Tuesday, 21 March 2017

Inspirasi Maria Bunda Hati Kudus dalam Menghidupi Semangat Kepedulian


Perkembangan dunia sekarang ini sangat luar biasa. Kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan berbagai bidang kehidupan manusia sangat terasa. Kemajuan di bidang-bidang tersebut mendukung kehidupan manusia dalam berktivitas. Kita patut bersyukur karena melalui orang-orang hebat yang diberi kemampuan lebih oleh Tuhan, hidup kita semakin dipermudah. Mereka melakukan percobaan dan penelitian, membuat berbagai penemuan di bidang yang digelutinya masing-masing. Buah karya dan kerja keras mereka memberi kontribusi bagi kemajuan dan perkembangan manusia di berbagai aspek kehidupannya.

Kemajuan dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi yang menjadi indikator pesatnya perkembangan dunia dewasa ini mendapat porsi yang paling banyak disoroti. Pada generasi kini, siapa yang tidak mengenal internet, handphone atau media sosial? Anak-anak usia dini, remaja, orang muda hingga generasi uzur pun telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kemajuan kedua bidang ini entah sebagai penyedia maupun sebagai pengguna. Teknologi informasi dan komunikasi memberi andil besar bagi kemajuan pola kehidupan manusia abad ini. Internet misalnya, sangat membantu manusia dalam menyediakan berbagai sumber informasi. Handphone juga demikian, sebagai sarana komunikasi yang cepat, tepat, efektif dan efisien, alat komunikasi ini sangat menunjang kehidupan manusia di era globalisasi ini. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memberi sumbangsih yang signifikan bagi pertumbuhan peradaban manusia masa kini.

Namun, sebagaimana pada bidang-bidang lainnya, kemajuan dalam kedua bidang ini juga memberi dampak negatif bagi kehidupan manusia. Yang paling tampak adalah problema dalam komunikasi dan berelasi. Kita menjumpai dalam kehidupan berumah tangga dewasa ini, dinamika relasi antar anggota keluarga sangat memprihatinkan. Kita menemukan pribadi-pribadi yang egoistis dan individualistis pada rumah tangga-rumah tangga modern ini. Komunikasi antar anggota keluarga menjadi kurang intens atau bahkan macet lantaran setiap orang sibuk dengan perantinya masing-masing. Berselancar, bermedia sosial dan ber-chatting ria adalah beberapa activitas, produk perkembangan  teknologi informasi dan komunikasi yang paling digandrungi orang-orang dewasa ini. Akibatnya tampak jelas pada kehilangan kehangatan dalam keluarga. Anggota yang satu menjadi asing bagi yang lain. Mereka tidak lagi saling memperhatikan karena objek perhatiannya adalah teman obrolannya yang berada di luar rumah atau bahkan di belahan bumi yang lain. Komunikasi dan relasi antar anggota keluarga kehilangan arah dan tanpa gairah. Semangat kepedulian antar mereka hampir tidak ditemukan lagi. Orang tua sakit, anak-anak yang mengalami kesulitan tertentu bukan menjadi persoalan bersama dalam keluarga. Di dalam rumah saja sudah begitu, apalagi dengan tetangga, rekan kerja atau di ruang lingkup yang lebih luas, misalnya dalam hidup bermasyarakat. Semangat kepedulian menjadi kosa kata yang sulit ditemukan dalam praksis hidup manusia zaman ini.

Dampak yang lebih luas adalah terbentuklah keluarga-keluarga yang tertutup, cenderung individualistis dan tidak peduli dengan orang lain, egoistis dan hanya mementingkan diri dan keluarganya sendiri. Falsafah lama yang mengatakan bahwa tetangga adalah anggota keluarga terdekat, yang selalu menjadi orang pertama dalam situasi genting sepertinya tidak relevan lagi, tidak bergema lagi bagi kehidupan keluarga-keluarga dewasa ini. Urusan keluargaku adalah urusanku. Bukan menjadi urusanmu atau urusan kita. Kesulitan dan penderitaan yang dialami orang lain bukan menjadi tanggung jawabku. Kehidupan sosial kemasyarakat sekarang ini mengalami degradasi nilai yang memprihatinkan.

Sebagai pemeluk iman kristiani kita turut prihatin atas kondisi ini. Kita hendaknya tidak ikut terlarut dalam kemunduran nilai-nilai yang merugikan tatanan hidup bersama ini. Iman kita dengan jelas mengajarkan tentang kepedulian. Dokumen Konsili Vatikan II, Gaudium et Spes menegaskan bahwa kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus juga. Ini berarti Gereja yang diwakili para Bapa Konsili mengajak umatnya untuk ikut bergembira dan menderita bersama dunia. Gereja mengundang para pengikutnya untuk berpeduli dengan sesamanya, terutama mereka yang miskin dan menderita.

Sejalan dengan itu, kitab juga suci juga mencatat. Injil Matius 22:39 mengatakan, “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”  Tuhan menghendaki bahwa sesama kita ditempatkan sederajat dengan kita. Mengasihi sesama, artinya sama dengan kita mengasihi diri kita sendiri. Siapa itu sesama? Kitab suci mengisahkan sebuah narasi yang lengkap tentang sesama melalui perumpaman orang Samaria yang murah hati. Ini adalah sebuah perumpamaan yang diajarkan oleh Yesus kepada murid-murid-Nya yang tertulis di dalam Injil Lukas 10:25-37. Perumpamaan ini menggambarkan cinta kasih yang tidak terbatas, bahkan cinta kasih kepada orang yang membenci sekalipun. Tuhan mengajarkan cinta kasih di atas segalanya. Ini adalah kata lain dari peduli.

Selanjutnya kita juga bisa belajar peduli dari Bunda Maria dengan gelar Bunda Hati Kudus. Konstitusi Kongregasi Frater BHK, artikel 45 mengatakan bahwa Maria mempunyai arti istimewa dalam hidup kita. Gelar yang kita gunakan untuk menyapanya memperlihatkan keterikatan erat antara Maria dengan puteranya. Maria adalah teladan bagi orang yang mengikuti Yesus dalam cinta kasih-Nya yang bersifat mengabdi. Bagaimana kita belajar peduli kepada sesama dan menghidupinya seturut inspirasi sang Bunda yang menjadi nama sekaligus pelindung utama Kongregasi Frater BHK? Ada tokoh berikut ini angkat bicara.

Bentuk-bentuk kepedulian yang diteladankan oleh Maria dengan gelar Bunda Hati Kudus telah dihidupi oleh para frater yang bernaung di bawah lindungannya dari generasi ke generasi. Fr. M. Antonius Fernandez BHK adalah salah seorang di antaranya. Menurut frater yang sudah 64 tahun hidup membiara ini, agar kita bisa menghidupi semangat kepeduliaan yang diispirasi oleh Maria Bunda Hati Kudus, pertama-tama kita hendaknya memiliki relasi yang dekat dan akrab dengan sang Bunda. Membangun kedekatan bersama Bunda Maria dapat terwujud andaikata dalam diri kita telah memiliki nilai-nilai kristiani sebagai landasan dasarnya. “Orang tua membiasakan kami dari kecil untuk selalu berdoa rosario bersama. Kami sekeluarga memiliki devosi yang kuat kepada Bunda Maria. Kebiasaan ini membuat saya memiliki kedekatan dengan Bunda Maria, apalagi saya pernah belajar di Seminari Menengah yang sangat menekankan hidup doa dan devosi-devosi kepada Bunda Maria. Kebiasaan yang baik ini sangat membantu saya dalam membangun relasi yang akrab dengan Bunda Maria”, demikian biarawan yang biasa dipanggil fr. Anton ini menceritakan. Beliau mengungkapkan bahwa karena dari kecil sudah membangun relasi yang intens dengan Bunda Maria melalui doa-doa bersama keluarga dan juga kehidupan dalam keluarga dan masyarakat yang memiliki devosi yang kuat kepada Bunda Maria, ini memudahkannya mengitegrasikan diri dengan Kongregasi yang berada di bawah naungan Bunda Maria dengan gelar Maria Bunda Hati Kudus. Selama bertahun-tahun menyandang predikat sebagai pelaku hidup bakti dalam tarekat Maria, beliau secara komprehensif telah menghidupkan nilai-nilai yang diwartakan oleh Bunda Maria menurut cerita kitab suci.

Ketika ditanyai seperti apa konkretnya kitab suci mencatat nilai-nilai hidup Bunda Maria yang menjadi pedoman hidup dalam kaitannya dengan semangat kepeduliaan, salah seorang frater senior Indonesia ini dengan pasti menunjuk pada dua teks kita suci. “Teks yang pertama adalah dari Injil Yohanes 2:1-11, menceritakan peran Bunda Maria dalam pesta perkawinan di Kana. Sedangkan teks yang kedua juga dari Injil Yohanes 19:25-34, mengisahkan tentang Bunda Maria yang berada di kaki salib Tuhan dalam peristiwa jalan salib Tuhan Yesus. Kedua teks ini secara gamblang menjelaskan kepedulian Bunda Maria tehadap kesulitan yang dialami sesamanya”, tegasnya. Frater yang pada 3 Oktober 2017 berusia 86 tahun ini selanjutnya menjelaskan bahwa pada peristiwa perkawinan di Kana, dapat dibayangkan betapa malunya tuan pesta apabila anggur benar-benar habis. Maria hadir di saat yang tepat, terlibat dengan kesulitan yang dialami oleh si tuan pesta. Dia ikut merasakan. Maria peduli dengan persoalan pelik yang dihadapi penyelenggara pesta itu. Tidak berhenti di situ, tetapi Maria melakukan tindakan nyata. Dia percaya bahwa puteranya mampu melakukan sesuatu. Imannya yang luar biasa ini membawa konsekuensi, mujizat terjadi. Air berubah menjadi anggur yang lezat. Pesta berjalan lancar tanpa kendala. Penyelenggaranya bersukacita tanpa masalah. “Ini semua berkat aksi nyata Bunda Maria. Buah semangat kepeduliannya yang terintegrasi dalam hidup dan karya puteranya, Yesus”, tandasnya.

Lebih lanjut sesepuh yang pernah mengenyang pendidikan di Seminari Menengah St. Yohanes Berchmans, Mataloko ini menguraikan peristiwa kedua dalam hidup Bunda Maria yang secara jelas menunjukkan kepeduliaannya terhadap sesama (umat manusia) adalah peristiwa di kaki salib. “Kitab suci juga mencatat bahwa salah seorang wanita yang setia sampai di kaki salib dalam peristiwa jalan salib Tuhan Yesus dari gedung pengadilan agama Yahudi sampai di puncak Golgota adalah Bunda Maria, ibu Yesus”, ungkapnya. Biarawan yang suka membaca buku ini mengungkapkan bahwa Bunda Maria menjadi saksi hidup akan penderitaan puteranya memanggul salib demi menebus dosa-dosa umat manusia. Di bawah kaki salib, Bunda Maria menyaksikan sendiri sang putera, buah rahimnya menyerahkan nyawa-Nya di atas kayu salib. Hatinya hancur. Menderita tiada tara. Semua itu ditanggung sang Bunda demi cintanya kepada sang putera dan kepeduliaannya terhadap umat manusia. Bunda Maria hadir mewakili orang-orang yang percaya kepada Tuhan dan dia berpatisipasi dalam karya agung penebusan oleh Sang Juruselamat. “Cinta dan kepeduliaannya membuahkan rahmat berlimpah bagi keselamatan umat manusia terutama para pendosa. Di bawah kaki salib, Bunda Maria diserahkan kepada kita anak-anaknya yang diwakilkan oleh murid yang dikasih Tuhan. Bunda Maria dipersembahkan kepada dunia sebagai ibu, pengantara dan penyalur rahmat Tuhan. Inilah bukti nyata kepedulian Bunda Maria bagi umat manusia yang sangat dikasihinya”, tegasnya.

Berbicara tentang perwujudan konkret semangat kepedulian yang dapat ditimba dari Bunda Maria, frater yang telah bertahun-tahun berkarya di sekolah sebagai guru dan kepala sekolah ini mengungkapkan bahwa sebagai biarawan yang adalah seorang guru, ada banyak kesempatan yang bisa dilakukan sebagai aksi semangat kepedulian. “Misalnya, sebagai guru kita bisa mengajar dengan penuh dedikasi, menyiapkan perangkat pembelajaran dengan baik dan teratur, disiplin, memiliki hubungan yang baik dengan semua warga sekolah, penuh perhatian terhadap anak-anak yang memerlukan perlakukan khusus entah karena masalah ekonomi keluarga atau anak yang mengalami kesulitan dalam belajar. Sebagai kepala sekolah, kita bisa menjadi pemimpin yang berpiritualitas pelayan, pemimpin yang mengayomi, membimbing, mendukung rekan kerjanya bukan memerintah atau menguasai, uraiannya memberi contoh.

Dikatakannya juga, bahwa sebagai biarawan, Frater Bunda Hati Kudus, kita telah memiliki sosok Ibu sebagai suri teladan dalam mewujudkan semangat kepeduliaan. Dalam hidup bersama sebagai saudara dalam komunitas, hal-hal sederhana yang bisa kita lakukan terhadap konfrater, seperti menyapa, memberi perhatian lebih di hari-hari istimewanya, memberi apresiasi atas kesuksesan dan memberi dukungan atas kegagalan yang dialaminya, mendoakan dan meneguhkan yang mengalami kegoncangan hidup panggilan, kemenghargai perbedaan dan menghidupi sikap saling menumbuhkan. “Ada banyak peluang dalam hidup bersama yang bisa dilakukan untuk mengungkapkan bentuk kepedulian kita kepada sesama saudara, tergantung sejauh mana kita memiliki hati yang peduli. Spiritualitas hati yang menjadi spiritualitas kongregasi dengan jelas mengajak anggota untuk bertindak dan berperilaku atas dasar pertimbangan hati. Tentu hati yang dimaksudkan di sini adalah hati yang dipenuhi oleh nilai-nilai kristiani yang satu di antaranya adalah peduli. Maria Bunda Hati Kudus melalui spiritualiatas perkawinan di Kana dan peristiwa di bawah salib yang menjadi sumber inspirasi hidup bagi para frater telah menunjukkan teladan yang agung dalam hubungannya dengan semangat kepedulian,” tegas frater yang memiliki kesetiaan dalam doa dan renungan pribadi hingga di masa pensiunnya ini.

Selain itu ada sosok pribadi lain yang menjadi panutan juga dalam berpeduli. Dia adalah Bapa pendiri Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus, Mgr. Andreas Ignatius Schaepman. “Sesuai namanya yaitu Schaepman (Belanda) atau Sheepman (Inggris) yang berarti penggembala, Bapa pendiri adalah seorang pribadi yang peduli dan penuh perhatian. Motto penggembalaannya sebagai uskup agung Utrecht yaitu “In Sollicitudine et Simplicitate” yang berarti dalam kepedulian dan kesederhanaan sungguh-sungguh diwartakannya melaui cara hidupnya. Termasuk semangat awal yang mendorongnya mendirikan kongregasi berangkat dari motto tersebut. Bapa pendiri adalah pribadi yang briliant. Ini tidak hanya berarti kemampuan intelektualnya yang luar biasa tetapi juga tentang totalitas dan kesungguh-sungguhanya dalam melayani. Semua tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya dilakukan secara optimal. Hal ini dapat dimaknai sebagai bentuk kepeduliannya yang total terhadap karya pelayanan dan orang-orang yang dipercayakan kepadanya,” kata frater yang memiliki tulisan tentang nilai-nilai warisan bapa pendiri ini mengakhiri pembicaraan.
Readmore → Inspirasi Maria Bunda Hati Kudus dalam Menghidupi Semangat Kepedulian

Monday, 6 March 2017

Berani Berkata Cukup

Malam kian merangkak menuju titik puncaknya. Sudah larut. Suasana sunyi. Sepi yang mendera. Udara dingin menusuk tulang. Menembus jaket tebal yang kukenakan.
Adalah sebuah minimarket, buka 24 jam. Berada di mulut gang. Pendar lampunya menerangi lorong gelap yang kulalui. Bergegas aku ke sana, membeli sebungkus roti tawar, menu sarapan favorit ayahku. Juga beberapa keperluan pribadiku.
“Mbak, jumlah pembelian mbak lebih dari seratus ribu. Mbak berhak mendapatkan tas cantik itu hanya dengan menebusnya sepuluh ribu rupiah saja,” kata pelayan toko sambil menunjuk tas yang dimaksudkan. Pandanganku berpaling, berpikir sejenak. “Benar juga, memang cantik tas itu,” gumamku dalam hati. “Hanya sepuluh ribu kok, mbak, murah!” Katanya lagi agak promotif. “Maaf mas, dikasih gratis juga aku belum tentu terima, soalnya aku tidak sungguh membutuhkannya.”
 

Malang, Maret 2017
Walter Arryano
Readmore → Berani Berkata Cukup