(Sebuah
Catatan Reflektif - Remah-Remah Retret 2018)
“Saudara
Arianus, mulai sekarang namamu menjadi Frater Walterus,” kata Bapa Uskup
Keuskupan Malang, Mgr. HJS. Pandoyoputro, O.Carm yang mempersembahkan misa
penjubahan waktu itu kepada saya. Peristiwa itu terjadi pada 12 Juli 2005, tiga
belas tahun lalu. Artinya sudah lebih dari sepuluh tahun saya tidak menyadari arti
nama itu bagi perjalanan hidup saya sebagai seorang Frater Bunda Hati Kudus.
Padahal dulu saya memiliki alasan memilih Walterus sebagai nama biara saya. Hingga
hari ini, ketika romo pembimbing retret mengembalikan penyadaran itu dalam diri,
saya seperti baru bertemu kembali dengan sosok pemilik nama yang menjadi
inspirasi hidup saya itu.
Frater
Walterus V. J. van Hoesel adalah seorang frater Belanda. Dia memiliki banyak
kecocokan dengan diri saya sebagai pribadi maupun tentang latar belakang
keluarga. Sepenggal profil hidupnya yang saya baca pada buku kenangan bagi para
frater pendahulu itu, sudah cukup memberi inspirasi kepada saya untuk memilih
namanya sebagai nama biara saya.
“Saya
yakin dia sekarang sudah bahagia di surga dan menjadi orang kudus yang selalu
mendoakan saya!” Di pojok rohani, dalam kesempatan refleksi pribadi, saya tergerak
untuk membatinkan kalimat itu. Sebuah ungkapan hati berdasarkan kesadaran baru
terhadap arti sebuah nama. Saya merenungkan sosok yang tak saya sadari selama
ini sebagai santo pelindung saya. Keyakinan itu berdasarkan alasan bahwa selama
ini secara personal maupun kongregasional, saya (kita) selalu mendoakan
keselamatan bagi semua saudara sekongregasi yang telah berpulang. Frater
Walterus telah berkumpul dan berbahagia bersama Bapa Pendiri dan para frater
yang lain dalam kediaman abadi di surga. Saya sungguh yakin, maka di penghujung
permenungan hari itu, saya berkata, “Santo Walterus, doakanlah saya!”
Saudara
...
Apa yang
paling membahagiakan selain memiliki keyakinan bahwa di pintu kemah abadi
berdirilah seseorang yang menunggu kedatangan kita? Saya percaya, ketika
saatnya tiba, frater Walterus menunggu saya di pintu surga dengan tangan
terbuka dan siap menyambut kedatangan saya. Keyakinan itu mengajak saya mulai
hari ini untuk selalu berdoa melalui perantaraan dan di bawah perlindungan
frater (santo) Walterus.
Apabila
inspirasi ini menjadi gerakan bersama kita secara kongregasional, berapa banyak
santo yang terlahir dari rahim Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus. Mungkin ada
yang memberi argumentasi bahwa para santo ini tidak diakui oleh Gereja. Bagi saya,
apalah artinya pengakuan jika secara pribadi saya berkeyakinan bahwa saya
memiliki seorang santo dari saudara setarekat yang senantiasa melindungi dan
mendoakan saya dari surga!
Keyakinan
ini membawa dampak yang lebih luas bagi persekutuan. Betapa banyak orang kudus BHK
yang mengalirkan rahmat dari surga untuk perziarahan kongregasi ini dalam
menjalankan tugas perutusannya. Mereka sangat berperan bagi perjalanan
kongregasi sampai hari ini. Tentu saja selain orang-orang kudus yang dipilih
oleh kongregasi sejak semula bersama sanak keluarga para frater yang telah
berbahagia di surga. Mereka adalah Gereja Mulia BHK yang menjadi pendoa dan
pelindung kongregasi bersama Para Kudus Allah. Pada titik ini, saya boleh
mengungkapkan satu kalimat yang terinspirasi dari gagasan refleksi retret tahun
ini, “Hidup dalam kelimpahan rahmat-Mu yang mengalir dari surga, itulah hidup
yang sedang kujalani hari ini, ya Tuhan.”
|
Walter Arryano |
|Rumah
Retret Andreas Fey, Malang, 23.06.2018 |
#sangtenang
#sangtenang