup dan karya pelayanan yang dilakukan. Menyiapkan disposisi hati berarti hati yang senantiasa terbuka. Menyiapkan disposisi hati berarti pula mengenal diri dan membebaskan diri dari hambatan batin untuk memperoleh sebuah hati yang terbuka terhadap karunia-karunia Roh yang menyanggupkan kita secara bebas dan dengan gembira menghayati panggilan hidup kita dengan tetap bersandar pada Yesus, Sang Guru, yang adalah Jalan, Kebenaran dan Hidup.
Menjalani hidup dalam terang spiritualitas hati membantu kita dalam menata disposisi hati kita. Bapa pendiri kongregasi Frater BHK, Mgr. Andreas Ignatius Schaepman dan para frater pendahulu sudah menjalankan kehidupan sehari-hari yang mengalir dari spiritualitas hati. Melalui hal-hal praktis dalam kehidupan sehari-hari di komunitas, mereka telah menghayati hidup yang berlandaskan spiritualitas hati. Misalnya: melayani, berkomunikasi dengan baik, menjalani tugas perutusan dengan baik, peningkatan hidup rohani, penyerahan diri pada penyelenggaraan ilahi, dan bersikap rendah hati serta tobat. (N.R. 1. Warisan Mgr. A. I. Schaepman: Serupa Kristus).
Demikianlah intisari materi pertemuan para Frater Yunior (berkaul sementara) kongregasi Frater Bunda Hati Kudus yang dilaksanakan pada 7-8 November 2015 di Komunitas Frateran St. Paulus, Jln. Kepanjen 14 Surabaya. Pertemuan yang diikuti 14 Frater Yunior yang berkarya di Malang, Surabaya dan Kediri itu didampingi oleh Fr. M. Ireneus BHK sebagai pemateri dan Fr. M. Fransiskus Hardjosetiko BHK selaku pendamping Frater Yunior.
Pertemuan bertajuk “Disposisi Manusia Menjawab Panggilan Tuhan dalam Terang Spiritualitas Hati” ini merupakan subtema dari tema umum pembinaan Frater Yunior tahun ini: “Betapa Indah Panggilan-Mu ya Tuhan”. Selain melalui penyajian materi yang relevan dengan penghayatan hidup membiara bagi seorang religius, frater BHK, Fr. Irenius juga menuntun kami untuk mau membuka diri belajar dari sesama saudara yang lain. Apa yang menjadi kegembiraan dan pergulatan konfrater berkaitan dengan “masalah-masalah psikologi” yang sudah-sedang-dan akan diolah masing-masing yang dibagikan secara terbuka dan sukarela menjadi hadiah yang memberi inspirasi dan turut mendukung panggilan kami masing-masing. Tentu kami perlu rendah hati untuk mendengarkan dengan hati dan mau belajar dari pengalaman orang lain. Itulah dinamika dan proses yang terjadi dalam pertemuan kali ini. Para frater antusias dan terlibat secara aktif.
Pertemuan kali ini adalah pertemuan terakhir untuk masa pendampingan tahun ini. Dengan tema umum yang senada dengan tema Tahun Hidup Bakti yang dicanangkan oleh Bapa Suci Paus Fransiskus itu, sepanjang tahun ini kami telah dibimbing untuk merenungkan keindahan-keindahan yang kami alami dalam kehidupan sehari-hari sebagai pelaku hidup bakti dalam kongregasi ini. Bersama para frater yang ditunjuk menjadi pemateri (nara sumber), kami didampingi untuk menemukan hal-hal indah dan meneguhkan panggilan hidup kami. Materi pendampingan yang dilatarbelakangi pengalaman hidup mereka menjadi “referensi” dan masukan yang sangat berarti bagi kelangsungan perjalanan hidup kami. Harapannya bahwa dengan kesempatan bertemu untuk berbagi dalam kasih persaudaraan ini, kami semakin diteguhkan untuk tetap setia pada jalan hidup yang telah dipilih ini. Kami selalu mempunyai kemauan untuk membarui diri dan terus bertumbuh menjadi pribadi-pribadi yang penuh sukacita menampakan wajah Allah yang gembira dan berbelakasih melalui cara hidup dan karya pelayanan yang dipercayakan kepada kami masing-masing.
Readmore → DISPOSISI MANUSIA MENJAWAB PANGGILAN TUHAN DALAM TERANG SPIRITUALITAS HATI

Sunday, 25 October 2015

Meditasi Alam

Puteri Malu
Sesuai namanya, dia memang malu-malu. Awalnya aku tidak tahu kalau tumbuhan itu adalah puteri malu. Untuk memastikannya aku menyentuh salah satu daunnya. Daun itu pun merunduk seketika, malu-malu. Benarlah tumbuhan itu adalah puteri malu. Aku tertarik memandangnya lantaran terpesona pada kembangnya yang indah, berwarna putih dengan bintik-bintik merah muda yang dipadu dengan kombinasi warna hijau pada daun-daunnya. “Hemmm…Tuhan sungguh hebat. Dia membatiknya sampai seindah ini”, aku bergumam. Ada seekor lebah yang hinggap dan menari-nari di kembang-kembangnya. Rupanya si puteri malu juga bermadu. Aku memperhatikan duri-duri pada batangnya.
Aku tersadar. Aku ingat seseorang. Bertemu puteri malu pagi ini seperti aku bertemu dengan dirinya. Dirinya yang indah penuh pesona oleh karena kepribadian, bakat dan kemampuan yang dimilikinya. Dirinya yang dilumuri oleh pengalaman “duri” dalam perjalanan hidupnya. Dirinya yang kadang merunduk malu tatkala kekurangannya “disentuh”.
Walaupun duri identik dengan luka tetapi duri tidak selalu melukai. Duri bisa menjadi cambuk pelecut semangatnya. Pengalaman-pengalaman “duri” dalam hidupnya telah mendewasakan dia menjadi pribadi sebagaimana adanya dia sekarang. Dia malu pada kekurangannya berarti dia menyadari keterbatasannya. Dia menjadi rendah hati menerima dirinya yang apa adanya.
Akulah si dia yang kujumpai pagi ini. Tuhan, terima kasih karena Kau telah mempertemukan aku dengan diriku melalui perjumpaanku dengan si puteri malu.

Pembakaran
(di tempat ini segala sesuatu berakhir)
Pagi ini, di pojok taman. Pada sebidang tanah berlubang, seonggok dedaunan kering berserakan. Ada yang sudah terbakar menjadi setumpuk abu tak bernyawa. Aku tersadar. Daun-daun itu berasal dari pohon-pohon hijau. Mereka dulu sejuk, hijau, meneduhkan, menghasilkan oksigen, tempat bermain dan bersarangnya burung-burung. Tetapi sekarang mereka hanyalah seonggok sampah tak berguna, menunggu giliran untuk dibakar.
Begitulah gambaran kehidupan manusia. Makhluk ciptaan Tuhan yang mulia sekaligus fana. Hidup manusia akan berziarah menuju kebakaan. Kematian adalah pintu menuju kebakaan manusia. Akankah perziarahanku dikenang sebagai onggokkan sampah tak berguna? Ataukah hidupku senantiasa diwarnai kisah indah tentang kesejukkan, nafas yang menghidupkan, keteduhan dan kenyamanan? Hai manusia, pilihan ada di tanganmu. Jika masih ada waktu, pilihlah yang terbaik agar di penghujung ziarah hidupmu, kau tidak dikenang sebagai seonggok dedaunan kering yang sia-sia dan tak bernyawa. Tetapi kau adalah setumpuk sampah dari daun-daun hijau yang sungguh bermakna pada setiap jejak-jejak langkah yang kau tinggalkan.

Buah Percaya Diri
Berjalan-jalan, sambil melihat-lihat. Aku berhenti pada sebuah tangga. Di sana tergeletak sebuah……….. Ah, aku tidak tahu namanya. Aku lalu memberi dia nama, buah percaya diri. Aku mengamat-amati buah itu. Berwarna kuning, berbiji coklat. Ada dua buah biji dalam sekatnya masing-masing. Buahnya sudah terbela sehingga kedua biji bisa terlihat dengan jelas. Aku mulai bertanya saat aku mengamat-amatinya, “adakah sesuatu yang bisa aku pelajari dari buah ini?”
“Aku adalah buah yang kau namai buah percaya diri. Aku berasal dari pohon yang besar, gagah dan kuat. Sebenarnya aku masih ingin berada pada pohonku tetapi aku tidak bisa begitu terus. Aku harus melepaskan diri agar aku bisa mandiri. Aku punya biji yang bakal menumbuhkan kehidupan baru. Dia harus keluar, harus memisahkan diri, harus keluar dari kenyamanan bersamaku agar dia bisa bertumbuh. Tentu aku berharap dia mencari tanah yang subur agar dia bisa bertumbuh dengan subur. Itulah aku”.
Sayup-sayup aku mendengar perkenalan singkat dari buah percaya diri. Aku belajar bahwa aku perlu keluar dari zona nyaman untuk membuat diriku bisa berkembang. Aku akan bertumbuh jika aku berani keluar dari kenyamanan diriku. Aku akan menjadi percaya diri apabila aku berani menjadi diriku sendiri.

Ciptaan Tuhan
Pagi yang indah. Aku berjalan-jalan di taman. Udara dingin nan sejuk. Kicauan burung menggema. Cemara berayun, pinus melambai, dedaunan menghijau dan rerumputan berseri-seri. Alam begitu indah pagi ini. “Tuhan, ciptaan-Mu begitu agung”, pujiku pada Sang Pencipta. Wajahku ceria, jiwaku bergembira, hatiku bahagia dan hariku menjadi lebih indah. Syukurku kunaikan kepada-Nya.
Aku lalu ingat sesamaku. Ada yang tidak bisa melihat karena memang mereka buta. Ada yang tidak bisa melihat karena tidak ada yang dapat dilihat. Ada yang tidak bisa melihat karena hati mereka “buta”.
Aku bisa melihatnya karena aku bukan mereka. Aku tidak buta, ada sesuatu yang bisa aku lihat dan hatiku memang tidak “buta”. Aku selalu ingin melihat keindahan ciptaan-Mu, Tuhan. Karena ciptaan-Mu selalu jujur menceritakan keagungan-Mu.
Readmore → Meditasi Alam

Hari Pertama di “Yerusalem”ku

Hari ini adalah hari pertama aku masuk sekolah lagi setelah 50 hari berada di Rumah Khalwat Roncalli, Salatiga untuk mengikuti Kursus Persiapan Profesi Kekal. Telah sekian lama aku tidak mengajar. Ternyata aku ditunggu anak-anak didikku. Pertama menjumpaiku lagi setelah hampir 2 bulan tidak bersama-sama, membuat mereka menjadi malu-malu. Ada yang tidak langsung mengenaliku karena badanku agak kurus dan aku tak berkaca mata. Kaca mataku hilang, belum beli yang baru. Ada yang langsung mendekatiku dan memberi salam dengan mencium tanganku. Beberapa yang lain bertanya,”frater, kemana aja, kok lama nggak masuk, kenapa nggak ngajar kami lagi bahasa Inggris, kenapa frater nggak masuk, tadi kami ada pelajaran bahasa Inggris” dll. Ah… ternyata aku dirindukan anak-anak didikku. “Frater juga rindu kalian, frater sudah kembali lagi untuk kalian, kita akan belajar bersama-sama lagi”, kataku dalam diam yang penuh rasa haru.
Aku memang bukan seorang guru yang hebat. Tarekat mengutusku untuk berkarya di lembaga pendidikan milik tarekatku ini untuk menjadi seorang guru. Aku masih sedang belajar menjadi seorang guru yang sesungguhnya. Namun aku mempunyai “sesuatu” yang membedakan aku dengan guru-guru yang lain. Sesuatu itulah yang membuat aku menjadi “hebat” di mata dan hati anak-anak didikku sehingga kehadiranku dirindukan. Aku yakin bahwa semua itu karena aku telah memilih hidup di jalan ini, sebagai religius frater BHK, seorang frater yang adalah seorang guru, biarawan pengajar. Aku bahagia menjadi bagian dari persekutuan ini.
Readmore → Hari Pertama di “Yerusalem”ku

Wednesday, 30 September 2015

Berlibur Bersama Tuhan

Delapan hari bersama-Mu, Tuhan sungguh sebuah pengalaman “berlibur” yang menggembirakan. Karya rahmat-Mu sungguh luar biasa. “Sekalipun ayahku dan ibuku meninggalkan aku, namun Tuhan menyambut aku.” Demikianlah kata-kata Mazmur 27:10. Tepat sekali Mazmur itu berbicara tentang pengalaman hidupku. Sharing pengantar dengan pembimbing sebagai perkenalan siapa diriku dan bagaimana pergulatan-pergulatan yang aku alami dalam perjalanan hidupku, kumulai dengan ayat itu. Jujur Tuhan, sesungguhnya aku gelisah pada awalnya. Aku ragu, sanggupkah aku bertahan 1 jam hening di hadapan-Mu, 4 kali sehari? Kau tidak bercanda, kan Tuhan? Soalnya aku tidak pernah meditasi semenjak di Novisiat dulu, sekitar 9 tahun lalu. Aku sungguh cemas.
Namun karya rahmat Tuhan sungguh luar biasa. Berbekal sebuah niat sederhana terinspirasi oleh renungan misa pembuka retret, aku mengawali hari-hari penuh rahmat ini dengan sebuah kerinduan dan harapan: aku ingin mengalami kasih Allah di kedalaman hatiku dan pada saat yang sama aku menemui diriku yang rapuh penuh dosa. Engkau mengajakku untuk bertolak ke tempat yang dalam.
Kuakui bahwa ini tidak mudah bagiku, Tuhan. Perjalananku menuju ke keheningan-Mu bagaikan sebuah biduk tanpa cahaya mercu suar. Aku kehilangan arah, aku gelisah, aku mengalami desolasi. Aku menyadari bahwa perjalanan terpanjang di dunia ini adalah perjalanan menuju diri sendiri. Aku menyadari kerapuhanku. Aku tidak bisa hening, Tuhan. Ada banyak hal yang berkeliaran di kepalaku. Namun, Engkau tidak kalah akal. Melalui rahmat-Mu, Engkau berkarya menuntunku. Dengan sebuah ajakkan, “Marilah ke tempat yang sunyi, supaya kita sendirian dan beristiratlah seketika” (Mark 6:31), aku pun berhenti dari segala kesibukanku. Aku membiarkan otakku beristirahat dari semua hal yang berkeliaran di dalamnya. Aku mau “berlibur bersama Tuhan” untuk mengalami keindahan gunung Tabor-Nya. Aku mau menyepi untuk berbagi bersama-Mu, Tuhan.
Di sebuah taman yang hening, pada sebuah bangku, aku duduk bersama-Mu dan kita mulai berbagi sebagai sepasang sahabat yang saling mengasihi. Aku mulai menceritakan semua pengalaman hidupku, tentang suka dan duka, tawa dan air mata, penghiburan dan pergulatan-pergulatanku. Engkau setia mendengarkanku. Kadang Engkau memotong ocehanku dengan kata-kata peneguhan. Engkau mengatakan bahwa kematian ibuku adalah anugerah terindah di jalan hidupku. Engkau menyinggung tentang cinta ayahku yang begitu besar kepadaku. Engkau mengatakan bahwa ayahku terlalu baik sehingga Tuhan mengajari dia cara untuk mendidikku. Engkau pun berani menoreh lukaku. Engkau mengatakan bahwa mataku yang juling adalah tanda dalam diriku sebagai bagian dari rencana Tuhan. Ah….Tuhan, Engkau memang sahabatku yang paling jujur.
Aku percaya, Tuhan bahwa semua yang terjadi dalam hidupku adalah rancangan Allah. Aku menyadari bahwa kehidupanku adalah anugerah dari Allah, aku diciptakan karena cinta-Nya. Oleh karena itu, Dia memeliharaku dengan penuh cinta kasih mulai dari kandungan ibuku. Aku adalah hadiah-Nya yang terindah. Hadiah yang diberikan kepada diriku sendiri, orang-orang terdekatku, juga sesamaku sebagaimana mereka adalah hadiah bagiku. Sebagai manusia, aku diciptakan dengan tujuan keselamatan. Aku diciptakan untuk memuji, menghormati, serta mengabdi Allah dan dengan itu menyelamatkan jiwaku. Merenungkan hal ini membuat aku merasa malu. Aku menyadari bahwa dalam hidup, aku kadang terbawa pengaruh duniawi untuk memuliakan diri dan mengejar popularitas diri. Hidupku dangkal. Aku menggunakan sarana-sarana yang ada (HP, internet, laptop) untuk kemuliaan diri dan pemenuhan kerinduan-kerinduanku. Kadang aku menjadi begitu terikat dengan sarana-sarana itu.
Setelah aku menyadari bahwa segala sesuatu diciptakan oleh Allah dan untuk Allah, akhirnya aku menemukan cara-cara sederhana untuk memuliakan Dia. Aku mengagumi keagungan ciptaan Tuhan melalui alam ciptaan-Nya. Aku belajar tentang ketabahan melalui pohon cemara yang tetap tegar walau di setiap detik kehidupannya diterpa angin, hujan dan terik matahari. Tanaman parasit yang melekat di pohon pinus memberi inspirasi kepadaku bahwa dalam hidup, aku hendaknya selalu bergantung kepada Tuhan. Pada setumpuk sampah yang berserakan di sudut taman, aku disadarkan bahwa perziarahan hidupku pada saatnya akan berakhir. Seperti sampah-sampah itu, aku hanya akan menjadi seonggok daun kering tak bernyawa. Bergunakah aku tatkala hidupku masih sebagai “daun hijau” pada pohon, dimana aku bernafas, akan menjadi pertanyaan reflektif bagi hidupku. Aku terpesona pada cara Tuhan mendandani tumbuh-tumbuhan: warna daun dan kembangnya yang selalu serasi, ada kombinasi warna dengan bintik-bintik kecil yang begitu indah. Dialah yang membatiknya. Bersama alam ciptaan-Nya, aku ingin memuliakan Allah dengan cara-cara sederhana itu agar hidupku tidak sibuk dengan kemuliaan diriku sendiri.
Tuhan, ketika ingin berbagi dengan-Mu tentang pengalaman panggilanku, aku menyadari bahwa panggilan hidupku melewati sebuah proses yang panjang dengan berbagai refleksi. Aku mengagumi cara-Mu memanggilku melalui seorang teman yang ketika di SD dulu, dia adalah musuhku. Walaupun dulu kami sering bertengkar tetapi Engkau memakainya untuk memanggilku dengan namaku sendiri. Seperti Petrus, Engkau memanggilku dengan namaku yang baru: Walterus. Aku menjawab YA terhadap panggilan-Mu dan memutuskan untuk mengikuti-Mu dengan berbagai konsekuensi yang harus dihadapi.
Pada liburanku bersama-Mu di hari yang ke-5, aku mengalami pengalaman yang sungguh luar biasa. Merenungkan firman-Mu tentang Sabda Bahagia dan Khotbah di Bukit membawaku pada sebuah kesadaran yang menakjubkan. Aku merasakan bahwa sabda-sabda-Mu itu sungguh-sungguh hidup. Setiap ayat berbicara sesuatu tentang kehidupanku. Ada yang meneguhkan, menguatkan, menegur, menasihati, menantang dan mengingatkan. Ada juga yang mengecewakan, membuat aku merasa sedih dan malu. Dengan rendah hati aku mengakui bahwa sabda-sabda-Mu yang tertulis dalam kitab suci bukanlah kumpulan huruf-huruf mati yang membentuk kalimat-kalimat kaku dari rangkaian kata-kata tak bernyawa melainkan sabda-sabda itu sungguh-sungguh hidup dan berbicara tentang semua konteks kehidupanku.
Tuhan, aku tahu bahwa dengan memutuskan untuk mengikuti-Mu berarti aku harus tinggal bersama-Mu, melayani seperti Engkau dan berkarya bersama-Mu. Bapa telah melengkapi diriku dengan bakat-bakat dan kemampuanku, kelebihan-kelebihan dan kekuatanku. Aku ingin mempersembahkan seluruhnya demi kemuliaan nama-Mu. Aku menyadari bahwa tuntutan pengosongan diri dalam mengikuti-Mu adalah sesuatu yang tidak mudah untuk kuhayati. Aku manusia lemah yang tak pernah luput dari dosa. Ada sederetan daftar kelemahan dan kerapuhan yang perlu kubenahi. Ada ketakutan-ketakutan akan “Yerusalemku” yang menjadi realitas kehidupan di dunia, komunitas dan tempat tugasku. Akankah aku setia dan komitmen dengan niat-niat yang sudah kubuat saat berlibur bersama-Mu di gunung Tabor ini? Engkau tak gentar memasuki kota Yerusalem untuk menyongsong penderitaan-Mu kiranya akan menjadi peneguh langkahku di realitas “Yerusalemku”.
Engkau mengajariku arti sebuah pelayanan penuh kasih melalui peristiwa pembasuhan kaki para murid-Mu pada malam perjamuan terakhir. Sebuah perwujudan cinta kasih yang membawaku pada pengalaman diampuni dan disembuhkan. Engkau mengajakku untuk menghadirkan semua orang yang pernah menjadi “Yudas” dalam kehidupanku. Satu per satu sambil membasuh kakinya masing-masing, aku mengampuni dan memaafkan mereka. Sungguh Tuhan, ini sebuah pengalaman penyembuhan yang mendamaikan.      
Pada liburan kita di hari yang ke-7, Engkau membawaku ke puncak Golgota, tempat dimana Engkau disalibkan untuk menebus dosa-dosa kami umat manusia. Aku kehabisan kata-kata untuk mengungkapkan cinta-Mu yang Engkau tunjukkan dari salib suci-Mu. Aku hanya bisa memandang-Mu, Tuhan. Salib-Mu menyingkapkan tiga rahasia yang sungguh agung: tentang penyerahan diri-Mu yang total, tentang cinta-Mu kepada umat manusia dan tentang kesetian-Mu kepada kehendak Bapa. Aku tahu Tuhan bahwa Engkau disalibkan bersama dunia yang menangis oleh ketidakadilan, keserakahan, korupsi, diskriminasi, peperangan, terorisme dan pengungsian. Ada penderitaan orang-orang di rumah sakit, mereka yang berkebutuhan khusus dan jeritan mereka yang tak mampu bersuara. Aku melihat penderitaan orang-orang terdekatku, aku mendengar tangisan orang-orang yang dipercayakan kepadaku, juga aku mendengar tangisan hatiku oleh deraan tangtangan dan pergulatan-pergulatan hidupku. Aku menyadari bahwa Engkau disalibkan bersama jeritan kami.
Namun, Tuhan di tengah penderitaan-Mu yang mahadasyat, Engkau masih mempunyai seorang ibu yang setia menemani-Mu di jalan salib-Mu. Engkau mendapat kekuatan dari sang Bunda walaupun yang lain meninggalkan-Mu. Sesungguhnya aku iri dengan-Mu. Pada jalan salib kehidupanku, aku berjuang sendiri. Tak ada seorang ibu yang membangunkanku ketika aku jatuh. Tak ada seorang ibu yang mengusap air mataku ketika aku menangis. Tak ada seorang ibu yang menghiburku ketika aku ditinggalkan. Dan tak ada seorang ibu yang menguatkanku ketika aku tak berdaya. Tetapi aku yakin semua yang terjadi dalam hidupku adalah rencana dan kehendak-Mu. Dengan memandang salib-Mu, aku mendapatkan kekuatan untuk mengarungi hidupku.
Akhirnya, kita sampai di penghujung waktu liburan kita. Hatiku berkobar-kobar penuh gembira karena aku mengalami kehadiran-Mu. Aku bersukacita bersama Maria Magdalena dan dua murid Emaus karena kami melihat Tuhan yang bangkit. Aku akan “turun gunung”, kembali ke “Yerusalemku”. Pengalaman-pengalaman konsolasi selama tinggal bersama-Mu di keheningan gunung Tabor ini akan menjadi kado untuk dibawa pulang. Aku akan membagikannya kepada siapapun yang aku jumpai. Aku siap diutus untuk membawa Kabar Gembira ini kepada dunia. Semoga bersama dan di dalam nama-Mu aku bisa menjadi Kabar Gembira itu sendiri. Amin.

Rumah Khalwat Roncalli-Salatiga
11 September 2015
Readmore → Berlibur Bersama Tuhan

Monday, 31 August 2015

Legenda Rumah Merah

Konon katanya, keberadaan sebuah “rumah merah” yang terletak di salah satu taman di Rumah Khalwat Roncalli Salatiga ada legendanya. Entah dari siapa yang memulai cerita itu dan bagaimana legendanya kami sendiri tidak tahu. Dan kami tidak perlu tahu karena keberadaan kami di tempat ini bukan untuk mencari tahu tentang legenda rumah merah itu, bukan untuk itu.
Kami berada di sini untuk mengikuti Kursus Persiapan Profesi Kekal. Pada KPPK gelombang II ini diikuti oleh 48 peserta dari 17 tarekat. Kami datang dari berbagai daerah di Indonesia: dari Jawa, Sumatra, Kalimantan, Nusa Tenggara, Ambon dan Papua. Ada juga yang berasal dari negara tetangga yaitu Timor Leste dan dari negeri upin dan ipin. Kami datang dengan satu tujuan untuk mengikuti Kursus Persiapan Profesi Kekal. Kami tinggal dan ada bersama sebagai satu keluarga besar yang menamakan diri sebagai kaum berjubah dan para pelaku hidup bakti. Dalam sebuah rumah yang nyaman dan sejuk serta alam yang asri, kami mendapat pelayanan yang tulus dari seorang pastor, para bruder, para suster dan bapak-ibu pegawai.
Berbagai proses kami alami: perkuliahan di kelas, sharing dan pendalaman dalam kelompok maupun bersama pendamping kami masing-masing, latihan doa, olahraga, piknik, makan dan rekreasi bersama dan semua pengalaman kebersamaan ini kami satukan dalam perayaan Ekaristi Kudus. Harapannya bahwa semua proses yang kami alami di sini dapat menempa kami menjadi pribadi-pribadi tangguh yang dapat diandalkan dalam tarekat kami masing-masing.
Melalui buku harian kami ditunjukkan sebuah cara yang sederhana untuk mengungkapkan semua rasa dan pergulatan harian kami pada tempat yang paling ideal. Melalui spiritualitas doa, kami diajari cara-cara praktis membangun relasi dengan DIA yang memanggil kami. Doa adalah hadir di hadapan DIA yang dicintai dan mencintai kami dengan semua perasaan dan pengalaman yang kami alami. Melalui sejarah hidup bakti kami diingatkan kembali pada sejarah pendirian tarekat kami masing-masing dengan keprihatinan awal pendiri yang kini menjadi keprihatinan generasi kami juga. Tentu tetap disesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan zaman tanpa harus mengabaikan relevansinya sehingga keprihatinan awal pendiri kami tetap menjadi roh yang menghidupkan karya pelayanan kami saat ini.
Kami sadar bahwa kami berasal dari keluarga masing-masing yang mempunyai sejarah dan kisahnya sendiri-sendiri. Ada yang penuh canda dan tawa oleh keutuhan cinta dan perhatian orang tua. Tetapi ada juga yang sejarah hidupnya penuh derita dan deraian air mata lantaran ditinggal ayah, ibu dan orang-orang terdekat lainnya. Ada juga yang kisah hidupnya diwarnai dengan berbagai pergulatan dan beragam pengalaman traumatis. Menyikapi ini semua kami dibantu dalam proses “healing” untuk mengakui keberadaannya dan menerimanya sebagai bagian dari cerita hidup kami. Kami ingin berdamai dengan masa lalu kami, kami ingin sehat, sembuh dan menjadi pribadi yang utuh secara jasmani, mental dan spiritual.
Pemahaman yang baik terhadap seksualitas dan spiritualitas menjadi penting bagi kami supaya hidup kami menjadi utuh dan seimbang seperti Yesus yang kami ikuti. Hal ini juga sejalan dengan penghayatan hidup komunitas dan kaul-kaul kami. Kami dituntun untuk menata kekhasan hidup kami ini agar semakin menyerupai DIA yang menjadi idola kami.
Dengan melihat kembali perjalanan hidup kami, pada momen-momen dimana kami mengalami perjumpaan dengan Allah yang penuh kasih secara mendalam, yang menjadi pengalaman mistik dan landasan fundamental dalam kesaksian profetik atau kenabian kami, kami semakin mantap akan keputusan mana yang akan kami pilih untuk kelanjutan hidup panggilan kami. Tentu kami perlu melewati proses discernment dengan melihat seluruh pengalaman konsolasi dimana kami mengalami Allah secara nyata juga pengalaman desolasi, pengalaman dimana kami mengalami Allah yang seolah-olah jauh, Allah yang dialami secara tersamar.
Semua proses ini sangat membantu kami untuk memutuskan dan memilih yang terbaik. Apakah kami dengan mantap melangkah ke altar Tuhan, membawa diri dan seluruh keberadaan kami untuk dipersembahkan sebagai kurban yang hidup untuk kemuliaan nama Tuhan. Ataukah kami harus berpaling dari jalan ini untuk melangkah ke jalan yang lain.
Kami perlu dengan bebas, sadar, tahu dan mau untuk melilih satu yang terbaik agar kami bisa menjadi religius yang penuh sukacita dalam cara hidup dan karya pelayanan kami, bukan menjadi religius yang seperti orang yang baru pulang dari pemakaman atau menjadi religius yang ledra-ledre. Kami yakin bahwa Allah Tritunggal, Bunda Maria dan Santo Yosef, para pelindung, pendiri dan pemimpin kami, orang tua kami di rumah atau yang sudah berada di surga, sanak keluarga dan sahabat kenalan kami serta sudara dan saudari kami sekongregasi akan meneguhkan keputusan kami. Kami percaya bahwa Tuhan akan mengantar kami pada sebuah keputusan yang terbaik bagi kehidupan kami karena Tuhan adalah Allah kami yang tidak pernah kalah akal. Untuk itu kami ingin mengungkapan rasa syukur dan terima kasih kami kepada-Nya melalui pujian yang berjudul “Thank You Lord”, song by Don Moen.
Readmore → Legenda Rumah Merah

Wednesday, 22 July 2015

Spiritualitas Sepak Bola


Pengantar
Sepak bola adalah cabang olahraga yang paling popular di dunia saat ini. Memasuki abad ke-21, olahraga ini telah dimainkan oleh lebih dari 250 juta orang di 200-an negara. Olahraga yang telah dimulai sejak abad ke 2-3 SM oleh dinasti Han di negeri Cina ini digandrungi oleh hampir semua lapisan masyarakat, kelompok usia, pria maupun wanita. Mereka berpatisipasi dalam dunia sepak bola entah sebagai pemain, pendukung, peminat, penonton secara langsung atau melalui televisi, pendengar radio atau pembaca media cetak.
Tulisan ini tidak bermaksud untuk memaparkan sejarah ataupun perkembangan sepak bola. Tulisan ini merupakn uraian sederhana dari gagasan-gagasan reflektif tentang nilai-nilai yang bisa dimaknai dalam olahraga sepak bola. Ulasan spiritualitas sepak bola ini akan ditinjau dari tiga aspek yang terkandung di dalamnya sebagaimana spirit kegiatan Refreshing Tahunan para Frater BHK pada Desember 2014, yaitu Olah raga, Olah rasa dan Olah mental beserta hubungannya dengan komunitas hidup membiara.

Olah Raga
Seperti olahraga pada umumnya, sepak bola juga merupakan sebuah aktivitas fisik yang efektif dalam mengolah raga atau tubuh kita menjadi lebih sehat. Raga atau tubuh jasmani kita yang menjadi lelah dan kurang bersemangat oleh karena berbagai pekerjaan terutama yang menguras pikiran perlu diolah kembali melalui sepak bola. Olahraga ini adalah salah satu upaya alternatif untuk membuat tubuh kita menjadi lebih sehat, segar dan bersemangat.
Menurut para spesialis ortopedi, dengan melakukan olahraga sepak bola secara tertatur, tubuh kita akan memiliki kepadatan tulang 1,3 lebih tinggi. Kepadatan tulang yang tinggi meminimalisir terjadinya osteoporosis yang membuat badan kita menjadi bungkuk. Hal ini berarti, olahraga sepak bola yang dilakukan secara teratur dapat mengurangi dampak pembungkukan badan yang disebabkan oleh osteoporosis.
Sepak bola juga dapat meningkatkan kesegaran tubuh, fleksibilitas dan kekuatan otot. Bermain sepak bola meningkatkan kekuatan otot kaki, paha, perut dan dada. Otot yang terus dilatih membuat tubuh menjadi lebih sehat, fleksibel, segar dan berdaya tahan kuat sehingga tidak mudah terserang virus penyakit.
Bagi yang ingin menjaga badannya agar tetap ideal, olahraga sepak bola bisa menjadi salah satu pilihan solusi. Permainan sepak bola merupakan kombinasi gerakan olahraga aerobic. Dua gerakan yang mutlak dilakukan dalam permainan sepak bola adalah lari dan lompat. Kedua gerakan ini cukup efektif dalam membakar lemak tubuh untuk menghindari kegemukan dan membuat badan tetap ideal. Lari dan lompat juga membantu jantung supaya bisa bekerja secara lebih efisien.    

Olah Rasa
Olah rasa merupakan teknik dalam mengolah atau mengontrol dinamika emosi atau perasaan-perasaan. Di dalam permainan sepak bola kita pasti akan mengalami berbagai perasaan. Misalnya, senang karena menang atau sedih dan kecewa karena kalah, bangga karena menciptakan gol atau karena permainan kita dinilai baik, marah karena dikasari pemain lawan atau juga jengkel karena teman dalam tim kita bermain kurang baik, dan sebagainya. Semua perasaan ini normal dan baik untuk dialami lantaran kita adalah manusia yang berpesaraan. Menjadi tidak baik jika perasaan-perasaan itu membawa kita pada dampak negatif. Misalnya, terjadi perkelahian karena benturan yang terjadi dalam permainan. Kita mereaksi benturan bukan dalam tindakan yang sportif tetapi melibatkan aksi kekerasan fisik. Di sisi lain misalnya karena kekesalan atau kekecewaan yang kita rasakan oleh karena permainan teman dalam tim kita kurang baik, kita menjadi sangat marah lalu memperlihatkan reaksi-reaksi negatif. Reaksi-reaksi negatif yang diperlihatkan entah secara verbal mau non-verbal dapat mempengaruhi mental orang lain. Ia akan merasa tertekan, takut, malu dan kurang bersemangat.
Oleh karena itu, dibutuhkan kedewasaan dan kematangan emosional dalam menyikapi setiap gesekan atau benturan serta masalah-masalah yang terjadi di lapangan dalam permainan sepak bola. Menurut Hurlock (1990), individu yang dikatakan matang secara emosional yaitu:
a)   Dapat melakukan kontrol diri yang bisa diterima secara sosial. Individu yang emosinya matang mampu mengontrol ekspresi emosi yang tidak dapat diterima secara sosial atau membebaskan diri dari energi fisik dan mental yang tertahan dengan cara yang dapat diterima secara sosial.
b)  Pemahaman diri. Individu yang matang, belajar memahami seberapa banyak kontrol yang dibutuhkannya untuk memuaskan kebutuhannya dan sesuai dengan harapan masyarakat.
c)    Menggunakan kemampuan kritis mental. Individu yang matang berusaha menilai situasi secara kritis sebelum meresponnya, kemudian memutuskan bagaimana cara bereaksi terhadap situasi tersebut.
Senada dengan pendapat di atas Covey (2005), mengemukakan bahwa kematangan emosi adalah kemampuan untuk mengekspresikan perasaan yang ada dalam diri secara yakin dan berani, diimbangi dengan pertimbangan-pertimbangan akan perasaan dan keyakinan individu lain.
Berdasarkan gagasan-gagasan di atas dapat disimpulkan bahwa kematangan emosi seseorang ditentukan oleh pemahaman diri yang baik dan kemampuan mengontrolnya serta kapabilitas dalam mengkritisi situasi dan mengekspresikannya secara bijak agar dapat diterima orang lain dalam kehidupan bersama. Kita dapat mengolah dan melatih diri melalui olah rasa dalam permainan sepak bola.

Olah Mental
Seperti yang telah diuraikan di atas, olahraga sepak bola membawa pengaruh baik dalam meningkatkan kesehatan tubuh (fisik) maupun emosional seseorang. Aktivitas fisik yang dilakukan dalam sepak bola juga memberi dampak positif dalam menyembuhkan masalah kesehatan mental dan stres. Setiap aktivitas fisik memproduksi endorfin yaitu molekul yang berfungsi sebagai obat penenang dan mengurangi rasa sakit karena ketegangan atau stres.     Secara lengkap dampak positif dari olahraga secara umum berdasarkan temuan Daniel M. Landers, professor ilmu kesehatan fisik dan olahraga dari universitas Arizona dapat diuraikan seperti berikut:
a)    Olahraga dapat mengurangi stres
Berolahraga dapat membantu kita mengurangi kegelisahan hati dan bahkan dapat melawan kemarahan. Ketika jantung kita bekerja pada saat berolahraga, maka otomatis konsentrasi pikiran tidak akan terfokus pada masalah. Selain dapat mengalihkan pikiran, aerobik yang rutin juga dapat meningkatkan ketahanan kardiovaskular (berkaitan dengan kesehatan jantung dan pembuluh darah), sehingga nantinya kita dapat bersikap tidak terlalu berlebihan dalam menyikapi suatu masalah. Aktifitas yang terbukti efektif dalam melawan ketegangan otak adalah aerobik seperti berjalan kaki, bersepeda, renang, lari dan lompat.
b)    Olahraga dapat meningkatkan kekuatan otak
Kegiatan fisik yang dilakukan secara rutin dan teratur bisa meningkatkan daya reaksi, konsentrasi, kreativitas dan kesehatan mental kita. Hal ini terjadi karena tubuh memompa lebih banyak darah sehingga kadar oksigen dalam peredaran darah juga meningkat sehingga mempercepat pemasukan darah ke otak. Para ahli berpendapat, bahwa otak yang cukup mendapat asupan darah berdampak pada meningkatnya reaksi fisik dan mental seseorang.
c)    Olahraga dapat melawan penuaan
Hasil penelitian membuktikan bahwa dengan hanya berolahraga ringan seperti berjalan kaki saja dapat membantu tubuh mencegah penurunan daya kerja otak bagi para lanjut usia. Semakin lama dan seringnya kegiatan berjalan kaki ini dilakukan maka ketajaman pikiran dan daya ingat juga akan semakin membaik.
d)    Olahraga dapat meningkat perasaan bahagia
Jalan menuju kebahagian secara alami dapat diraih dengan menggerakkan tubuh secara rutin. Olahraga terbukti manjur dalam meningkatkan hormon penumbuh rasa bahagia dalam otak kita, seperti adrenalin, serotonin, dopamin dan endorphin, yang merupakan pembunuh nomor satu penyakit hati. Olahraga juga dapat mengurangi rasa bosan serta meningkatkan kualitas dan kuantitas tidur.
e)    Olahraga dapat meningkatkan kepercayaan diri
Dewasa ini rasa percaya diri dapat dicapai tidak hanya dengan mengandalkan keindahan fisik saja. Sebuah studi kasus di AS membuktikan bahwa para remaja yang aktif berolahraga memiliki kadar kepercayaan diri yang sama kuat dengan teman-teman mereka yang memiliki tubuh dan penampilan indah. Kemantapan diri ini terletak pada hasil yang mereka dapatkan, yakni citra tubuh yang sehat dan kekuatan fisik yang prima.
Tubuh yang sehat membawa hidup dalam ketenangan. Ada keharmonisan dan damai yang mengalir dari dalam diri. Olahraga yang teratur akan memberikan kesehatan tubuh yang baik dan juga ketenangan pikiran (mental) serta pencapaian kemampuan intelek yang lebih tinggi. Sepak bola adalah satu olahraga yang membawa kita pada kesehatan tubuh, emosi dan mental.

Spiritualitas Sepak Bola dan Hidup Membiara
Dalam hidup membiara, spiritualitas sepak bola berperan sebagai faktor lain yang turut mendukung para pelaku hidup bakti dalam menjalani hidupnya. Berbagai hal yang telah dikemukakan di atas jika diperhatikan dan dijalani dengan sungguh-sungguh dapat memberi andil untuk menjaga kesehatan mereka baik secara jasmani, hidup rasa (emosi) maupun mental. Hal ini menjadi penting karena jika tubuh secara utuh (mencakup raga, rasa dan mental) dalam keadaan sehat, karya pelayanan yang diembani dapat dijalani dengan baik, tanggung jawab, semangat dan penuh sukacita.
Selain itu, ada hal-hal lain yang menjadi bagian dari spiritualitas sepak bola yang juga berkontribusi bagi kehidupan membiara di antaranya sebagai berikut:
a)    Latihan kepemimpinan dan kerja sama
Sepak bola adalah permainan tim. Melalui permainan sepak bola, kita melatih diri berkerja dalam tim (teamwork). Di dalam sebuah tim yang ideal pasti ada seorang pemimpin dan anggota yang dipimpin. Seorang pemimpin dalam dunia sepak bola disebut kapten tim, bertugas sebagai pemimpin kelompok, mengatur, mengkoordinir dan membagi tugas anggota tim, menjadi panutan dalam hal tanggung jawab dan disiplin. Adanya kerja sama yang baik dan jujur, keterbukaan dan saling mendengarkan antara pemimpin dan anggota untuk menciptakan sebuah tim solid dan berwibawa. Model spiritualitas di lapangan sepak bola ini bisa dibawa ke dalam kehidupan bersama dalam komunitas religius.
b)    Menumbuhkan semangat persaudaraan
Dalam komunitas hidup membiara ada berbagai momen yang memungkinkan tiap anggota terlibat bersama, misalnya yang paling esensial seperti doa, makan dan rekreasi. Ada juga karya perutusan yang dijalani bersama. Sepak bola juga adalah salah satu aktivitas dalam komunitas religius yang dilakukan bersama saudara yang lain. Olahraga ini mampu menumbuhkan semangat persaudaraan karena dalam bermain setiap anggota bisa saling melayani, saling mendukung, saling mengingatkan; ada kerendahan hati untuk mengakui kesalahan yang dilakukan; ada tawa canda, senda gura, kegembiraan dan sukacita yang mengalir secara alami. Semua hal itu dapat menguatkan ikatan tali persaudaraan sebagai satu keluarga religius.
c)    Sarana sublimasi
Dalam psikologi, sublimasi ialah suatu proses kejiwaan berupa penggunaan aktivitas pengganti untuk memuaskan motif-motif yang tidak tersalurkan dengan cara yang dapat diterima secara sosial. Atau secara sederhana dapat dikatakan sublimasi merupakan upaya menyalurkan energi negatif melalui aktivitas yang positif dan bermanfaat.
Para pelaku hidup bakti oleh karena kesibukannya menjalani tugas perutusan maupun keseharian dalam hidup berkomunitas dapat pula mengalangi kepenatan, bosan, jenuh, lesu dan stres. Semua energi negatif tersebut dapat disalurkan (dibuang) di lapangan melalui permainan sepak bola sehingga tubuh menjadi lebih semangat, segar, sehat dan terhindar dari tumpukan energi-energi negatif yang tidak baik untuk kesehatan mental.
d)    Latihan bersosialisasi
Tak dapat dipungkiri bahwa kehidupan membiara berpotensi membangun hidup bersama dengan orang lain (umat/masyarakat). Permainan sepak bola yang adalah permainan tim membantu meningkatkan kemampuan bersosialisasi. Artinya, dalam olahraga ini tersedia kesempatan untuk belajar berinteraksi dengan orang lain, mengenal dan dikenal orang lain, memiliki banyak teman, berkomunikasi dengan mereka dan berkolaborasi sebagai sebuah tim. Hal-hal tersebut sangat berguna bagi para pelaku hidup bakti sebagai modal untuk membangun relasi dengan orang-orang di luar biara khususnya orang-orang yang mereka layani maupun yang berkarya bersama mereka.
Itulah nilai-nilai yang bisa dipetik dan dimaknai dalam permainan sepak bola. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa spiritualitas sepak bola turut memberi sumbangsih bagi kehidupan membiara sejauh para pelaku hidup bakti itu mau dan mampu memaknainya.

Penutup
Olahraga sepak bola sangat bermanfaat bagi kesehatan jasmani maupun rohani manusia. Tiga aspek yaitu raga, rasa dan mental sebagai satu kesatuan yang utuh dalam diri seorang individu dapat diolah melalui olahraga yang sangat popular ini. Kecerdasan mengolah ketiga aspek tersebut penting dimiliki agar spiritualitas sepak bola bermanfaat bagi kesehatan jiwa raga manusia. 
Bagi komunitas religius, olahraga sepak bola juga memberi andil sebagai sarana membangun hidup bersama dan persaudaraan yang lebih kuat, sehat dan penuh sukacita. Bagaimana cara mengolahnya, kembali kepada masing-masing pribadi yang bersangkutan. Perlu juga diberi penekanan bahwa semua hal positif yang diperoleh dari olahraga sepak bola bisa berubah menjadi masalah jika dilakukan tanpa dilandasi sikap tanggung jawab dan tahu batas. Oleh karena itu, dibutuhkan kedewasaan dan kerendahan hati; tahu batas waktu, sadar akan kekuatan fisik yang dimiliki; perlu istirahat jika sudah lelah sehingga selalu ada spirit baru untuk aktivitas-aktivitas dan tugas-tugas lain di komunitas setelah olahraga sepak bola.
Readmore → Spiritualitas Sepak Bola