Tuesday, 5 September 2017

Pelukan Jessy


Malam yang rusuh. Listrik padam. Suara petir menggelegar, sambar-menyambar. Jessy, seorang gadis dari keluarga berada yang baru saja menyewa kotrakan persis di sebelah rumah seorang ibu miskin dan dua anaknya itu gemetaran. Jiwanya kelu oleh gemparan suara petir di tengah hujan deras di malam ketujuh dia menempati rumah kontrakan itu.
Diterangi cahaya handphone, gadis itu hendak ke dapur, mengambil lilin. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kontrakannya. Ternyata seorang anak miskin, tetangga sebelah rumah. “Kakak ada lilin?” Tanya anak miskin itu dengan risau setelah Jessy membuka pintu. Dia berpikir sejenak. Lalu muncul di benaknya kata-kata yang telah lama tertanam “jangan pinjamkan, nanti jadi kebiasaan untuk terus-menerus meminta!” Maka gadis itu menjawab, “tidak ada!” Sebuah jawaban yang tegas penuh penekanan.  
Lalu si anak miskin berkata dengan riang, "Saya sudah menduga kakak tidak ada lilin, ini ada dua lilin saya bawakan untuk kakak. Kami sangat kuatir karena kakak tinggal sendirian dan tidak ada lilin." Jessy merasa bersalah. Sesaat kemudian tumpukan kristal di pelupuk matanya merekah. Dalam linangan air mata, dia memeluk anak miskin itu. Erat sekali.

Malang, September 2017
sang tenang
Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment