Seperti Bunda Maria, saya dipanggil atas prakarsa
dan inisiatif Allah. Yesus pernah berkata, “Bukan kamu yang memilih kamu,
melainkan Akulah yang memilih kamu” (Yoh 15:16). Sabda Yesus ini mengandung
arti bahwa saya dipanggil Tuhan untuk berbagi hidup dengan-Nya. Saya disapa
oleh rahmat-Nya. Dialah yang memperkarsai panggilan hidup saya.
Saya mendapat sapaan istimewa ini karena
rahmat Tuhan semata. Seperti yang dialami oleh Bunda Maria, saya memperoleh
rahmat panggilan ini karena saya diberkati. Tuhan mempunyai rencana bagi hidup
saya. Saya dipanggil dari tengah-tengah dunia karena karunia kasih-Nya yang
memilih saya secara istimewa.
Maria terkejut mendengar perkataan malaikat
Gabriel yang membawa kabar sukacita Allah. Saya pun demikian. Kadang saya ragu,
bimbang dan bertanya-tanya, “sungguhkah Tuhan memanggil saya? Benarkah Dia
memilih saya untuk hidup di jalan-Nya?” Menanggapi sapaan Tuhan ini, saya pun
mencoba meneladani Maria yang membawanya dalam hati dan merenungkannya.
Panggilan hidup saya ini adalah inisiatif
Allah. Oleh karena itu, Dia tidak membiarkan hidup saya terkungkung dalam
kebimbangan. Tuhan setia menyertai saya. Dia hadir dalam diri para pembina dan
pendamping, para saudara sepanggilan dan dalam setiap pengalaman kegembiraan
dan pergulatan-pergulatan hidup yang meneguhkan dan menguatkan. Sabda-Nya, “jangan
takut sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah”, sungguh meneguhkan
dan menguatkan saya.
Janji Allah yang menguatkan ini tidak serta
merta membuat saya menerima begitu saja. Seperti Bunda Maria yang teguh
mempersoalkan status perkawinannya, bagaimana mungkin ia dipercayakan untuk
sebuah tugas suci, mengandung dan melahirkan Putera Allah terlaksana oleh
seorang wanita yang belum bersuami? Saya pun demikian. Ada dialog reflektif
yang saya lakukan, “Tuhan, bisakah saya berjalan bersama-Mu pada jalan
panggilan ini? Mampukah saya setia pada komitmen yang diucapkan?”
“Roh Kudus akan turun atasmu, Maria dan kuasa
Allah Yang Mahatinggi akan menaungimu!” Roh yang sama itu memberi kekuatan
kepada saya untuk setia. Saya percaya bahwa Roh Kudus senantiasa membimbing
perjalanan hidup saya. Dialah Roh yang meneguhkan saya.
Keterlibatan Elisabeth, sanak Maria dalam
pengalaman panggilannya menyadari saya bahwa peran keluarga juga memberi andil
dalam perjalanan panggilan saya. Peran keluarga berupa penanaman nilai-nilai
kristiani yang saya peroleh di rumah menjadi bekal berharga bagi hidup saya.
Kehangatan cinta dan kasih sayang, nasihat dan perhatian yang dicurahkan serta doa-doa
yang setia dihunjukan memberi warna tersendiri dalam pengalaman panggilan hidup
saya. Dukungan mereka inilah yang menjadi salah satu pelecut semangat saya
untuk menjawab “Ya” terhadap panggilan Tuhan.
Sebagaimana Bunda Maria
yang menjadikan fiatnya sebagai bukti cinta dan kesetiaannya terhadap Allah
yang memanggilnya, jawaban “Ya” saya juga adalah bukti serah diri saya kepada
Tuhan yang memanggil saya untuk menjadi rekan kerja Allah dalam menjalankan
misi-Nya, menyelamatkan manusia. Totus tuus ego sum, et omnia mea tua sunt, “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut
perkataanmu”.