Monday, 25 May 2015

Menjadi Turis di Daerah Sendiri

Pada awal bulan April tahun 2009 lalu, komunitas St. Borgias-Kupang dikunjungi oleh seorang bule. Namanya Pak Alberth. Dia berasal dari Belanda. Dia adalah mantan Frater BHK yang sudah lama memilih hidup berkeluarga. Maksud kedatangannya ke Indonesia adalah untuk menghabiskan masa tuanya dengan bertamasya ke tempat-tempat wisata di Indonesia dan mengunjungi biara-biara Frater BHK se-Indonesia. Bulan April adalah waktu yang direncanakannya untuk mengunjungi komunitas Kupang dan beberapa tempat wisata di Pulau Timor.
Pada waktu itu saya masih sebagai anggota komunitas Kupang. Karena saya mempunyai waktu luang maka oleh komunitas saya diperkenankan untuk menemani Pak Alberth bertamasya ke beberapa tempat wisata di Pulau Timor. Saya mendapat tugas dalam kegiatan itu sebagai pemandunya Pak Alberth. Awalnya saya merasa ragu karena kemampuan berbahasa Inggris saya sangat minim apalagi saya harus menjadi gaid pak Alberth yang tidak bisa berbahasa Indoneisa sama sekali. Tetapi atas dorongan beberapa Frater yang melihat kesempatan ini sebagai peluang untuk belajar bahasa Inggris dan kesempatan baik bagi saya untuk mengujungi beberapa tempat di Pulau Timor yang belum pernah saya kunjungi, akhirnya saya bersedia.
Kami melakukan kunjungan tersebut selama tiga hari dan dua malam. Bersama seorang sopir yang cukup kompeten dengan mobil sewahan, saya dan pak Albert pun meninggalkan biara dan diperkenankan oleh pimpinan untuk menginap di luar biara selama dua malam.
Perjalanan yang menyenangkan itu kami awali dengan mengunjungi sebuah tempat pertunjukkan alat musik khas NTT yaitu sasando. Saya merasa begitu terpesona ketika menyaksikan seorang bapak yang sangat pandai memainkan alat musik tersebut. Dan mulai saat itulah saya tahu bagaimana cara memainkan alat musik sasando. Sebagai ungkapan selamat datang kami disuguhkan dengan sebuah lagu dalam bahasa Timor. Saya merasa sangat terharu ketika mengetahui makna dari syair lagu tersebut dalam terjemahan bahasa Indonesianya. Melalui lagu tersebut penyair mau menyampaikan kepada kami bahwa Tuhan itu sungguh agung. “Karena keangungan Tuhanlah hari ini, Mr. Alberth dari Belanda, anda dari Flores dan saya dari Timor bisa bertemu di tempat yang sederhana ini. Pujilah Tuhan!”. Kata penyanyi itu yang kemudian saya terjemahkan untuk Pak Alberth dalam bahasa Inggris.
Setelah itu kami melanjutkan perjalanan kami ke sebuah ibu kota kabupaten di Pulau Timor. Di tempat inilah kami menginap selama dua malam. Udara di kota ini cukup sejuk. Suasana kotanya sangat sederhana. Selama berada di sana kami menginap di hotel yang sangat terkenal di kota itu. Kami berada di hotel hanya pada waktu malam hari dan untuk sarapan pagi. Selanjutnya kami melakukan tamasya di beberapa tempat wisata di Pulau Timor. Hampir semua tempat wisata dan tempat-tempat yang bernilai sejarah di Pulau Timor kami kunjungi selama tiga hari tersebut.
“Frater, it’s a nice place”. Demikianlah komentar pak Alberth setiap kali kami menyaksikan keindahan alam di Pulau Timor. Beliau sangat senang dengan semua yang dia saksikan. Demikian juga saya yang belum pernah ke tempat-tempat tersebut. Saya merasa sangat bahagia. Saya merasa bersyukur karena diberi kesempatan untuk mengunjungi tempat-tempat tersebut.
Dalam kunjungan itu saya mempunyai pengalaman yang membuat saya percaya diri, yaitu ketika kami mengujungi sebuah sekolah tua. Sekolah tersebut adalah lembaga pendidikan Kristen Protestan yang usianya hampir satu abad. Pendiri sekolah tersebut adalah seorang Protestan berkebangsaan Belanda. Kami diperkenankan masuk kelas dan bertatap muka dengan anak-anak dan para guru. Pengalaman ini membuat saya merasa percaya diri dan bangga dengan diri saya sendiri karena dengan kemampuan bahasa Inggris yang saya miliki saya mampu menjadi pemandu dialog antara Pak Alberth dan para guru serta anak-anak. Saya mampu menjadi gaid yang bisa memperlancar dialog di antara mereka terutama antara Pak Alberth dan Bapak Ibu guru yang sama-sama berprofesi sebagai guru. Pak Alberth membagikan pengalamannya selama bertahun-tahun mengabdikan dirinya sebagai seorang guru dengan segala suka dukanya. Demikian juga bapak ibu guru. Saya merasa terkesan dengan pengelaman-pengelaman mereka, pengalaman yang menggugah sekaligus menantang saya yang suatu saat nanti akan berdiri di depan kelas sebagai seorang guru sama seperti mereka.
Demikianlah pengalaman saya selama menjadi turis di daerah sendiri. Saya sangat senang dengan kesempatan ini. Saya bisa mengenal pak Alberth lebih jauh, saya bisa tahu tempat wisata yang indah dan tempat-tempat yang mempunyai nilai sejarah serta daerah-daerah di Pulau Timor yang belum pernah saya ketahui sebelunya. Selain itu saya mempunyai kesempatan untuk berekreasi sambil mendalami kemampuan saya dalam berbahasa Inggris.
Saya ingin katakan kepada anda sekalian, jangan sia-siakan kesempatan yang diberikan kepada anda karena kesempatan yang sama tidak akan terulang lagi untuk kedua kalinya. Anda akan menyesal esok ketika hari ini anda mengabaikan kesempatan.
Readmore → Menjadi Turis di Daerah Sendiri

Ibadat Sabda di atas KM. Mentari Nusantara

Satu tahun berlalu. Aku telah menjalani masa pembinaanku pada tahap awal untuk menjadi seorang biarawan. Kujalani bersama teman-temanku yang berasal dari berbagai daerah yang berbeda-beda. Kami saling mendukung satu sama lain. Kami memadukan segala perbedaan yang kami miliki dalam suatu kekuatan bersama yang kami sebut sebagai cita-cita dan semangat bersama. Kami bekerja sama dan saling melengkapi demi tercapainya cita-cita kami tersebut. Kadang-kadang kami berbeda pendapat, ada ketegangan dalam relasi dan menjadi korban fitnahan saudara sendiri, tetapi kami tidak patah semangat. Perbedaan-perbedaan yang terjadi di keseharian hidup kami menjadi kekuatan yang dapat mendorong kami untuk terus maju bersama.
Kamis, 23 Juni 2005 adalah hari bersejarah dalam perjalanan hidupku sebagai seorang biarawan. Aku mengatakan demikian karena pengalaman unik yang kualami saat itu tidak semua orang bisa mengalaminya. Pengalamanku itu adalah pengalaman langka bagi kebanyakan orang. Di atas sebuah kapal motor yang bernama KM. Mentari Nusantara, yang membawa kami dari pulau Flores menuju pulau Jawa itulah kuukirkan pengalamanku yang tak mungkin kulupakan seumur hidupku itu. Aku mendapat kepercayaan dari teman-temanku untuk memimpin Ibadat Sabda bersama seluruh penumpang yang beragama kristiani di atas kapal itu.
Ceritanya bermula dari sekelompok penumpang yang adalah para biarawati. Mereka juga adalah penumpang dengan asal dan tujuan yang sama seperti kami. Karena mereka mengenakan jubah biara maka hampir seluruh penumpang termasuk kapten kapal itu mengetahui bahwa mereka adalah para biarawati. Oleh karena itu kapten meminta kesediaan salah satu dari mereka untuk memimpin ibadat bersama penumpang yang beragama kristiani. Setelah mengiyakan permintaan itu tetapi mereka tidak bersedia. Kami diminta untuk menggatikan. Diskusi pun terjadi di antara kelompok kami. Siapa yang berani dan bersedia menjalani permintaan itu. Teman-temanku tidak ada yang bersedia. Mereka semua menolaknya. Hanya aku yang bersedia. Kucoba utarakan kesediaanku kepada teman-temanku. Mereka menyambutnya dengan gembira.
Singkat cerita, dengan mengenakan jubah putih seperti yang biasa kami lakukan di rumah pembinaan, aku tampil di hadapan seluruh penumpang yang beragama kristiani untuk memimpin doa bersama. Aku membawakan ibadat sabda dengan renungan singkat. Walaupun seluruh tubuhku dilumuri keringat karena gugup tetapi aku bangga pada diriku sendiri. Walaupun isi renunganku tidak sebaik seperti yang dimiliki oleh teman-temanku tetapi aku telah menjalani tugasku dengan baik. Aku telah menjalani tugas mulia seperti yang telah diamanatkan Sang Guru Ilahi, “pergilah ke seluruh dunia dan wartakanlah Injil”. Dengan segala yang kumiliki aku telah mewartakan DIA di atas kapal itu.
Readmore → Ibadat Sabda di atas KM. Mentari Nusantara