Menjalani
peran guru dalam kelas ternyata bukanlah menjadi pribadi yang tahu dan bisa
segalanya. Ternyata guru di dalam kelas adalah seorang "murid" yang
sedang belajar pada "guru" yang adalah muridnya sendiri. Kenyataan
ini berangkat dari sebuah pengalaman yang pernah saya alami sendiri.
Suatu hari di
kelas dimana saya menjadi guru dalam arti sesungguhnya, sedang dilaksanakan
ulangan harian sebagaimana biasanya di akhir setiap tema pembahasan. Seperti
biasanya anak-anak dengan tekun mengerjakan soal-soal yang saya berikan.
Menjelang berakhirnya waktu yang telah ditentukan, suasana kelas menjadi ramai.
Anak-anak ngobrol satu sama lain. Ada
juga yang sibuk dengan dirinya sendiri. Rupanya ada sebagian besar anak yang
sudah selesai mengerjakan soal-soal yang diberikan itu. Saya lalu bangkit
berdiri dan bertanya, "semua sudah...?" Sebuah pertanyaan spontan
yang lazim terjadi tanpa ada pertimbangan akan kebenaran tata bahasa yang
berlaku. Serentak mereka menjawab, "sudaaaaaaaahhh.....". Kelas
menjadi lebih ramai dari sebelumnya. Anak-anak menjawab pertanyaan saya
dibarengi candaan. Spontan saya menjadi marah dan dengan nada keras
menghentikan keramaian yang terjadi. Kelas berubah menjadi sunyi. Anak-anak
rupanyan takut dengan suara keras saya. Mereka saling memandang dan saling
menyalahkan. Tiba-tiba seorang anak, namanya Dave, dengan tenang dia
berceletuk, "makanya frater, kalau tanya anak-anak jangan bilang seperti
itu, coba kalau frater bilang, siapa yang belum, pasti kelas nggak akan ramai". Sesaat saya
terdiam dan membatin. Benar apa yang dikatakan Dave. Kalau saya bertanya, siapa
yang belum, pasti anak-anak yang belum menyelesaikan ulangan akan mengangkat
tangannya dan kelas tidak akan ramai seperti tadi.
Pengalaman itu menjadi masukkan yang sangat
berharga bagi saya. Saya telah melakukannya pada kesempatan-kesempatan
berikutnya. Sejauh ini apa yang disarankan Dave sungguh benar adanya. Di sini,
di kelas ini, bersama anak-anak yang selama ini menjadi murid-murid saya, saya
mengakui bahwa menjadi guru bukanlah yang paling tahu. Dave menyadarkan saya
bahwa guru adalah seorang "murid" yang sedang berguru pada
murid-muridnya sendiri. Dia mengingatkan saya bahwa ruangan kelas adalah tempat
belajar bagi guru dan murid-muridnya. Setiap interaksi yang terjadi adalah
momen yang baik untuk saling menimba ilmu yang memperkaya pengalaman. Saya
bersyukur atas pengalaman ini. Semoga semakin banyak guru yang rela menjadi
"murid" bagi anak-anak didiknya sendiri. Tentu hal ini menjadi
mungkin apabila sang guru memiliki sikap rendah hati dan mau belajar dari
murid-muridnya.