Di
sebuah ruang kelas di Sekolah Dasar sedang ada pelajaran muatan lokal sekolah.
Ini pelajaran khusus untuk mengenal tarekat religius pemilik sekolah tersebut.
Hari itu mereka belajar tentang tiga macam kaul yang diikrarkan oleh seorang biarawan.
Pelajaran berjalan baik bersama seorang guru muda yang adalah seorang frater
yang sudah mengikrarkan kaul-kaul tersebut. Jadi materi pelajaran ini tidak
lain adalah bagian dari cara hidupnya yang diceritakan kepada anak didiknya.
"Salah
satu contoh penghayatan kaul kemurnian bagi seorang frater biarawan adalah
selibat atau hidup tidak menikah." Demikian sang guru menguraikan contoh
dari salah satu dari ketiga kaul tersebut yang diikuti dua contoh untuk dua
kaul yang lain. Anak-anak antusias mendengarkan apalagi saat sang guru
menambahkan embel-embel di belakang penjelasannya menggunakan istilah anak-anak
zaman ini yaitu “jomblo” untuk menyederhanakan maksud dari selibat.
"Selibat atau hidup yang tidak menikah artinya seorang frater akan menjadi
jomblo sepanjang masa," demikian katanya. Pelajaran hari itu diakhiri
dengan mengagendakan ulangan pada pertemuan berikutnya.
Seminggu
kemudian, saat itu malam masih di jalan menuju puncaknya. Seserpih bulan
bertengger di pucuk cemara. Redup temarannya mengundang seekor tokek
bersuara nyaring di pojok taman. Di meja kerjanya seorang frater senyam-senyum
sendiri di tengah kesibukannya mengoreksi hasil ulangan murid-muridnya. Di
bawah soal, tuliskan tiga macam kaul, ada seorang anak yang menjawab: kaul
ketaatan, kaul kemiskinan, dan kaul jomblo. "Selalu ada kejutan bagi
seorang pendidik. Itulah indahnya menjadi seorang guru SD," gumamnya
lirih.
Malang,
November 2017
sang
tenang