Wednesday, 21 June 2017

Darah Seorang Kafir

Ruangan itu terletak di lantai dua. Seingat saya, baru sekitar 3 bulanan aktivitas itu dilaksanakan dalam ruangan baru yang dilengkapi AC ini. Sebelumnya terjadi di ruangan utama, terletak di bagian depan, lantai satu gedung itu. Ruangan berukuran kira-kira 20x20 meter itu penuh dengan hiruk pikuk petugas yang sibuk mengurusi pekerjaannya masing-masing. Di salah satu sisi ruangan, duduk berderetan sekelompok orang yang sedang menunggu giliran untuk dipanggil. Mereka akan menjalani pemeriksaan sesuai standar prosedur yang berlaku. Pada salah satu dinding ruangan itu terpampang selembar banner berukuran besar dengan tulisan ini: “Setetes darah anda menghapuskan air mata duka dan menjadi harapan mereka”. Orang-orang yang sedang antre itu adalah mereka yang terpanggil untuk menerjemahkan makna kata-kata pada banner tersebut dalam praksis hidup mereka. Tempat itu adalah sebuah ruangan dari Unit Transfusi Darah PMI Kota Malang.

Siang itu, Johan, seorang pemuda kristiani berusia 33 tahun berada di antara antrean panjang orang-orang itu. Ia duduk di sebelah seorang bapak berprofesi sebagai seorang tentara. Mereka mengobrol, berbagi cerita tentang aksi donor darah yang telah mereka jalani selama ini.

“Kali ini, saya donor darah yang ke-67. Saya rutin ikut ambil bagian dalam aksi donor darah ini sejak SMA dulu. Ada satu kejadian yang tak terduga-duga. Suatu kali, tiba-tiba saya mendapat surat ucapan terima kasih dari seseorang yang mengaku selamat dari masa kritisnya karena kekurangan darah berkat transfusi darah yang saya donorkan di tempat ini. Rupanya petugas PMI sini menempelkan identitas dan alamat saya pada kantong darah yang didonorkan. Sehingga orang itu tahu, lalu memngirimkan surat apresiasi itu kepada saya. Saya terkejut dan bersyukur sekali karena hidup saya berarti bagi orang lain melalui aksi sederhana seperti itu. Saya merasa hidup saya menjadi lebih bermakna. Ada perasaan bahagia di dalam diri saya. Hal ini juga yang mendorong saya tetap setia dengan aksi donor darah ini hingga sekarang”, sharing bapak itu.

Sebuah kisah sederhana namun sangat inspiratif. Demikian kesan Yohanes, nama baptis pemuda yang disapa Johan itu. Sharing si bapak itu mengingatkan dia pada sebuah pengalaman yang tidak bisa dilupakan dalam hidupnya hingga hari ini. Sebuah pengalaman yang juga berkisah tentang imbalan yang diterimanya buah aksi kemanusiaan bernama donor darah yang hingga hari ini juga menjadi panggilan hidupnya. Dia menyadari bahwa dirinya tidak memiliki apa-apa untuk diberikan kepada orang lain. Sementara panggilan hatinya selalu mendorong dirinya untuk menghidupi semangat berbagi. Berangkat dari inspirasi yang ditimba dari sebuah cerita inspiratif yang dia baca di media sosial, dia pun menyadari bahwa Tuhan telah menganugerahkan kepadanya sesuatu yang sangat berharga yaitu darahnya. Dia bisa menggunakan darahnya untuk membantu orang lain. Semenjak itu dia mulai terbiasa dengan aksi donor darah. Selain sebagai bagian dari gaya hidup yang menyehatkan, baginya donor darah juga merupakan sebuah perbuatan kasih yang tidak bisa digantikan dengan apapun untuk menolong sesama yang berada di ambang harapan karena kasus kekurangan darah. Falsafah hidupnya amat sederhana, apa pun yang dia miliki jika itu memberi arti bagi kemaslahatan hidup sesamanya, dia akan melakukannnya, sekecil dan sesederhana apa pun itu. Kebijaksanaan hidup jejaka berdarah Flores ini berbuah kisah inpiratif berikut ini.

Suatu ketika, masih segar dalam ingatan Johan, tepat di hari ke-20 di bulan April 2009, peristiwa yang sungguh berkesan dalam hidupnya itu terjadi. Pada perayaan hari ulang tahun kelahirannya yang ke-25, tiba-tiba sebuah nada panggilan berdering di HP miliknya. Penelpon dengan nomor baru itu tidak dikenalnya. Dengan ragu-ragu dia menerima panggilan itu. Suara berat seorang bapak di ujung selulernya langsung terdengar tanpa menunggu nada “halo” terucap dari bibir Johan. “Nak Yohanes yah? Terima kasih nak, kamu telah menyelamatkan hidup bapak. Bapak sungguh berterima kasih, nak. Nanti kalau ada kiriman yang datang ke alamat nak Yohanes, diterima yah. Itu kiriman sebagai ucapan terima kasih dari bapak”. Handphone dimatikan. Hanya itu pembicaraan melalui alat komunikasi produk zaman modern itu. Lebih tepatnya hanya seperti itu informasi singkat dari pemilik nomor tak dikenal tersebut. Johan bingung. Apa maksud ungkapan “kamu telah menyelamatkan hidup bapak” dalam komunikasi via telpon seluler barusan. Namun karena Johan adalah seorang pemuda yang berkepribadian sederhana, dia tidak tertarik untuk mencari tahu.

Sorenya, pada hari itu juga, apa yang dikatakan melalui telpon pagi tadi menjadi kenyataan. Sebuah bingkisan dalam balutan kertas kado yang indah tiba di alamat, dimana Johan tinggal. Kiriman itu diterima oleh putri pemilik kos yang diam-diam menaruh hati pada Johan. Dia menyerahkan bingkisan itu kepada Johan dengan kesal. Mungkin dia berpikir, itu hadiah ulang tahun dari kekasih Johan yang bekerja di Kalimantan. Ternyata itu adalah kiriman dari seorang bapak yang mengaku hidupnya telah diselamatkan oleh Johan. Dengan agak ragu-ragu dia membuka, lantas membaca sepucuk surat yang terselip di dalam bingkisan itu.

Nak Yohanes yang terkasih. Mungkin nak Yohanes bertanya-tanya, apa maksud kata-kata bapak dalam telpon tadi pagi. Melaui surat ini, bapak ingin menjelaskan duduk persoalannya. Begini nak, dua pekan yang lalu, bapak dirawat di rumah sakit. Kondisi bapak kritis karena kekurangan darah. Jika tidak segera melakukan transfusi darah, mungkin nyawa bapak tidak bisa tertolong. Pontang-panting pihak rumah sakit bersama keluarga mencari darah. Tak seorang pun anggota keluarga dan kerabat bapak yang bisa membantu karena berbagai alasan medis. Hanya satu-satunya yang cocok dan bisa ditransfusi yaitu kantong darah yang ada di Unit Transfusi Darah PMI Kota Malang. Itulah kantong darah dari nak Yohanes. Sengaja putri bapak mencatat identitasmu yang tertera di kantong itu karena dia sangat yakin pemilik darah itu adalah harapan terakhir keselamatan bapak. Dan memang demikian nak. Setelah melakukan transfusi darah dari kantong satu-satunya itu, bapak sekarang sudah sehat kembali. Bapak berhutang nyawa kepadamu nak. Bapak mengucapkan berlimpah-limpah terima kasih.

Dalam amplop itu, bapak juga menyertakan sejumlah uang. Itu bukan untuk membeli darahmu, nak. Bukan untuk itu karena bapak tahu bahwa kamu tidak menjual darah tetapi dengan suka rela mendonorkan darahmu untuk sesama. Bapak ingin uang itu nak Yohanes pakai untuk kebutuhan pribadi, tetapi kalau kurang berkenan, kamu bisa pakai untuk lebih banyak lagi berbuat kasih kepada sesamamu, dalam bentuk apapun. Bantu bapak untuk menebus nyawa bapak dengan perbuatan cinta kasih yang kamu lakukan.

Untuk baju, itu adalah hadiah ulang tahun buat nak Yohanes. Bapak sengaja menghadiahi kamu kemeja itu karena bapak tahu nak Yohanes adalah seorang kristiani. Dalam hidup selama ini, bapak adalah seseorang yang sangat anti kristiani. Bapak selalu memberi ceramah-ceramah yang mengajak umat untuk membenci orang-orang kristiani. Bapak selalu merasuki umat bahwa orang-orang kristian adalah kafir. Bapak terlibat aktif dalam berbagai aksi intoleran terhadap umat kristiani selama ini. Namun, peristiwa dua minggu yang lalu membuat bapak sadar, nak. Bapak seolah-olah mendapat peingatan dari musuh yang bapak benci selama ini. Bukan aksi balas dendam, tetapi kejahatan bapak dibalas dengan kasih. Sungguh ajaran Tuhanmu, kamu hayati sungguh-sungguh dalam hidupmu. Bapak yang mengalaminya sendiri. Darahmu, nak, darah nak Yohanes, darah seorang kristiani yang bapak tahu selama ini sebagai orang kafir, telah menyelamat bapak dari ancaman maut. Bapak sungguh menyesal, nak. Bapak ingin bertobat. Bapak mohon bantuan nak Yohanes untuk mendoakan bapak. Kemeja pemberian bapak dipakai yah, nak. Bapak sangat berharap, saat kamu ke gereja mengikuti ibadah agamamu dan memakai baju itu, kamu selalu ingat bapak, lalu memohon pertobatan bagi orang tua yang jahat ini. Itu saja yang ingin bapak sampaikan. Sekali lagi, terima kasih atas kebaikanmu ya, nak. Bapak akan selalu ingat di sepanjang sisa hidup bapak. Bapak sekeluarga mengucapkan selamat ulang tahun untuk nak Yohanes. Semoga sehat selalu dan panjang umur yah. Oyah, yang terakhir, bapak juga sertakan titipan salam dari Fitri, putri semata wayang bapak untuk seorang pemuda berhati mulia yang telah menyelamatkan ayahnya. Dia adalah seorang gadis yang sangat mengagumi pemuda dermawan seperti nak Yohanes, apapun latarbelakang suku dan agamanya. Begitu katanya”.

Surat itu tanpa tanda tangan, nama dan alamat pengirimnya. Lagi-lagi Johan tidak mempersoalkan hal itu dan tidak ada niat mencari tahu sampai hari ini. Yang paling penting bagi dia apa yang menjadi penghayatan hidupnya sebagai pendonor darah yang aktif selama ini berguna bagi orang lain. Cerita sang bapak, sesama pendonor darah yang sedang antre di ruangan itu, mengembalikan ingatannya pada momen itu. Dia pun merasa hidupnya mempunyai arti bagi orang lain.

“Yohanes A. Mosa”, panggil petugas, membuyarkan lamunan Johan yang senyum-senyum sendiri karena mengingat kembali wajah si gadis manis, putri pemilik kos, tempat tinggalnya dulu. Dia kesal karena melihat ekspresi wajah Johan yang tersipu malu lantaran kata-kata pujian di penghujung surat itu.

Kota Bunga, Malang, Juni 2017
Walter Arryano BHK

1 comment: