Friday, 30 September 2016

Spiritualitas Kamar Makan

Salah satu aspek esensial dari kehidupan manusia sebagai makhluk sosial (homo socius) adalah adanya keinginan untuk selalu berinteraksi dengan sesamanya. Keinginan ini juga merupakan kebutuhan dasar manusia. Setiap pribadi normal secara naluriah selalu berusaha menjalin relasi dengan pribadi lain dalam kehidupannya sehari-hari. Konsekuensi perjalinan antar manusia tersebut terciptalah momen-momen yang memberi ruang setiap pribadi untuk berada bersama pribadi lain pada saat dan tempat tertentu. Maka terjadilah acara-acara bersama seperti perayaan bersama, diskusi, olahraga, berdoa, rekreasi, makan bersama, dan sebagainya.
Bagi kita yang menghayati hidup membiara, aspek ini merupakan salah satu poin penting yang perlu diperhatikan. Hidup bersama dengan orang lain terutama saudara sepanggilan adalah sebuah tuntutan. Ia menjadi salah satu aspek esensial dalam kehidupan kita selain hidup doa, hidup karya dan penghayatan kaul-kaul. Salah satu aktivitas penting dalam aspek hidup bersama di dalam biara adalah makan bersama.
Kesetian untuk membangun hidup membiara tidak terlepas dari kesetiaan kita pada momen-momen yang mendukungnya. Salah satu momen itu adalah makan bersama. Setiap komunitas biara, sama seperti rumah tangga pada umumnya selalu dilengkapi dengan kamar makan. Ini adalah fasilitas standar yang idealnya wajib ada di setiap komunitas biara.
Bagi kita para pelaku hidup bersama dalam biara, kamar makan adalah tempat kita bertemu, berbagi pengalaman, sharing gagasan, berdiskusi sambil menikmati makan bersama. Setiap anggota komunitas pasti sibuk dengan tugas dan tanggung jawab serta urusan pribadinya. Kita jarang bertemu karena waktu kita sebagian besar dihabiskan pada tempat pelayanan kita masing-masing. Oleh karena itu kamar makan dan makan bersama merupakan tempat dan kesempatan yang ideal untuk bertemu dan berbagi tentang banyak hal yang kita alami.
Kamar makan adalah ruang diskusi yang nyaman. Sambil menikmati santapan yang dihidangkan, setiap pribadi bisa berbagi ide atau gagasan untuk didiskusikan. Memberi tanggapan, mengajukan pertanyaan, menimpali dan mendiskusikannya secara lebih mendalam membuat kamar makan menjadi lebih “hidup”. Kita akan menuai fungsi ganda dari kamar makan, kebutuhan jasmaniah terpenuhi dan kesegaran intelektual kita tetap terjaga karena setiap diskusi yang dilakukan menuntut otak kita untuk terus bekerja.
Kamar makan juga bisa menjadi ruang “konseling”. Berbagai arahan, wejangan dan petuah bijak, saling mengingatkan dan mengoreksi bisa dilakukan di kamar makan. Yang yunior bisa belajar dari yang senior melalui cerita tentang kebijaksanaan hidup yang telah dilakoni sepanjang hidupnya. Yang senior bisa membuka diri untuk menerima realita bahwa zaman sudah maju, segala sesuatu sudah berubah dan kini menjadi “dunia”-nya para yunior. Semua hal itu bisa terjadi di kamar makan melalui komunikasi yang dialogis.
Melihat kemungkinan-kemungkinan yang telah diuraikan, kita dapat menyimpulkan bahwa selain sebagai tempat kita menyantap makanan jasmani, kamar makan juga menjadi tempat dimana kita bisa menimba berbagai poin spiritual yang dibutuhkan dalam hidup bersama kita. Hal sama kita bisa temukan dalam cerita kitab suci. Salah satunya adalah kisah Malam Perjamuan terakhir Yesus bersama para murid-Nya. Melalui peristiwa itu, kita bisa memaknai spritualitas kamar makan yang ditunjukkan oleh Yesus dan murid-murid-Nya. Ada dialog di antara mereka, ada tanggapan dan pertanyaan, ada sanggahan dan saling menimpali. Ada amanat tentang cinta kasih, pelayanan dan kerendahan hati, bahkan ada “curhat”tentang saat-saat terakhir Yesus bersama para murid sebelum kisah sengsara-Nya juga diungkapkan di kamar makan pada perjamuan itu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kamar makan adalah ruang spititualitas bagi mereka yang ada di dalamnya.
Tentu bukanlah hal mudah untuk mencapainya. Spiritualitas kamar makan berkaitan erat dengan membangun persaudaraan yang memang tidak selalu mudah bagi beberapa orang. Ada banyak hal yang dapat menyebabkan kita sulit membangun persaudaraan dalam komunitas. Hal-hal tersebut seperti yang ditulis oleh Paul Suparno, SJ dalam sebuah artikelnya, antara lain: Pertama, kita merasa tersakiti oleh teman sekomunitas dan merasa tidak mungkin lagi disembuhkan. Kedua, kita merasa tidak cocok dengan teman kita karena perbedaan watak dan sikap. Ketiga, kesombongan diri, dendam dan sikap diskriminasi yang kita miliki. Keempat, benci karena pernah direndahkan atau tidak didengarkan. Kelima, ingin menjadikan orang lain seperti diriku.
Hal-hal tersebut sangat mengganggu kehidupan bersama kita dalam biara. Kamar makan yang seharusnya menjadi ruang menghidupi semangat persaudaraan menjadi tempat yang tidak nyaman dan ingin dihindari. Beberapa anggota ada di kamar makan hanya karena sudah waktunya makan sebagaimana tercantum pada acara harian. Sekedar ada karena rutinitas dan ingin cepat-cepat pergi dari kamar makan bahkan ada yang berusaha mencari kesibukan untuk menghindari acara makan bersama. Oleh karena itu, dibutuhkan sikap rendah hati, saling memberi dan menerima, saling menghargai dan saling mengasihi. Adanya keterbukaan untuk mau berbagi dan kerelaan untuk mau mendengarkan.
Kita perlu sadar bahwa dalam komunitas, kita tidak dapat memilih teman yang cocok; yang mudah membuka diri; atau yang memiliki kesukaan yang sama. Dalam perbedaan suku, karakter, latar belakang budaya, kita disatukan dalam sebuah komunitas. Tuhanlah yang telah memanggil dan menyatukan kita. Maka, yang perlu dikembangkan dalam diri kita adalah keterbukaan hati agar kasih Tuhan berkembang dalam diri kita, sehingga kita juga rela menerima dan mengasihi saudara-saudara kita sekomunitas apa adanya mereka. Dalam Injil, Yesus mengajak kita untuk menjadi sahabat-Nya. Itu berarti kita juga hendaknya menjadi sahabat bagi orang lain, bagi teman-teman sekomunitas karena mereka juga sahabat Yesus. 
Kita juga perlu membangun persaudaran di komunitas dengan mengembangkan afeksi dan perhatian kepada sesama saudara sekomunitas. Tindakan-tindakan sederhana yang dilakukan di kamar makan seperti memberi ucapan, menyapa dan memberi perhatian adalah sangat penting karena melaluinya kita menjadikan saudara kita bernilai dan berharga bagi kita. Suasana komunitas terasa saling mendukung, akrab dan terbuka. Hal ini dapat membantu setiap anggota untuk berani membuka diri, jujur satu dengan yang lain dan semangat persaudaraan semakin kuat. Setiap anggota dengan penuh gembira dan damai akan selalu berupaya menciptakan kehidupan bersama yang rukun. Dengan demikian, kamar makan menjadi tempat yang hangat untuk membagi persaudaraan dengan anggota yang lain, selain sebagai ruang diskusi atau ruang “konseling”seperti yang telah diuraikan di atas.
Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment