Konon
katanya, keberadaan sebuah “rumah merah” yang terletak di salah satu taman di
Rumah Khalwat Roncalli Salatiga ada legendanya. Entah dari siapa yang memulai
cerita itu dan bagaimana legendanya kami sendiri tidak tahu. Dan kami tidak
perlu tahu karena keberadaan kami di tempat ini bukan untuk mencari tahu
tentang legenda rumah merah itu, bukan untuk itu.
Kami
berada di sini untuk mengikuti Kursus Persiapan Profesi Kekal. Pada KPPK
gelombang II ini diikuti oleh 48 peserta dari 17 tarekat. Kami datang dari
berbagai daerah di Indonesia: dari Jawa, Sumatra, Kalimantan, Nusa Tenggara, Ambon
dan Papua. Ada juga yang berasal dari negara tetangga yaitu Timor Leste dan
dari negeri upin dan ipin. Kami datang dengan satu tujuan untuk mengikuti
Kursus Persiapan Profesi Kekal. Kami tinggal dan ada bersama sebagai satu
keluarga besar yang menamakan diri sebagai kaum berjubah dan para pelaku hidup
bakti. Dalam sebuah rumah yang nyaman dan sejuk serta alam yang asri, kami
mendapat pelayanan yang tulus dari seorang pastor, para bruder, para suster dan
bapak-ibu pegawai.
Berbagai
proses kami alami: perkuliahan di kelas, sharing dan pendalaman dalam kelompok
maupun bersama pendamping kami masing-masing, latihan doa, olahraga, piknik,
makan dan rekreasi bersama dan semua pengalaman kebersamaan ini kami satukan
dalam perayaan Ekaristi Kudus. Harapannya bahwa semua proses yang kami alami di
sini dapat menempa kami menjadi pribadi-pribadi tangguh yang dapat diandalkan
dalam tarekat kami masing-masing.
Melalui
buku harian kami ditunjukkan sebuah cara yang sederhana untuk mengungkapkan
semua rasa dan pergulatan harian kami pada tempat yang paling ideal. Melalui spiritualitas
doa, kami diajari cara-cara praktis membangun relasi dengan DIA yang memanggil
kami. Doa adalah hadir di hadapan DIA yang dicintai dan mencintai kami dengan
semua perasaan dan pengalaman yang kami alami. Melalui sejarah hidup bakti kami
diingatkan kembali pada sejarah pendirian tarekat kami masing-masing dengan
keprihatinan awal pendiri yang kini menjadi keprihatinan generasi kami juga.
Tentu tetap disesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan zaman tanpa harus
mengabaikan relevansinya sehingga keprihatinan awal pendiri kami tetap menjadi
roh yang menghidupkan karya pelayanan kami saat ini.
Kami
sadar bahwa kami berasal dari keluarga masing-masing yang mempunyai sejarah dan
kisahnya sendiri-sendiri. Ada yang penuh canda dan tawa oleh keutuhan cinta dan
perhatian orang tua. Tetapi ada juga yang sejarah hidupnya penuh derita dan
deraian air mata lantaran ditinggal ayah, ibu dan orang-orang terdekat lainnya.
Ada juga yang kisah hidupnya diwarnai dengan berbagai pergulatan dan beragam pengalaman
traumatis. Menyikapi ini semua kami dibantu dalam proses “healing” untuk
mengakui keberadaannya dan menerimanya sebagai bagian dari cerita hidup kami. Kami
ingin berdamai dengan masa lalu kami, kami ingin sehat, sembuh dan menjadi
pribadi yang utuh secara jasmani, mental dan spiritual.
Pemahaman
yang baik terhadap seksualitas dan spiritualitas menjadi penting bagi kami
supaya hidup kami menjadi utuh dan seimbang seperti Yesus yang kami ikuti. Hal
ini juga sejalan dengan penghayatan hidup komunitas dan kaul-kaul kami. Kami
dituntun untuk menata kekhasan hidup kami ini agar semakin menyerupai DIA yang
menjadi idola kami.
Dengan
melihat kembali perjalanan hidup kami, pada momen-momen dimana kami mengalami
perjumpaan dengan Allah yang penuh kasih secara mendalam, yang menjadi
pengalaman mistik dan landasan fundamental dalam kesaksian profetik atau
kenabian kami, kami semakin mantap akan keputusan mana yang akan kami pilih
untuk kelanjutan hidup panggilan kami. Tentu kami perlu melewati proses discernment dengan melihat seluruh
pengalaman konsolasi dimana kami mengalami Allah secara nyata juga pengalaman
desolasi, pengalaman dimana kami mengalami Allah yang seolah-olah jauh, Allah
yang dialami secara tersamar.
Semua
proses ini sangat membantu kami untuk memutuskan dan memilih yang terbaik. Apakah
kami dengan mantap melangkah ke altar Tuhan, membawa diri dan seluruh
keberadaan kami untuk dipersembahkan sebagai kurban yang hidup untuk kemuliaan
nama Tuhan. Ataukah kami harus berpaling dari jalan ini untuk melangkah ke
jalan yang lain.
Kami
perlu dengan bebas, sadar, tahu dan mau untuk melilih satu yang terbaik agar
kami bisa menjadi religius yang penuh sukacita dalam cara hidup dan karya
pelayanan kami, bukan menjadi religius yang seperti orang yang baru pulang dari
pemakaman atau menjadi religius yang ledra-ledre.
Kami yakin bahwa Allah Tritunggal, Bunda Maria dan Santo Yosef, para pelindung,
pendiri dan pemimpin kami, orang tua kami di rumah atau yang sudah berada di surga,
sanak keluarga dan sahabat kenalan kami serta sudara dan saudari kami
sekongregasi akan meneguhkan keputusan kami. Kami percaya bahwa Tuhan akan
mengantar kami pada sebuah keputusan yang terbaik bagi kehidupan kami karena
Tuhan adalah Allah kami yang tidak pernah kalah akal. Untuk itu kami ingin
mengungkapan rasa syukur dan terima kasih kami kepada-Nya melalui pujian yang
berjudul “Thank You Lord”, song by Don Moen.