Bunda, kau dan malaikat kecilmu
menjadi alasan kenapa aku selalu jatuh cinta dan tersenyum bahagia. (Tiny
Parera)
Semua
tulisan dengan bahasa indah adalah puisi. Karena itu bagi saya, caption yang ditulis di atas gambar ini adalah
puisi. Saya tertarik untuk mengulasnya karena gambar beserta caption-nya itu memberikan saya
inspirasi demikian: Kita tahu bahwa alasan bagi hampir semua mereka yang
memilih jalur profesi sebagai para medis karena mereka adalah para pencinta
kehidupan. Mereka pro life. Penulis
yang adalah seorang bidan merupakan salah satu di antaranya. Oleh karena itu,
tidak heran dia menulis ungkapan hatinya berangkat dari realitas panggilan
hidupnya. Tak jarang, penulis di hari-hari aktivitasnya bergelut dengan aneka
rasa tidak enak: was-was, cemas, takut, sedih, kecewa, marah, dan sebagainya.
Maka, ungkapan "selalu jatuh cinta dan tersenyum bahagia" atas suatu
kehidupan baru, itu suatu keniscayaan.
Seorang
guru merasa bahagia karena muridnya yang tertinggal dalam berbagai aspek merengkuh
kesuksesan di akhir masa sekolah; Seorang pengajar iman penuh sukacita menyaksikan
umatnya mengalami pembaruan hidup; Seorang petani merasa gembira karena
limpahan panenannya memberi harapan hidup bagi orang lain; Seorang ibu mengucurkan air mata bahagia saat
menyaksikan kehidupan rumah tangganya yang penuh cinta dalam keterbatasan; Seorang
dokter berderai air mata haru menyaksikan senyum mekar di wajah pasiennya yang
baru sembuh dari kanker yang hampir saja merenggut nyawa; Wajah seorang penulis
bercahaya ketika karyanya memberi inspirasi banyak orang; dan masih banyak lagi
jenis pekerjaan beserta alasannya mengapa selalu ada "jatuh cinta dan
tersenyum bahagia" yang mereka rasakan.
Pertanyaan untuk kita, adakah "jatuh cinta dan tersenyum bahagia" yang mengalir dari profesi yang sedang kita jalani saat ini? Bersama rerumputan yang bergoyang dan bening butir hujan di ujung daunnya, mari kita menemukan jawabannya.
Malang, 13.12.17
#sangtenang