Tuesday, 28 November 2017

PEMBELAJARAN DI LADANG AYAH

Sejak awal, mereka memang diciptakan untuk selalu hidup bersama. Di mana yang satu tumbuh, akan ada yang lain ikut bersanding. Suatu realitas yang membuat para petani memiliki kesibukan dalam proses mengolah ladang. Rupanya Sang Pencipta mempunyai maksud tertentu dengan kedua ciptaan-Nya itu.
Di sisi sebuah ladang yang luas, seorang anak memandang ayahya, lalu bertanya "Ayah, mengapa ada ilalang di antara tanaman padi di kebun ayah ini? Padahal ayah tidak pernah menanamnya?" Sambil tersenyum, sang ayah berkata, "Itu rahasia alam, nak." Anak itu mengernyitkan dahi, tanda bahwa ia tidak memahami jawaban ayahnya. Obrolan ayah-anak itu berlanjut dengan menguraikan karakteristik kedua tanaman itu dalam kaca mata seorang petani. Sampai sang anak memahami jawaban ayahnya. Sang ayah kemudian menambahkan bahwa kedua tanaman itu melambangkan sifat manusia. Padi adalah hidup, damai, sukacita, kebaikan, iman, harapan, dan kasih. Sementara ilalang adalah kejahatan, antipati, sombong, tamak, marah, dengki, iri hati, sedih, cemburu, dan egois. Hari sudah menjelang sore, sang ayah memungkas kalimatnya dengan berkata, "Nak, Pencipta selalu menyertakan kebijaksanaan-Nya dalam setiap ciptaan-Nya".
Bocah kritis itu menengadah, menatap tajam mata ayahnya, kemudian bertanya, "Tapi yah, kenapa Pencipta membiarkan ilalang bertumbuh bersama padi? Bukankah lebih baik Dia tidak perlu menciptakan ilalang agar para petani seperti ayah tidak lagi bekerja keras menyianginya?" Ayah anak itu sejenak diam. Kemudian sambil memegang pundak anaknya ia berkata, "Agar kau selalu memiliki kesempatan untuk memilih. Itulah kebijaksanaan-Nya, nak." Beribu jingga merekah di langit senja. Sepasang camar melenguh di sudut cakrawala. Putra semata wayang lelaki singel parent itu mengangguk-angguk, entah apa yang ada dalam ruang pikirannya. 


Malang, 28.11.17
sang tenang


Readmore → PEMBELAJARAN DI LADANG AYAH

Friday, 3 November 2017

TAKDIR

biarkan pena berbicara
Takut-takut kuacungkan jari. Bukan karena aku malu dengan pengalaman hidupku. Aku bukan orang tertutup. Tetapi keragu-raguan yang kurasakan itu lantaran aku adalah orang yang kurang percaya diri. Aku hanya memiliki sedikit keberanian untuk berbicara dalam forum formal yang melibatkan banyak orang seperti siang hari itu. Tetapi karena ada hal lain yang ingin kucapai, akhirnya keberanian itu datang juga.
“Saya setuju dengan ungkapan hati beberapa teman tadi. Bisa dipahami apabila mereka menjadi Stella, mereka mungkin tidak bisa memaafkan sang ayah yang tega menodai puteri semata mayangnya itu sendiri. Tetapi bagi saya, apapun yang dialami Stella, saya tetap merasa iri dengannya. Walaupun dia sangat terluka, marah, dan kecewa dengan ayah kandungnya tetapi Stella memiliki orang tua. Takdir hidup saya berbeda.” Dengan terbata-bata kulanjutkan cerita tentang nasib hidupku yang penuh pilu. Potongan-potongan kisah hidupku belum usai terurai, aku sudah tak bisa menguasai diriku lagi. Hanya sepenggal cerita yang mampu kuungkapkan. Kesedihan yang kutahan akhirnya pecah bersama tangisan yang tak kuasa kubendung lagi.
Sesaat kemudian, ruang konferensi riuh oleh tepukan tangan, membahana memenuhi langit-langit ruangan. Aku mendapat support dari teman-temanku. Sebuah dukungan agar aku bisa menerima pengalaman kerentananku sebagai seorang anak yang ditinggal orang tua sejak kecil.

Malang, Agustus 2017
sang tenang
Readmore → TAKDIR