Ruangan itu
terletak di lantai dua. Seingat saya, baru sekitar 3 bulanan aktivitas itu dilaksanakan
dalam ruangan baru yang dilengkapi AC ini. Sebelumnya terjadi di ruangan utama,
terletak di bagian depan, lantai satu gedung itu. Ruangan berukuran kira-kira
20x20 meter itu penuh dengan hiruk pikuk petugas yang sibuk mengurusi
pekerjaannya masing-masing. Di salah satu sisi ruangan, duduk berderetan
sekelompok orang yang sedang menunggu giliran untuk dipanggil. Mereka akan
menjalani pemeriksaan sesuai standar prosedur yang berlaku. Pada salah satu
dinding ruangan itu terpampang selembar banner
berukuran besar dengan tulisan ini: “Setetes darah anda menghapuskan air mata
duka dan menjadi harapan mereka”. Orang-orang yang sedang antre itu adalah
mereka yang terpanggil untuk menerjemahkan makna kata-kata pada banner tersebut dalam praksis hidup
mereka. Tempat itu adalah sebuah ruangan dari Unit Transfusi Darah PMI Kota
Malang.
Siang itu, Johan,
seorang pemuda kristiani berusia 33 tahun berada di antara antrean panjang
orang-orang itu. Ia duduk di sebelah seorang bapak berprofesi sebagai seorang
tentara. Mereka mengobrol, berbagi cerita tentang aksi donor darah yang telah
mereka jalani selama ini.
“Kali ini, saya
donor darah yang ke-67. Saya rutin ikut ambil bagian dalam aksi donor darah ini
sejak SMA dulu. Ada satu kejadian yang tak terduga-duga. Suatu kali, tiba-tiba
saya mendapat surat ucapan terima kasih dari seseorang yang mengaku selamat
dari masa kritisnya karena kekurangan darah berkat transfusi darah yang saya
donorkan di tempat ini. Rupanya petugas PMI sini menempelkan identitas dan
alamat saya pada kantong darah yang didonorkan. Sehingga orang itu tahu, lalu
memngirimkan surat apresiasi itu kepada saya. Saya terkejut dan bersyukur
sekali karena hidup saya berarti bagi orang lain melalui aksi sederhana seperti
itu. Saya merasa hidup saya menjadi lebih bermakna. Ada perasaan bahagia di
dalam diri saya. Hal ini juga yang mendorong saya tetap setia dengan aksi donor
darah ini hingga sekarang”, sharing
bapak itu.
Sebuah kisah
sederhana namun sangat inspiratif. Demikian kesan Yohanes, nama baptis pemuda
yang disapa Johan itu. Sharing si
bapak itu mengingatkan dia pada sebuah pengalaman yang tidak bisa dilupakan
dalam hidupnya hingga hari ini. Sebuah pengalaman yang juga berkisah tentang imbalan
yang diterimanya buah aksi kemanusiaan bernama donor darah yang hingga hari ini
juga menjadi panggilan hidupnya. Dia menyadari bahwa dirinya tidak memiliki
apa-apa untuk diberikan kepada orang lain. Sementara panggilan hatinya selalu
mendorong dirinya untuk menghidupi semangat berbagi. Berangkat dari inspirasi
yang ditimba dari sebuah cerita inspiratif yang dia baca di media sosial, dia
pun menyadari bahwa Tuhan telah menganugerahkan kepadanya sesuatu yang sangat
berharga yaitu darahnya. Dia bisa menggunakan darahnya untuk membantu orang
lain. Semenjak itu dia mulai terbiasa dengan aksi donor darah. Selain sebagai
bagian dari gaya hidup yang menyehatkan, baginya donor darah juga merupakan
sebuah perbuatan kasih yang tidak bisa digantikan dengan apapun untuk menolong
sesama yang berada di ambang harapan karena kasus kekurangan darah. Falsafah
hidupnya amat sederhana, apa pun yang dia miliki jika itu memberi arti bagi
kemaslahatan hidup sesamanya, dia akan melakukannnya, sekecil dan sesederhana
apa pun itu. Kebijaksanaan hidup jejaka berdarah Flores ini berbuah kisah
inpiratif berikut ini.
Suatu ketika, masih
segar dalam ingatan Johan, tepat di hari ke-20 di bulan April 2009, peristiwa
yang sungguh berkesan dalam hidupnya itu terjadi. Pada perayaan hari ulang
tahun kelahirannya yang ke-25, tiba-tiba sebuah nada panggilan berdering di HP
miliknya. Penelpon dengan nomor baru itu tidak dikenalnya. Dengan ragu-ragu dia
menerima panggilan itu. Suara berat seorang bapak di ujung selulernya langsung
terdengar tanpa menunggu nada “halo” terucap dari bibir Johan. “Nak Yohanes
yah? Terima kasih nak, kamu telah menyelamatkan hidup bapak. Bapak sungguh
berterima kasih, nak. Nanti kalau ada kiriman yang datang ke alamat nak
Yohanes, diterima yah. Itu kiriman sebagai ucapan terima kasih dari bapak”. Handphone dimatikan. Hanya itu
pembicaraan melalui alat komunikasi produk zaman modern itu. Lebih tepatnya hanya
seperti itu informasi singkat dari pemilik nomor tak dikenal tersebut. Johan
bingung. Apa maksud ungkapan “kamu telah menyelamatkan hidup bapak” dalam
komunikasi via telpon seluler barusan. Namun karena Johan adalah seorang pemuda
yang berkepribadian sederhana, dia tidak tertarik untuk mencari tahu.
Sorenya, pada hari
itu juga, apa yang dikatakan melalui telpon pagi tadi menjadi kenyataan. Sebuah
bingkisan dalam balutan kertas kado yang indah tiba di alamat, dimana Johan
tinggal. Kiriman itu diterima oleh putri pemilik kos yang diam-diam menaruh
hati pada Johan. Dia menyerahkan bingkisan itu kepada Johan dengan kesal.
Mungkin dia berpikir, itu hadiah ulang tahun dari kekasih Johan yang bekerja di
Kalimantan. Ternyata itu adalah kiriman dari seorang bapak yang mengaku
hidupnya telah diselamatkan oleh Johan. Dengan agak ragu-ragu dia membuka, lantas
membaca sepucuk surat yang terselip di dalam bingkisan itu.
Nak Yohanes yang terkasih. Mungkin nak Yohanes
bertanya-tanya, apa maksud kata-kata bapak dalam telpon tadi pagi. Melaui surat
ini, bapak ingin menjelaskan duduk persoalannya. Begini nak, dua pekan yang
lalu, bapak dirawat di rumah sakit. Kondisi bapak kritis karena kekurangan
darah. Jika tidak segera melakukan transfusi darah, mungkin nyawa bapak tidak
bisa tertolong. Pontang-panting pihak rumah sakit bersama keluarga mencari darah.
Tak seorang pun anggota keluarga dan kerabat bapak yang bisa membantu karena
berbagai alasan medis. Hanya satu-satunya yang cocok dan bisa ditransfusi yaitu
kantong darah yang ada di Unit Transfusi Darah PMI Kota Malang. Itulah kantong
darah dari nak Yohanes. Sengaja putri bapak mencatat identitasmu yang tertera
di kantong itu karena dia sangat yakin pemilik darah itu adalah harapan
terakhir keselamatan bapak. Dan memang demikian nak. Setelah melakukan
transfusi darah dari kantong satu-satunya itu, bapak sekarang sudah sehat
kembali. Bapak berhutang nyawa kepadamu nak. Bapak mengucapkan berlimpah-limpah
terima kasih.
Dalam amplop itu, bapak juga menyertakan sejumlah uang.
Itu bukan untuk membeli darahmu, nak. Bukan untuk itu karena bapak tahu bahwa kamu
tidak menjual darah tetapi dengan suka rela mendonorkan darahmu untuk sesama.
Bapak ingin uang itu nak Yohanes pakai untuk kebutuhan pribadi, tetapi kalau
kurang berkenan, kamu bisa pakai untuk lebih banyak lagi berbuat kasih kepada
sesamamu, dalam bentuk apapun. Bantu bapak untuk menebus nyawa bapak dengan
perbuatan cinta kasih yang kamu lakukan.
Untuk baju, itu adalah hadiah ulang tahun buat nak
Yohanes. Bapak sengaja menghadiahi kamu kemeja itu karena bapak tahu nak
Yohanes adalah seorang kristiani. Dalam hidup selama ini, bapak adalah
seseorang yang sangat anti kristiani. Bapak selalu memberi ceramah-ceramah yang
mengajak umat untuk membenci orang-orang kristiani. Bapak selalu merasuki umat
bahwa orang-orang kristian adalah kafir. Bapak terlibat aktif dalam berbagai
aksi intoleran terhadap umat kristiani selama ini. Namun, peristiwa dua minggu
yang lalu membuat bapak sadar, nak. Bapak seolah-olah mendapat peingatan dari
musuh yang bapak benci selama ini. Bukan aksi balas dendam, tetapi kejahatan
bapak dibalas dengan kasih. Sungguh ajaran Tuhanmu, kamu hayati sungguh-sungguh
dalam hidupmu. Bapak yang mengalaminya sendiri. Darahmu, nak, darah nak
Yohanes, darah seorang kristiani yang bapak tahu selama ini sebagai orang
kafir, telah menyelamat bapak dari ancaman maut. Bapak sungguh menyesal, nak.
Bapak ingin bertobat. Bapak mohon bantuan nak Yohanes untuk mendoakan bapak.
Kemeja pemberian bapak dipakai yah, nak. Bapak sangat berharap, saat kamu ke
gereja mengikuti ibadah agamamu dan memakai baju itu, kamu selalu ingat bapak,
lalu memohon pertobatan bagi orang tua yang jahat ini. Itu saja yang ingin
bapak sampaikan. Sekali lagi, terima kasih atas kebaikanmu ya, nak. Bapak akan
selalu ingat di sepanjang sisa hidup bapak. Bapak sekeluarga mengucapkan
selamat ulang tahun untuk nak Yohanes. Semoga sehat selalu dan panjang umur
yah. Oyah, yang terakhir, bapak juga sertakan titipan salam dari Fitri, putri
semata wayang bapak untuk seorang pemuda berhati mulia yang telah menyelamatkan
ayahnya. Dia adalah seorang gadis yang sangat mengagumi pemuda dermawan seperti
nak Yohanes, apapun latarbelakang suku dan agamanya. Begitu katanya”.
Surat itu tanpa
tanda tangan, nama dan alamat pengirimnya. Lagi-lagi Johan tidak mempersoalkan
hal itu dan tidak ada niat mencari tahu sampai hari ini. Yang paling penting
bagi dia apa yang menjadi penghayatan hidupnya sebagai pendonor darah yang
aktif selama ini berguna bagi orang lain. Cerita sang bapak, sesama pendonor
darah yang sedang antre di ruangan itu, mengembalikan ingatannya pada momen
itu. Dia pun merasa hidupnya mempunyai arti bagi orang lain.
“Yohanes A. Mosa”,
panggil petugas, membuyarkan lamunan Johan yang senyum-senyum sendiri karena
mengingat kembali wajah si gadis manis, putri pemilik kos, tempat tinggalnya dulu.
Dia kesal karena melihat ekspresi wajah Johan yang tersipu malu lantaran kata-kata
pujian di penghujung surat itu.
Kota
Bunga, Malang, Juni 2017
Walter
Arryano BHK
Luar biasa 👍
ReplyDelete