Saya kira Anda
pernah berpikir bahwa dengan menulis sebenarnya Anda sedang mengungkapkan jati
diri Anda sendiri. Siapa diri Anda dengan segala kelebihan dan kekurangannya,
sadar atau tidak, tergambar dalam karya tulis yang Anda hasilkan.
Saya masih
ingat, saat menjalani masa pembinaan menjadi frater dulu, para formator
beberapa kesempatan meminta kami untuk menulis. Ini bukan bagian dari latihan
menulis, tetapi sebenarnya mereka ingin mengenal kepribadian kami masing-masing
melalui tulisan yang dihasilkan. Dari situ, selanjutnya kami diarahkan.
Artinya, setelah mengetahui siapa diri kami melalui tulisan tadi, selanjutnya
mereka menemukan arah ke mana masing-masing kami akan didampingi. Tentu saja
para formator ini memahami dan memiliki kompetensi dalam bidang itu.
Dalam dunia
psiko-spiritual (yang saya pahami hanya sedikit), ada beberapa metode yang
digunakan untuk mengenal kepribadian seseorang. Di antaranya melalui simbol,
menggambar, mewarnai, dan menulis. Suatu kali saya menggambar sebuah
pemandangan di laut. Di sana ada perahu kecil di tengah lautan yang luas dengan
sebuah daratan yang menjadi tujuan perahu itu berlayar.
Perahu itu
adalah simbol diri saya yang sedang berjalan. Sebagaimana manusia pada umumnya,
kita adalah para peziarah (homo viator) yang sedang berjalan menuju keabadian.
Saya melalui pilihan hidup yang sedang saya jalani saat ini adalah bagian dari
perziarahan itu. Di tengah laut (jalan) kadang-kadang saya menjumpai ombak yang
menciutkan nyali, ada hujan badai dan sengatan matahari, dan ada juga
makhluk-makhluk laut yang mengerikan. Itulah aneka tantangan dengan beragam
wujud dan tingkat kekuatan yang mengganggu perjalanan hidup saya. Saya
bersyukur karena ada banyak orang yang berjalan bersama saya. Mereka adalah
orang tua, para formator, konfraters, rekan-rekan kerja, dan tentu saja Dia
Sang Pemanggil. Mereka berjalan bersama saya melalui dukungan, doa, dan bentuk-bentuk
perhatian lainnya.
Suatu kali saya
memilih kertas putih sebagai simbol diri saya. Lalu saya menulis dengan
mengambil posisi sebagai sang kertas yang sedang bercerita. Menarik ketika kita
mampu masuk ke dalam dunia kertas dan secara jujur mengatakan tentang dirinya.
Melalui metode ini sebenarnya kita dibawa masuk ke dalam dunia diri kita yang
sesungguhnya. Itu juga merupakan pengalaman saya.
"Mereka
yang lancar menulis tentang simbolnya dan tidak membuang banyak kertas karena
dianggap salah, merekalah orang-orang yang cukup mengenal dirinya." Saya
ingat itu kata-kata pembina saya. Tentang menulis simbol kertas putih tadi,
saya ingat ada dua kertas yang saya gunakan, yang pertama kertas buraman berisi
coretan awal, yang kedua adalah kertas bersih berisi tulisan saya yang sudah
jadi setelah melalui proses editing versi saya yang dulu. Sekali lagi, ini
pengalaman saya. Lalu apa hubungannya dengan judul tulisan saya ini?
Belakangan ini,
kita menemukan aneka karya tulis yang berserakan di lapak media sosial pribadi
maupun grup-grup yang diikuti. Ada bermacam-macam bentuk tulisan oleh beragam
penulis dengan latar belakang yang bervariasi pula. Sadar atau tidak, melalui
karya tulis tersebut, kita sebenarnya sedang menceritakan siapa diri kita
kepada para pembaca. Maksud saya, ini tidak hanya tentang mengaktualisasikan
diri, tetapi kita sedang membicarakan kepada orang lain tentang kepribadian
kita yang lebih dipengaruhi oleh dorongan alam bawah sadar. Ingat, ada teori
yang mengatakan bahwa seorang pribadi normal dikendalikan oleh 80 % alam bawah
sadar dan 20 % alam sadar.
Dengan
demikian, melalui tulisan yang dibagikan, kita sebenarnya bisa mengenal
kepribadian penulisnya. Saya menulis beberapa contoh berikut ini. Ada tulisan
yang terlihat rapi, terartur, serta konstruksi idenya mengalir secara runtut.
Ini pasti karya tulis dari mereka yang hidupnya "jelas" dan teratur,
tidak mbulet. Kita pernah membaca
tulisan yang walaupun sederhana, tetapi ditulis dengan baik, menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar berdasarkan EYD. Tulisan tersebut dihasilkan oleh
mereka yang dalam hidupnya tidak tertarik untuk menyusahkan orang lain. Dia
adalah orang yang sederhana dalam kata dan tindakannya, tetapi menyenangkan
bagi orang lain. Soal konsistensi, tak jarang kita membaca tulisan-tulisan yang
tidak konsisten. Misalnya dalam satu tulisan, ada yang mulanya dia menulis
"saya", tetapi di bagian lain dia menggunakan "kami". Ini
hanya satu contoh kecil. Namun, si penulis mungkin tidak sadar bahwa dia sedang
memperkenalkan dirinya yang kurang (tidak) konsisten.
Masih banyak
contoh lain yang bisa ditulis di sini. Pada intinya, kita akan dibawa kepada
pengenalan akan kepribadian penulis melalui tulisannya. Gagasan saya ini
mungkin ada teorinya, saya tidak tahu, tetapi saya hanya ingin membagikan apa
yang pernah saya pahami. Argumen ini dilatarbelakangi oleh pengalaman saya
sendiri sebagaimana yang sudah saya utarakan di atas. Saya tidak bermaksud
menyinggung atau mengevaluasi siapapun. Ini murni sharing gagasan yang
bersumber dari pengalaman pribadi. Saya kira, ide ini baik juga kalau digunakan
untuk mengenal teman (sahabat) yang selama ini kita jalin melalui jembatan maya
di bawah kendali kedua jempol jari tangan kita masing-masing. Salam literasi. †Deo
Gratias.