Hari
yang terik. Sengatannya seakan menghanguskan. Panasnya membara. Sekelompok
kawula muda yang menamakan diri Kaun Muda Vinsensian hilir mudik kesana kemari
hendak mencari dan menemukan Dia. Dia yang diyakini hadir di antara sesama yang
paling hina, orang kecil yang dianggap sampah oleh masyarakat dan mereka yang
miskin secara materi, yang terlupakan dan yang terpinggirkan. Keyakinan ini
didasari oleh buah renungan dan refleksi mendalam dari sang guru spiritual, St.
Vinsensius a Paulo yang memandang orang miskin sebagai tuannya.
Kehadiran
orang muda di tempat ini untuk menyapa, memberi seberkas senyuman hangat dan
belajar menjadi pendengar yang setia. Lebih dari itu mereka ingin menjadi
bagian dari perjuangan hidup dan suka duka orang-orang yang mereka jumpai.
Mereka ingin berbagi kegembiraan sembari belajar menjadi sesama dan sahabat
bagi yang papa.
Sungguh
sebuah pemandangan langka di tengah hingar bingar dan kegemerlapan dunia abad
ini. Di sudut sana, disaksikan begitu banyak orang muda yang mengahabiskan
waktu dengan bersenang-senang tanpa nilai tambah yang bisa diperoleh.
Mengkonsumsi narkoba, minuman keras, tawuran, sekularisasi hingga seks bebas
adalah contoh-contoh cerita lumrah yang kian menjadi tren yang membudaya.
Akibatnya, mereka melakoni hidup sebagai pribadi-pribadi yang angkuh, antipati,
antisosial dan egoistis.
Namun,
para putera-puteri Vinsensian muda ini ingin bersaksi kepada dunia bahwa mereka
adalah generasi muda yang memiliki kisahnya sendiri. Mereka masih memiliki
kepekaan kepada sesama. Mereka adalah kawula muda yang masih memiliki hati bagi
orang-orang kecil. Mereka mampu hadir sebagai saudara bagi yang miskin dan
teman bagi yang hina dina. Semangat St. Vinsensius yang memandang orang miskin
sebagai tuannya telah merasuk dalam nadi-nadi belia harapan gereja ini.
Inspirasi
dan pelajaran hidup yang mereka peroleh adalah bekal berharga yang boleh dibawa
pulang sebagai hadiah terindah dari pengalaman perjumpaan bersama paras-paras
letih pejuang kehidupan penantang ganasnya zaman ini. Semangat juang yang
tinggi, peduli terhadap sesama, rendah hati dan suka berbagi, jujur, terbuka
dan apa adanya, pasrah pada kehendak ilahi, mencintai keluarga dan sebagaianya.
Semuanya itu adalah nilai-nilai tentang hidup yang bisa dipelajari melalui
pengalaman hadir bersama saudara yang miskin dan hina dina. Mereka menerimanya
secara cuma-cuma dari tangan-tangan kasih berhati sahaja nan ikhlas. Terima
kasih saudaraku atas kerelaannya menjadi guru bagi teman-temanku.
(refleksi
ini terinspirasi oleh pengalaman mendampingi teman-teman dalam kegiatan TKMV)
Gresik,
26-28 Oktober 2012)