Tuesday, 23 May 2017

Frater BHK bukan Biarawan Kelas Dua

Setelah mereka tahu bahwa saya adalah seorang frater dari kongregasi FRATER BUNDA HATI KUDUS (frater BHK), frater (biarawan) seumur hidup yang tidak ditahbiskan menjadi imam atau pastor (menjadi frater kekal), beberapa di antara mereka ada yang menyayangkan pilihan hidup saya. Mereka bertanya, “mengapa kok pilih jadi frater saja yah? Kenapa tidak jadi romo sekalian? Sayang yah, sudah hidup membiara tapi kok hanya jadi frater, tidak ditahbiskan jadi iman? Padahal ada begitu banyak biara atau ordo imam? Dan keluhan-keluhan bernada menyayangkan lainnya.

Secara sederhana biasanya saya langsung menjawab, “saya tidak menjadi imam karena saya menjadi frater BHK”. Jawaban saya ini terlihat logis tetapi rupanya tidak memenuhi harapan para penanya. Mereka membutuhkan penjelasan yang lebih. Berikut ini adalah penjelasan saya.

Berbicara tentang panggilan untuk hidup membiara harus diakui bahwa kita akan berhadapan dengan konsensus bahwa panggilan adalah sebuah misteri. Karena memang demikian adanya. Panggilan khusus ini adalah hak prerogatif Allah, Sang Pemanggil itu sendiri. Allah mempunyai kuasa dan kewenangan untuk memanggil siapa saja yang dikehendaki-Nya. Kemudian oleh para guru spiritual merefleksikan bahwa yang dipanggil untuk hidup membiara hanya mereka yang dikasihi-Nya. Apakah Allah pilih kasih? Apakah Allah tidak adil? Menurut saya, kita perlu melihat kembali pada hak istimewa milik Allah. Adalah Allah yang mempunyai rencana dan rancangan terhadap siapa pun ciptaan-Nya.

Di dalam gereja Katolik Roma ada kelompok-kelompok yang menjalani panggilan khusus ini, selain panggilan untuk hidup berkeluarga. Apa yang disebut dengan para imam, biarawan dan biarawati, itulah yang saya maksudkan dengan kelompok-kelompok itu. Ada orang yang dipanggil menjadi imam untuk melayani sakramen-sakramen dalam Gereja. Ada yang dipanggil menjadi biarawan, sebagai bruder atau frater kekal. Ada juga yang dipanggil menjadi biarawati, menjadi suster biarawati. Apakah ada tingkatan dalam kelompok kaum berjubah ini? Menjadi imam lebih tinggi dari biarawan atau biarawati? Saya kira tidak demikian.

Pada prinsipnya, memilih hidup membiara artinya ikut secara khusus mengambil bagian dalam tugas-tugas Gereja yang diwariskan oleh Yesus. Ada banyak tugas Gereja dalam meneruskan tugas perutusan Bapa yang dilakukan Yesus semasa hidup-Nya di dunia. Sebagai pemimpin, imam, guru, tabib, gembala dan sebagainya. Di sinilah peran umat beriman, pengikut Kristus yang di antaranya ada kaum berjubah. Mereka mengikuti Yesus dan mengambil sebagian dari tugas Yesus dalam karya pelayanannya. Ada yang mengikuti Yesus sebagai pemimpin (imam)/gembala lalu dipanggil menjadi imam. Ada yang mengikuti Yesus sebagai guru lalu berkarya di bidang pendidikan dan pengajaran. Ada yang mengikuti Yesus sebagai tabib (dokter) kemudian berkarya di bidang kesehatan, dan sebagainya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terlalu banyak tugas yang harus diemban apabila sebuah biara mengambil semua tugas perutusan yang diwariskan Yesus. Oleh karena itu, sebuah biara cukup mengambil satu tugas yang menjadi fokus pelayanannya di samping tugas-tugas lain yang memungkinkan terutama atas kebutuhan gereja dan demi melayani umat.

Sampai di sini saya kira sudah jelas, mengapa saya tidak menjadi iman saja sebagaimana yang diinginkan beberapa orang yang pernah mengenal saya, tetapi saya memilih menjadi seorang biarawan, seorang frater kekal dan tidak ditahbiskan menjadi imam. Tuhan memanggil saya untuk menjalani hidup dalam panggilan khusus ini, menjadi seorang frater Bunda Hati Kudus. Saya bahagia dengan panggilan hidup saya. Sama bahagianya dengan mereka yang menjadi imam atau hidup berkeluarga. Tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah. Tuhan memanggil siapa saja sesuai rencana dan rancangan-Nya dengan tugas dan tanggung jawab yang telah disiapkan-Nya. Dengan demikian, menjadi frater BHK tidak sama dengan menjadi biarawan kelas dua karena memang demikian adanya. Frater BHK bukan biarawan kelas dua.
Readmore → Frater BHK bukan Biarawan Kelas Dua

Wednesday, 17 May 2017

Agere Contra

"Aku minta yah, pak", kata seorang ibu sembari mencomot sisa kue yang kebetulan tinggal satu dalam kotak itu.

Sambil merekahkan senyuman termanisnya, sang bapak dengan lembut berkata, "oyah silahkan, bu". Kemudian ia melanjutkan kesibukannya.

"Loh, kue itu kan jatahnya bapak? Dari tadi bapak terlalu sibuk dengan tugas ini, belum sempat makan. Seharusnya bapak melarangnya", protes seorang ibu yang lain sesaat setelah si ibu yang tadi pergi.

Lagi-lagi sang bapak dengan lembut berkata, "saya lebih mudah menahan keinginan untuk makan kue yang memang enak itu dari pada menyuruh dia meletakan kembali kue dalam kotak ini, saya tidak tega membuat dia harus menanggung rasa malu oleh sikapnya sendiri".

Sang bapak, pemilik senyum manis itu kemudian berlalu. Membiarkan si ibu terpaku takzim dengan pemahamannya sendiri. Masih dengan wajah protes.

Catatan: Agere Contra (Latin): bertindak melawan/bertindak sebaliknya. Melakukan suatu tindakan yang sesungguhnya tidak dikehendaki.
Readmore → Agere Contra