Waktu telah memberi kesempatan bagiku untuk mengukir
kisah baru dalam sejarah hidupku. Bagi kebanyakan orang kesempatan ini adalah
hal yang biasa namun bagiku sebagai orang luar pulau Jawa momen ini merupakan
hal yang luar biasa. Untuk pertama kalinya kujejakkan kakiku di bumi
Ngayogyakartadiningrat. Keberadaanku di sana dalam rangka ikut ambil bagian dan
kegiatan wisata rohani yang diadakan oleh Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang
Kerohanian Katolik (UKM BKK) Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
Bersama saudara seiman Katolik, kami mengawali perjalanan
wisata rohani kami dengan registrasi dan persiapan oleh panitia pelaksanaan
kegiatan di depan kampus. Setelah doa bersama untuk memohon berkat dan
perlindungan Tuhan dalam seluruh kegiatan kami, kami pun meninggalkan kampus
untuk memulai perjalanan kami. Suasana kegembiraan dalam persaudaraan dan
kebersamaan mewarnai sepanjang perjalanan kami dari Surabaya hingga Jogjakarta.
Perjalanan yang jauh dan melelahkan tak kuasa mengurangi ekspresi kegembiraan
di wajah-wajah belia putera-puteri Wijaya Kusuma ini. Persaudaraan dan
keakraban di antara kami telah menjiwai semangat kami yang telah
memproklamirkan diri sebagai “arek-arek bkk”.
Sendang Sri Ningsih, di sebuah gua Maria yang terletak di
daerah Klaten-Jogjakarta itu menjadi tempat pertama kami memulai wisata rohani
kami. Perziarahan kami awali dengan Ibadat Jalan Salib sepanjang jalan menuju
puncak melewati perhentian-perhentian yang telah disiapkan di sisi kanan dan
kiri jalan. Sengatan hawa dingin yang diselimuti hembusan angin pagi seakan
menambah kekhusukkan permenungan kami akan kisah sengsara Sang Guru Ilahi untuk
menebus dosa-dosa umat manusia. Kisah sengsara yang dilakoni-Nya ke puncak
golgota 2 ribuan tahun lalu itu terasa hadir kembali menemani kami kala itu.
Perjalanan iman ini kami lanjutkan dengan bersimpuh di bawah kaki Sang Bunda di
puncak Sri Ningsih. Segala ujud dan niat kami panjatkan kehadirat Bunda sembari
memohon berkat dan pertolongannya. Ziarah rohani kami puncaki dengan Perayaan
Ekaristi Kudus bersama di Gereja Marga Ningsih. Rangkaian pengalaman iman ini
kami alami ditinjau dalam konteks kaca mata iman kami orang muda. Artinya,
bahwa ada kesan di suatu sisi masih ada hal-hal yang perlu dibenahi lagi namun
di sisi yang lain kami telah mulai berproses.
“Wisata Rohani, ada unsur wisata di dalam kegiatan rohani
dan sebaliknya, ada unsur rohani di dalam kegiatan wisata”. Demikianlah yang
kami lakukan dalam kegiatan kami ini seperti yang ditegaskan oleh Romo yang
memimpim Perayaan Ekaristi waktu itu dalam khotbahnya. Setelah kami bergumul
dalam permenungan rohani “ala orang muda”, kami melanjutkan kegiatan kami ke
Candi Prambanan. Di area yang berlumuran aroma budaya nan artistik ini, kami
menghabiskan waktu beberapa jam untuk sekedar jalan-jalan sambil melihat-lihat
kemegahan salah satu benda peninggalan cagar budaya bumi pertiwi tersebut.
Terik mentari yang menyengat tak kuasa mengaburi ekspresi keceriaan di wajah
kami. Decak kagum pun turut melatari nada apresiatif kami akan keagungan Tuhan
yang telah turut mendandani keindahan negeri ini dengan menghadirkan bangunan
ajaib itu. Momen ini tak disia-siakan oleh pengunjung yang baru pertama kali
maupun telah beberapa kali menjejaki kakinya di tempat itu. Ada yang
mengabadikan kesempatan itu dengan foto bersama dan sebagainya.
Perjalanan kami lanjutkan ke kota Jogjakarta. Hawa budaya
terasa hangat dan merasuki jiwa tatkala gapura selamat datang “menyapa” kami.
Bumi Ngayogyakartadiningrat dengan nuansa kekeratonan yang sangat kental
menjadi pandangan yang menyejukkan raga di tengah perihnya sengatan terik
matahari. Di salah satu daerah istimewa yang dinakhodai oleh seorang Sultan
ini, kami menghabiskan energi dan waktu hingga berjam-jam hanya untuk berwisata
(jalan-jalan). Setelah mengikuti Perayaan Ekaristi Hari Raya Pentakosta (sesuai
jadual acara dari panitia), kami diberi kebebasan untuk menyibukkan diri dengan
agenda pribadi. Hampir semua peserta yang memanfaatkan kesempatan ini dengan
aneka aksi di sekitar pusat perbelanjaan Malioboro. Ada yang shopping.
Ada yang hanya jalan-jalan sambil melihat-lihat (mungkin juga yang sekedar
“melirik-lirik”). Ada yang mencoba mencicipi beragam kuliner khas Jogjakarta dan
sebagainya. Sebuah momen sederhana namun cukup unik dan sangat terkesan bagiku
yaitu ketika kami duduk manis di pinggir jalan alun-alun kota dekat Malioboro.
Beralaskan selembar tikar kami menikmati kebersamaan dalam persaudaraan yang
diwadahi segelas “kopi arang”. Segelas kopi yang dibubuhi sepotong arang (sisa
pembakaran) itu menjadi perekat keakraban di antara kami. Dia juga menjadi
peretas batas profesi dan senioritas di antara kami. Dosen, pendamping, senior,
yunior dan sebagainya melebur jadi satu. Satu saudara dalam iman akan Yesus
Kristus. Sungguh sebuah pengalaman yang langka dan mengesankan bagiku.
Seiring dengan berjalannya sang waktu, malam pun membawa
kami ke penghujung hari dan dengan “terpaksa” menghentikan segala aktifitas
kami sepanjang hari itu. Kami beranjak ke tempat penginapan kami di
Parangtritis. Masih dalam rangkulan semangat kebersamaan, kami mengakhiri hari
itu di sebuah penginapan yang sangat nyaman. Ucapan selamat malam dan selamat
tidur menjadi salam terakhir malam itu sebelum semuanya terlelap dalam tidur
dan mencari jalan masing-masing menuju alam mimpi.
Sunday in the beach. Itulah acara kami hari ini (Minggu 12 Juni 2011).
Keceriaan kembali mewarnai raut wajah kami setelah semalaman “berwisata”
bersama mimpi masing-masing. Setelah sarapan kami beranjak menuju pantai
Parangtritis untuk berhari minggu bersama di sana. Senda gurau dan tawa canda
bersama menjadi pemandangan indah di tengah kegarangan pantai paling selatan
Jogjakarta itu. Di pantai yang diyakini menurut legenda oleh penduduk setempat
sebagai tempat bermukimnya Nyai Loro Kidul (Queen of South) itu menjadi tempat
terakhir kegiatan wisata rohani kami.
Akhirnya, dengan semangat baru kami kembali ke Surabaya
membawa serta segenggam cerita yang bernama pengalaman. Harapannya bahwa semoga
dengan seluruh pengalaman kebersamaan yang kami alami dalam rangkaian kegiatan
wisata rohani tersebut menjadi bekal yang sangat berharga terutama memberi kami
spirit dan kekuatan baru untuk melanjutkan tugas-tugas utama kami sebagai mahasiswa
serta kebersamaan dan persudaraan kami sebagai warga UKM BKK tetap terpelihara.
Amin.
Tuhan memberkati.
Juli 2011