Monday, 31 August 2015

Legenda Rumah Merah

Konon katanya, keberadaan sebuah “rumah merah” yang terletak di salah satu taman di Rumah Khalwat Roncalli Salatiga ada legendanya. Entah dari siapa yang memulai cerita itu dan bagaimana legendanya kami sendiri tidak tahu. Dan kami tidak perlu tahu karena keberadaan kami di tempat ini bukan untuk mencari tahu tentang legenda rumah merah itu, bukan untuk itu.
Kami berada di sini untuk mengikuti Kursus Persiapan Profesi Kekal. Pada KPPK gelombang II ini diikuti oleh 48 peserta dari 17 tarekat. Kami datang dari berbagai daerah di Indonesia: dari Jawa, Sumatra, Kalimantan, Nusa Tenggara, Ambon dan Papua. Ada juga yang berasal dari negara tetangga yaitu Timor Leste dan dari negeri upin dan ipin. Kami datang dengan satu tujuan untuk mengikuti Kursus Persiapan Profesi Kekal. Kami tinggal dan ada bersama sebagai satu keluarga besar yang menamakan diri sebagai kaum berjubah dan para pelaku hidup bakti. Dalam sebuah rumah yang nyaman dan sejuk serta alam yang asri, kami mendapat pelayanan yang tulus dari seorang pastor, para bruder, para suster dan bapak-ibu pegawai.
Berbagai proses kami alami: perkuliahan di kelas, sharing dan pendalaman dalam kelompok maupun bersama pendamping kami masing-masing, latihan doa, olahraga, piknik, makan dan rekreasi bersama dan semua pengalaman kebersamaan ini kami satukan dalam perayaan Ekaristi Kudus. Harapannya bahwa semua proses yang kami alami di sini dapat menempa kami menjadi pribadi-pribadi tangguh yang dapat diandalkan dalam tarekat kami masing-masing.
Melalui buku harian kami ditunjukkan sebuah cara yang sederhana untuk mengungkapkan semua rasa dan pergulatan harian kami pada tempat yang paling ideal. Melalui spiritualitas doa, kami diajari cara-cara praktis membangun relasi dengan DIA yang memanggil kami. Doa adalah hadir di hadapan DIA yang dicintai dan mencintai kami dengan semua perasaan dan pengalaman yang kami alami. Melalui sejarah hidup bakti kami diingatkan kembali pada sejarah pendirian tarekat kami masing-masing dengan keprihatinan awal pendiri yang kini menjadi keprihatinan generasi kami juga. Tentu tetap disesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan zaman tanpa harus mengabaikan relevansinya sehingga keprihatinan awal pendiri kami tetap menjadi roh yang menghidupkan karya pelayanan kami saat ini.
Kami sadar bahwa kami berasal dari keluarga masing-masing yang mempunyai sejarah dan kisahnya sendiri-sendiri. Ada yang penuh canda dan tawa oleh keutuhan cinta dan perhatian orang tua. Tetapi ada juga yang sejarah hidupnya penuh derita dan deraian air mata lantaran ditinggal ayah, ibu dan orang-orang terdekat lainnya. Ada juga yang kisah hidupnya diwarnai dengan berbagai pergulatan dan beragam pengalaman traumatis. Menyikapi ini semua kami dibantu dalam proses “healing” untuk mengakui keberadaannya dan menerimanya sebagai bagian dari cerita hidup kami. Kami ingin berdamai dengan masa lalu kami, kami ingin sehat, sembuh dan menjadi pribadi yang utuh secara jasmani, mental dan spiritual.
Pemahaman yang baik terhadap seksualitas dan spiritualitas menjadi penting bagi kami supaya hidup kami menjadi utuh dan seimbang seperti Yesus yang kami ikuti. Hal ini juga sejalan dengan penghayatan hidup komunitas dan kaul-kaul kami. Kami dituntun untuk menata kekhasan hidup kami ini agar semakin menyerupai DIA yang menjadi idola kami.
Dengan melihat kembali perjalanan hidup kami, pada momen-momen dimana kami mengalami perjumpaan dengan Allah yang penuh kasih secara mendalam, yang menjadi pengalaman mistik dan landasan fundamental dalam kesaksian profetik atau kenabian kami, kami semakin mantap akan keputusan mana yang akan kami pilih untuk kelanjutan hidup panggilan kami. Tentu kami perlu melewati proses discernment dengan melihat seluruh pengalaman konsolasi dimana kami mengalami Allah secara nyata juga pengalaman desolasi, pengalaman dimana kami mengalami Allah yang seolah-olah jauh, Allah yang dialami secara tersamar.
Semua proses ini sangat membantu kami untuk memutuskan dan memilih yang terbaik. Apakah kami dengan mantap melangkah ke altar Tuhan, membawa diri dan seluruh keberadaan kami untuk dipersembahkan sebagai kurban yang hidup untuk kemuliaan nama Tuhan. Ataukah kami harus berpaling dari jalan ini untuk melangkah ke jalan yang lain.
Kami perlu dengan bebas, sadar, tahu dan mau untuk melilih satu yang terbaik agar kami bisa menjadi religius yang penuh sukacita dalam cara hidup dan karya pelayanan kami, bukan menjadi religius yang seperti orang yang baru pulang dari pemakaman atau menjadi religius yang ledra-ledre. Kami yakin bahwa Allah Tritunggal, Bunda Maria dan Santo Yosef, para pelindung, pendiri dan pemimpin kami, orang tua kami di rumah atau yang sudah berada di surga, sanak keluarga dan sahabat kenalan kami serta sudara dan saudari kami sekongregasi akan meneguhkan keputusan kami. Kami percaya bahwa Tuhan akan mengantar kami pada sebuah keputusan yang terbaik bagi kehidupan kami karena Tuhan adalah Allah kami yang tidak pernah kalah akal. Untuk itu kami ingin mengungkapan rasa syukur dan terima kasih kami kepada-Nya melalui pujian yang berjudul “Thank You Lord”, song by Don Moen.
Comments
0 Comments