Monday, 30 October 2017

DOA SI JOMBLO

Sore yang diam. Awan mendung menyelimuti. Sebuah laman penyedia layanan tes berbasis analisis data pada profil sebuah akun facebook menunjukkan hasilnya. Tertera keterangan bahwa pemilik akun tersebut akan meninggal pada tahun 2020. Tiga tahun lagi.

Lalu dia berdoa, "mudah-mudahan di tahun itu aku sudah menikah, setidaknya aku nggak meninggal dalam keadaan jomblo." Lalu disusul beberapa emotikon tertawa.

Aku yang tak sengaja membaca postingannya itu sesaat ikut tertawa, terbawa suasana. Namun, setika terhenti. Aku menyadari sesuatu. Kemudian batinku berbisik, "seharusnya itu juga menjadi doaku."

Malang, Agustus 2017
sang tenang
Readmore → DOA SI JOMBLO

Saturday, 21 October 2017

Rotan sang Guru Musik

biarkan pena berbicara
Jingga mengintip di langit senja. Kawanan camar terbang melintasi dermaga tua yang membentang di sisi lautan. Ombak-ombak berlari, berkejaran, lalu pecah dan berbuih di bibir pantai. Setitik semburannya terciprat dan mengenai wajahku. Wajah sayu yang sembab karena tersiram hujanan haru oleh kenangan masa laluku.
Aku sendiri duduk di pinggir dermaga tua itu saat semburat senja mulai merona di batas cakrawala. Hanya untuk menghabiskan waktu, berbagi kisah bersama seseorang. Aku memanggilnya sang guru. Beliau adalah seorang biarawan, frater kekal yang sepanjang hidupnya mendedikasikan dirinya sebagai seorang guru. Dia sangat terkenal sebagai seorang frater guru yang menguasai bidang musik. Ia pandai bermain organ, melatih paduan suara, dan menciptakan lagu-lagu rohani. Kepiawaiannya dalam bidang musik membuat dia terlihat “selalu” muda dan disukai banyak orang terutama kaum muda. Bagi dia, musik adalah jiwanya. Sampai-sampai ada konfrater yang menggodanya, kalau tidak main musik satu hari, ia bisa sakit satu minggu. Itulah sang guru yang juga seorang biarawan itu.
Sore itu, bertemankan sepi dan alunan suara ombak, aku tenggelam dalam diamku. "Frater minta maaf, frater dulu terlalu kasar dengan kalian." Mataku berkaca-kaca saat mengulang kembali kata-kata yang pernah kuungkapkan di hadapan mantan muridku beberapa waktu lalu saat mereka mengunjungiku. Aku masih ingat, salah seorang dari mereka yang tidak hanya memelukku tetapi dia juga mencium kakiku. "Frater tidak kasar. Frater tidak menyakiti hati kami. Kami tahu bahwa setiap hentakan rotan yang frater berikan, itu adalah tanda bahwa frater mencintai kami. Rotan-rotan itulah yang membuat kami seperti sekarang ini." Kata-kata itulah yang telah merekahkan titik-titik kristal di pelupuk mataku senja itu. Kata-kata dari orang nomor satu di sebuah kabupaten di pulau Flores. Seorang mantan muridku yang terkenal paling nakal di angkatannya dulu. Itulah secuil kisah yang menjadi pemicu hadirnya sembab di mataku senja itu.

Malang, 21.10.17
sang tenang
Readmore → Rotan sang Guru Musik

Sunday, 8 October 2017

KOLEKTE

biarkan pena berbicara
Ada sebuah keluarga kecil yang hidup sederhana. Sang ayah adalah tipe pria  yang super sabar dan sangat menyayangi keluarga kecilnya. Sementara sang ibu yang tidak banyak berbicara sangat telaten mengurus rumah tangga. Ia mengajari nilai-nilai hidup kepada putra-putrinya melalui praksis hidup yang dilakoninya saban hari. Keluarga ini dianugerahi dua orang anak dengan kepribadian yang sungguh terpuji. Walaupun mereka tergolong dalam keluarga menengah atas secara ekonomi, tetapi cara hidup yang berhaja membuat mereka disukai oleh tetangga sekitar yang hidupnya pas-pasan.
Ini sudah hari Minggu ke tiga sejak pertanyaan itu mulai berkecamuk di hatinya. Grace, si putri bungsu yang cantik itu masih ingat kesepakatan yang telah diputuskan bersama beberapa waktu lalu saat semua anggota keluarga berkumpul untuk menikmati santap malam bersama. Kala itu sang ayah mengusulkan supaya Grace bersama Dave, kakaknya menyisihkan sebagian uang jajan mereka selama seminggu sekolah untuk kolekte pada misa hari Minggu di ujung pekan. Demikian juga sang ayah dan ibu, mereka melakukan hal yang sama. Besar kolekte yang akan diberikan masing-masing juga disampaikan dalam "rapat" keluarga itu dan disetujui oleh semuanya. Tetapi kenapa ibunya seakan mengabaikan kesepakatan itu. Hal ini yang membuat Grace tidak tenang selama mengikuti Misa tiga hari Minggu terakhir ini dan terus bertanya dalam hatinya.
"Sayang, ibu nggak curang kok. Ibu selalu memberi kolekte sesuai janji ibu waktu itu. Hanya ibu belum cerita sama Grace ke mana kolekte ibu yang lainnya itu." Itu jawaban sang ibu saat Grace bertanya, agak protes ihwal kolekte ibunya yang selalu kurang dari kesepakatan. Lalu sang ibu mengajak Grace ke pasar di suatu hari libur dan menunjukkan di mana "kotak persembahan" yang ke dalamnya sang ibu biasa menaruh kolekte yang lain itu. "Sayang, begitulah selama ini ibumu menepati janjinya, sebagian dibawa ke gereja dan sebagian yang lain dimasukkan di kotak nenek renta yang sakit-sakitan itu," kata sang ayah menenangkan rasa penasaran putri kecilnya di suatu senja yang anggun.

Malang, 08.10.17
sang tenang
Readmore → KOLEKTE